Warning!
Full of dialog!Jungkook menggigit bibirnya resah. Ia berulang kali bolak-balik di depan pintu ruang operasi itu, menunggu sang ibu untuk keluar dari sana.
"Jungkook, tenanglah," ujar Nyonya Min.
"Iya, Nak. Tenang, Yoora-ssi pasti akan baik-baik saja," timpal Tuan Min.
"Duduklah, Sayang. Kemari, duduk di sebelah ibu."
Jungkook hanya bisa menuruti. Ia duduk di sebelah Nyonya Min dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Nyonya Min mengusap-usap pundak anak keduanya itu. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja."
"Ini salahku, Ibu," cicit Jungkook. Pemuda itu mengusap wajahnya kasar. "Ini salahku. Ibu jadi begini karenaku. Semua ini salahku. Aku memang tidak berguna."
"Tidak, Sayang, jangan berkata seperti itu. Ini adalah musibah. Musibah bisa datang kapan saja." Nyonya Min memeluk tubuh sang putra dengan erat.
"Ibu benar, Nak. Ini musibah," kata Tuan Min. "Bagaimana bisa kau berkata jika dirimu tak berguna? Kau adalah permata kami."
Jungkook tidak menjawab. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada Nyonya Min. "Aku takut, Ibu."
"Semua akan baik-baik saja."
Saat itu pula, tim dokter keluar dari ruang operasi. Dengan segera, ketiga orang yang sedari tadi menunggu pun menghampiri sang dokter.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Jungkook.
"Benturan di kepalanya itu cukup parah, tapi untunglah dia sudah melewati masa kritisnya," jawab dokter itu.
Nyonya dan Tuan Min beserta Jungkook, kompak menghela napas lega.
"Kau bisa menemuinya nanti. Biarkan dia istrirahat beberapa jam untuk memulihkan kondisi."
Jungkook mengangguk cepat. "Baiklah. Aku mengerti. Terima kasih, Dokter!" Jungkook menunduk berkali-kali.
***
Si pemuda menutup pintu ruangan itu dengan perlahan, berniat untuk tidak mengganggu sesosok wanita yang tengah terbaring di sana. Jungkook berjalan perlahan menuju tempat tidur ibunya. Ia duduk di kursi samping tempat tidur sambil mengamati wajah sang ibu yang terlihat damai dalam tidurnya.
"Apa aku benar-benar bukan putramu, Ibu?" lirih pemuda itu. "Apa karena itu selama ini kau memperlakukanku seperti itu? Apa aku menjadi beban untukmu selama ini?" Jungkook menunduk dan menangis dalam diam di sana. Sekuat apapun ia berusaha menahan, semua tetap terasa menyakitkan untuknya. Ia jadi semakin yakin jika dirinya memang ditakdirkan untuk membuat semua orang di dekatnya menjadi menderita.
Jungkook menyembunyikan wajahnya di atas lengan yang bertumpu pada ranjang pasien. Terisak di sana dengan begitu pilunya.
Jungkook masih menangis sampai ia merasa sebuah tangan mengelus kepalanya. Pemuda itu sontak menaikkan kepala. "I-ibu? Ibu sudah sadar? Apa kau bisa melihatku? Apa kau mendengarku?" tanya Jungkook bertubi-tubi. "A-aku akan memanggil dokter, ibu tunggu di sini sebentar."
Baru saja Jungkook akan beranjak, tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh sang ibu. Pemuda itu pun berbalik menatap ibunya.
"Jungkook, kau adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku. Memilikimu adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan padaku," ujar ibunya sambil tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me After You
Fiksi PenggemarSaat aku dan Yoongi Hyung membeli mainan baru, aku bertanya pada Ibu, "Siapa dulu yang harus mencoba memainkan mainan itu?" Kemudian Ibu akan menjawab, "Dahulukan kakakmu, Jungkook." Kemudian aku mengangguk dan menyerahkan mainan itu kepada Yoongi H...