004 //

4.1K 586 36
                                    

004

//

all of a sudden





"Mengapa di tempat ini?"

Pertanyaan itu membuat gadis berambut coklat almond itu mengangkat kepalanya yang tertunduk sejak tadi. Tertunduk untuk sibuk mengaduk minumannya di sebuah café tersebut.

Seseorang yang ditunggu Roséanne Park sejak tadi akhirnya datang, membuatnya tersenyum tipis untuk menyambutnya yang kemudian duduk di hadapannya.

"Maaf."

"Kau seharusnya menyusulku ke studio."

"Aku baru dari kampus." jawab gadis yang akrab dipanggil Rosé itu. "Oppa tahu posisi kampusku berada diantara apartemenmu dan juga studio."

"Lalu?" tanyanya sembari menyandarkan punggung pada sandaran kursinya.

Rosé mengedikkan bahunya pelan. "Aku ingin menginap di tempatmu."

Pemuda yang berusia tiga tahun lebih tua darinya, yang merupakan kekasihnya itu menatapnya dengan tatapan lurusnya. "Mengapa?"

"Sudah kukatakan, aku malas bertemu Ibuku."

"Karena dia pergi selama tiga hari, lalu pulang sambil menyombongkan cincin barunya?"

Rosé merasa kesal jika mengingat kejadian yang baru terjadi tepat kemarin. "Ibu dan Ayah baru bercerai satu tahun lalu. Bagaimana bisa Ibu tiba-tiba menikah dengan orang lain di Hawaii, tanpa memberitahuku sebelumnya dan tiba-tiba mengatakan 'tanggal lima kita pindah ke rumah baru dengan Ayah dan saudara barumu.'."

Kekasihnya mendecih mendengarnya. "Kau tahu dunia semenjijikan itu."

"Umurku baru duapuluh-satu tahun dan aku harus menghadapi masalah seperti ini?" tanya Rosé dengan kesal. "Bahkan aku tak tahu bagaimana wajah Ayah tiriku dan juga saudara tiriku. Bagaimana jika saudaraku masih sangat kecil? Apa yang dipikirkan Ibuku sebelumnya? Dunia ini hanya miliknya disaat dia sudah memiliki anak sebesar aku?"

"Tinggalkan saja."

"Bagaimana bisa?" Rosé mendesah pelan sembari menatap kekasihnya. "Aku masih hidup dengan uang Ibuku. Tidak seperti oppa yang sudah memiliki uang sendiri sebagai pemilik sekolah balet."

"Kalau begitu, cari uang."

"Tak semudah itu, oppa." Rosé merengut pada pemuda berambut hitam pekat itu. "Aku bahkan tak bisa ikut di sekolah balet milik oppa."

"Sudah kita bicarakan ini berulang kali, kau mau berlatih balet tidak? Tubuhmu lentur, bukan? Kau bilang dulu pernah ikut cheerleaders."

Mendengarnya, Rosé mengerucutkan bibirnya pelan. "Kau akan memberiku gratis, 'kan?"

"Tentu saja."

"Tapi masalahnya," Rosé menepuk meja gemas. "kau tidak mengajar. Kau hanya pemilik. Kau hanya mengatur. Percuma aku ikut."

"Ya sudah."

Jawabannya selalu logis, jauh dari perasaan.

Kekasihnya terlalu simpel dan dingin dalam menghadapi apapun. Jadi, Rosé seharusnya ingat bahwa dia tidak akan mendapatkan rayuan atau jawaban manis darinya.

"Bagaimana rencanamu kedepannya?"

Pertanyaan tiba-tiba untuk membuat Rosé menatapnya lagi. Pemuda itu tampak lurus seperti biasanya, tetapi mendengarnya mengulas hal ini membuat Rosé merasa diperhatikan.

"Tidak tahu."

"Bagaimanapun juga, mereka sudah menikah dan kau harus menerima saudara barumu itu."

Rosé menarik napasnya panjang. "Aku tahu. Tapi aku tak siap."

"Berarti kau masih kekanakan."

"Kekanakan bagaimana?" Rosé tampak tak terima. "Aku hanya tidak siap tinggal dengan orang asing lalu memanggil mereka dengan panggilan Ayah dan juga Kakak atau Adik! Aku bahkan tak mengenal mereka!"

"Tapi kenyataannya, kalian sudah terikat sekarang."

"Fuck it! Seh—"

"Oh, sudah terbiasa mengumpat?"

Rosé mengerjapkan matanya dan sadar bahwa ia baru saja mengatakan kata kasar. Lalu dia mengubah ekspresi wajahnya menjadi sedih. "Tapi aku tidak bermaksud."

"Kukira kau—"

"Tidak, oppa! Rosé tetap anak baik. I'm still your good girl."

"I hope so." Pemuda itu berdiri dan Rosé segera mengikutinya dengan cepat. "Ayo pulang."

"Tapi aku boleh menginap, 'kan?" tanya Rosé hati-hati.

Kekasihnya berjalan terlebih dahulu dan Rosé segera menyusulnya setelah meraih tas tangan miliknya bersamanya. "Asal kau tidak datang tanpa memberitahuku lagi seperti dua hari kemarin."

//

saranghaeeee

✔️ the edge of the cliffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang