18. Ketakutan

1.4K 245 40
                                    

Dua ya, bro! Cek sebelumnya dulu.
Maaf sekali kalau ada typo, belom di revisi. Udah ngantuk berat :">







Sudah sebulan ini, Jungkook bolak balik pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Aeri. Kadang ia akan datang pagi dan pulang sore atau datang siang dan pulang malam, terkadang Jungkook bahkan menginap di rumah sakit jika sudah terlalu malam untuk pulang.

Ia tidak melakukan apapun. Dirinya hanya duduk di sana dan mengobrol dengan Aeri. Sesekali ia juga mengajak sang gadis untuk keluar. Kadang mengelilingi halaman rumah sakit yang luas dengan menggunakan kursi roda, atau hanya memutari taman kecil yang ada di dekat kamar inap Aeri.

Jungkook hanya akan setia di sana, menjadi pegangan si gadis saat akan terjatuh, menjadi komedian dadakan yang menghibur kawannya saat Aeri sudah hampir putus asa menunggu donor, atau hanya meminjamkan pelukan dan bahunya untuk tempat Aeri menangis saat lagi-lagi harus berbohong tentang kondisinya ketika Yoongi menghubungi.

Sekali lagi, Jungkook hanya diam di sana. Menjadi penyemangat, walau ia tahu kalau hidupnya sendiri mungkin akan berubah menjadi lebih kelam akibat penjanjiannya dengan sang ibu. Walaupun, Jungkook yakin jika ibunya tak akan menjadikan dirinya sebagai pastur, tapi tetap saja Jungkook yakin kalau ibunya tidak akan membiarkan dirinya tetap berada di Seoul.

"Jungkook!"

Jungkook tersentak saat mendengar seruan itu. "A-ah, ya?"

"Apa yang kau pikirkan? Sudah kupanggil berkali-kali padahal."

"A-ah, benarkah? Maaf."

Aeri menghentikan kunyahan apelnya dan segera menelan makanan itu. "Kau memikirkan apa? Apa ada sesuatu yang menggangu pikiranmu?"

"Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya sedang berpikir, padahal kau itu orang sakit tetapi kenapa tetap banyak makan? Apa kau benar-benar sakit? Jangan-jangan kau hanya pura-pura. Saat itu bahkan kau bisa berlarian untuk menangkapku, kan?" gurau Jungkook.

Aeri merengut dan memukul lengan Jungkook, membuat pemuda itu meringis pelan hanya untuk menyadari bahwa tenaga gadis di depannya benar-benar telah berkurang sangat banyak. Memang hal bodoh saat bertanya apakah Aeri berpura-pura saat ia bahkan mengerti benar bahwa wajah pucat di hadapannya ini, benar-benar sedang sangat amat kesakitan.

Mata Aeri semakin terlihat menghitam dan wajahnya juga semakin pucat. Itu karena ia tidak pernah tidur dengan nyaman. Rasa sakit di dadanya terus saja membuat Aeri terbangun.

"Aku juga ingin jika ini hanya pura-pura, sialan! Saat itu kan aku minum obat penguat jantung, makannya bisa lari-lari mengejarmu. Toh, itu hanya bertahan beberapa jam, kemudian saat di rumah aku kembali kesakitan. Kau kan sudah kuberi tahu, kenapa masih bertanya, dasar idiot!" ujar Aeri kesal. Jungkook hanya tertawa. Kemudian, gadis itu kembali memasang wajah serius dan menatap Jungkook. "Jeon Jungkook, aku tahu kau itu penipu ulung. Tetapi, aku jelas mempunyai level lebih tinggi darimu. Karenanya, kau tidak akan bisa menipuku. Katakan, apa yang terjadi? Apa yang mengganggu pikiranmu?"

"Tidak ada, sungguh."

"Jungkook,"

"Oke, oke, baik. Aku menyerah." Jungkook menarik napasnya sebelum menjawab, "Sebenarnya ini tentang laguku."

"Apa? Lagumu? Kau membuat lagu?" tanya Aeri dengan binar antusias tinggi.

Jungkook tersenyum melihatnya. Untung saja Aeri mudah percaya. Lebih baik gadis itu memang tidak pernah tahu tentang kesepakatannya dengan sang ibu. Itu hanya akan membuat Aeri merasa bersalah.

Kemudian, Jungkook mengangguk. "Aku membuat lagu. Masih amatiran, sih. Aku berpikir harus merilisnya atau----"

"Tentu saja kau harus merilisnya!" seru gadis itu. "Astaga, kenapa kau baru bilang padaku, dasar idiot!" katanya. "Tapi tak apa. Tenang saja, Jungkookie, rilis saja lagunya. Aku pasti akan mendengarkannya."

"Ah, tidak usahlah. Itu bukan lagu yang bagus, jadi---"

"Jadi apa?!" pekik gadis itu.

Jungkook mengerutkan wajahnya dan mengorek telinganya yang berdengung. "Astaga, Yoo Aeri! Berhenti berteriak, nanti kau sakit lagi!"

Kemudian, Aeri menghela napasnya beberapa kali untuk menenangkan diri. "Dengarnya, Jeon Jungkook idiot, aku pasti akan mendengarkannya walaupun itu hanya suara mengorokmu atau suara helaan napasmu. Aku akan mendengarkannya. Aku akan selalu mendukungmu." Aeri tersenyum lebar. "Karena itu tenang saja. Jangan mengkhawatirkan apapun. Aku akan menjadi penggemar pertamamu."

Jungkook tidak menjawab. Pemuda itu terus menatap ke arah gadis yang tengah tersenyum. "Kenapa kau mau melakukannya?" tanyanya tanpa sadar.

"Tentu saja karena kau temanku! Sahabatku. Sahabat terbaikku selamanya," jawab Aeri sambil masih tersenyum lebar.

Kemudian, perlahan Jungkook melebarkan senyum. "Kau juga. Kau teman pertamaku. Aku sangat berterima kasih karena kau mau menjadi temanku. Sahabatku yang terbaik."

Selanjutnya, Aeri melebarkan tangannya dan memeluk Jungkook dengan erat. Ia bahkan mengusap-usap punggung pemuda itu. "Jangan khawatir, Jungkookie. Ada aku. Walaupun aku tidak bisa berbuat banyak untukmu, tapi aku benar-benar berterima kasih pada Tuhan karena mempunyai teman sebaik dirimu. Aku bahkan telah berdoa setiap hari agar di kehidupan selanjutnya, aku akan bertemu lagi dengan dirimu dan kita akan menjadi sahabat lagi. Aku menyayangimu, Jungkook."

Jungkook tertegun. Lidahnya kelu untuk membalas perkataan Aeri.

Karena entah kenapa, perkataan Aeri itu terdengar seperti salam perpisahan baginya.

Hei, Yoo Aeri, kau akan terus bersamaku, kan? Aku ingin menjadi temanmu di kehidupan yang sekarang, bukan kehidupan selanjutnya. Karena jika di kehidupan selanjutnya, itu berarti aku akan kehilanganmu sekarang.

***

Ketakutan terbesar Jungkook sedikit demi sedikit mulai terwujud.

Ini sudah bulan kedua Aeri dirawat dan benar-benar tidak ada kemajuan atas gadis itu. Aeri justru semakin lemah tiap harinya. Gadis itu menjadi semakin sering kesakitan. Bahkan obat yang biasa Aeri gunakan untuk jantungnya seakan sudah tidak ada gunanya.

Aeri akan terus kesakitan sampai akhirnya pingsan. Dokter bahkan takut jika gadis itu sampai mengalami gagal jantung.

Gadis itu menangis hampir setiap hari selama beberapa minggu ini. Hal itu membuat hati Jungkook hancur.

"Kubilang jangan menangis, kan? Itu akan berpengaruh pada tubuhmu. Nanti kau kesakitan lagi!" ujar Jungkook sambil memeluk Aeri. Tuan dan Nyonya Yoo yang sejak tadi mengkhawatirkan keadaan anak mereka, langsung menelpon Jungkook. Pasangan suami istri itu tahu jika yang bisa menenangkan Aeri hanyalah Jungkook.

"Untuk apa lagi aku berusaha menjaga tubuhku? Toh, aku akan mati, Jungkook. Aku benar-benar akan mati sebentar lagi," isakannya semakin keras.

"Tidak, kau tidak akan mati. Kau tidak akan mati, percaya padaku." Jungkook mengelusi punggung Aeri untuk menenangkan.

"Aku benar-benar takut, Jungkook. Aku sangat takut. Aku takut aku akan mati. Setiap tidur, aku selalu takut kalau-kalau aku tidak akan bangun lagi. Aku benar-benar takut." Aeri terisak sambil meremas kaos Jungkook di bagian dada.

"Jangan takut. Ada aku di sini, oke? Aku berjanji akan melakukan apapun semampuku untuk membuatmu tetap baik-baik saja," ujar Jungkook.

Termasuk menukarkan hidupku untukmu. []


***
Maksudnya nuker makananmu sama makanan Aeri kan, Kook? Kan makanan itu untuk hidup, jadi makanan ya hidupmu. Jadi nukernya nuker makanan, kan? Bukan nuker j****** /sensor/ wkwkwkkwk.

Makasih udah mampir ^^

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang