6― SUDAH DEWASA

975 133 6
                                    

Huh.

Seokjin menghela napasnya kasar. "Di awal, aku sudah di tolak oleh calon ayah mertua. Lalu, bagaimana bisa aku mendapatkan Sojung kedepannya?"

Senyuman miring hadir menghiasi wajah Seokjin. "Rasanya sedikit mustahil," katanya.

Lagi-lagi, Seokjin menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecut. "Seokjin, Seokjin. Sojung itu bukan jodohmu."

Seokjin kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah.

▫▫▫

Seokjin membuka pintu perlahan. Rumahnya sudah gelap, ibunya pasti sudah tidur.

Dia berjalan menuju meja makan. Semoga saja sang ibu masih menyisakan makan malam untuknya.

Begitu mengangkat tudung saji, Seokjin tersenyum. Ternyata sang ibu masih menyisakan makan malam untuknya.

Tanpa menunggu lama lagi, Seokjin langsung mengambil makanannya.

Tak berselang lama setelah itu, Seokjin di kejutkan dengan sang ibu yang tiba-tiba memegang bahunya.

"Anak ibu belum makan malam?" tanya sang ibu sembari menarik bangku di sebrang Seokjin.

"Belum," jawab Seokjin.

"Memangnya habis darimana sih, sampai pulang selarut ini?" tanya ibu Sojung.

"Rumah temanku. Aku habis belajar bersama disana. Ah, tepatnya sih dia yang mengajariku, tutor sebaya," terang Seokjin.

"Temanmu itu lebih pintar darimu, ya?" tanya ibu Seokjin lagi.

"Iya," jawab Seokjin. Dia mengambil air minum, kemudian menenggaknya hingga habis.

"Lalu bagaimana dengan rupa wajah Sojung? Apakah dia cantik?" tanya sang ibu lagi.

Seokjin terkejut. "Ibu, kau mengenal Sojung darimana? Tadi, aku sama sekali tidak menyebut namanya dalam perkataan dan kalimatku."

Ibu Seokjin tersenyum kikuk. "Ah, iya. Tadi sore, ibu menghubungimu. Tapi ternyata yang mengangkat temanmu, Sojung. Disitulah, ibu berkenalan dengannya."

"Omong-omong soal Sojung, menurut ibu, dia gadis yang menarik. Ibu jadi penasaran dengan rupa wajah cantiknya. Apa kau punya foto Sojung?"

Mendengar paparan sang ibu, Seokjin jadi membuka ponselnya. Disitu, dia mencari foto Sojung. Tepatnya, foto kelas XI - 3.

Dia membesarkan fotonya, kemudian memberikannya pada sang ibu. "Gadis dengan rambut yang di ikat kuda itu, adalah Sojung."

Ibu Seokjin manggut-manggut. "Ternyata dia sangat cantik ya. Bukan hanya cantik, sepertinya dia juga lebih pintar dari anak ibu yang tampan ini."

Seokjin menarik ponselnya kembali ketika mendengar ucapan sang ibu.

"Seokjin, kau sudah kelas sebelas. Sebentar lagi, ujian kenaikan kelas akan di laksanakan. Ingat nak, waktumu untuk belajar di kelas dua belas nanti hanya sebentar. Selebihnya, waktumu akan di isi oleh ujian, ujian, dan ujian. Jika kau ingin mendapat nilai lulus yang memuaskan nanti, kau bisa belajar mulai dari sekarang."

"Tingkat kepintaranmu dan Sojung memang berbeda. Tapi ibu yakin, jika kau lebih rajin lagi belajarnya, kau akan menjadi yang terbaik. Kau bisa menyeimbangi Sojung. Kau mau, 'kan, tetap satu universitas dengan Sojung saat lulus nanti?"

"Bu, kau ini peramal ya? Kau berkata seolah-olah kau tahu bahwa aku menyukai Sojung dan ingin terus bersamanya," kata Seokjin.

Ibu Sojung tertawa. "Kalau ibu jadi laki-laki, ibu juga pasti akan menyukai Sojung. Maksud ibu, lelaki mana sih yang tidak jatuh hati pada Sojung? Dia gadis yang ramah, cantik, dia juga punya ciri khas unik dalam dirinya."

"Jadi, ibu merestui kalau aku dan Sojung berkencan?" tanya Seokjin.

"Oh, tentu saja tidak. Ibu menyukai Sojung, bukan berarti ibu mengizinkanmu berkencan dengannya. Lain ceritanya kalau kalian sudah tumbuh dewasa nanti," kata ibu Seokjin.

"Bu, aku dan Sojung bukan lagi anak sekolah dasar. Kami sudah duduk di bangku sekolah akhir," kata Seokjin.

"Ibu bilang, tidak Seokjin. Kau boleh menyukai Sojung, ibu juga mendukung. Tapi sekarang poinnya adalah, jadikan Sojung itu motivatormu. Kau harus belajar lebih giat lagi. Ibu beri tahu ya, biasanya perempuan itu menyukai laki-laki yang lebih pintar dari dirinya. Jadi, jika kalian sudah tumbuh sedikit lebih dewasa lagi, dan Sojung mulai membuka hatinya, bisa saja kau jadi tamu pertama yang singgah di hatinya. Bahkan, bisa jadi kau yang pertama dan terakhir, jika kalian benar-benar di takdirkan untuk bersatu."

"Ya, baiklah, bu."

Ibu Seokjin tersenyum, "sudah. Sekarang kau istirahat sana, besok kau harus sekolah."

Seokjin mengangguk kemudian pergi menuju kamarnya.

▫▫▫

Hari ini Sojung di antar oleh sang ayah. Karena peristiwa tadi malam, ayahnya jadi kembali berlaku over protective padanya.

"Dengar ya, Sojung. Ayah betul-betul tidak mengizinkanmu berteman dengan anak laki-laki yang kemarin."

Peringatan yang di berikan sang ayah, tentu saja membuat Sojung jengkel.

Sampai saat dia masuk kelas, ekspresi wajahnya masih sama kesalnya.

Namun tidak lagi saat dia melihat Seokjin.

"Seokjin," panggil Sojung mendekati Seokjin.

Seokjin menoleh, kemudian tersenyum pada Sojung. "Hai, Sojung. Terimakasih banyak atas waktumu kemarin. Oh iya, aku kembali ke bangku asalku mulai hari ini," ucapnya.

Sojung memasang wajah bersalahnya. "Maafkan ayahku, ya. Aku tahu kau pasti sakit hati karena perlakuan ayahku. Tapi kau harus tahu Seokjin, ayahku juga punya sisi baik seperti manusia lainnya."

Seokjin kembali tersenyum dan memegang pundak Sojung. "Hei, jangan merasa bersalah. Aku tahu, ayahmu tak mungkin sejahat itu. Iya, bukan?" tanya Seokjin. "Sekarang lebih baik kau tersenyum atau akan panggil kau gadis jelek."

Sojung kembali mencubit pinggang Seokjin hingga membuat sang empu meringis.

"Aku serius Seokjin!" kata Sojung.

"Iya, iya. Kau itu bawel sekali, sih. Sudah sana duduk, sebentar lagi bel masuk bunyi!" suruh Seokjin yang di truti Sojung.

▫▫▫

Usai pelajaran Bahasa Inggris selesai, Sojung berencana untuk kembali mengajak Seokjin makan gratis di kantin, karena hari ini Sojung yang akan bayar semua makanan Seokjin.

Tapi niat itu pupus sudah, saat tiba-tiba saja Seokjin menghampiri meja Nayeon dan memintanya untuk memaparkan beberapa materi yang belum Seokjin mengerti.

Dengan berat hati, Sojung menghampiri Seokjin pelan-pelan. "Seokjin, kau tidak mau istirahat bersama denganku? Ah, akan ku traktir kau nanti," kata Sojung.

Dengan ekspresi datar, Seokjin menolak Sojung. "Kau duluan saja sana. Aku akan belajar matematika bersama Nayeon sebentar," jawab Seokjin.

"Oh, yasudah."

Sojung berlalu meninggalkan Seokjin kemudian pergi menuju kantin sendiri.

Ya, sendiri. Dia tidak cukup punya teman dekat untuk di ajak ke kantin bersama.

Yerin pergi ke kantin bersama kekasihnya, Taehyung. Begitu juga Yuju, dan yang lainnya.

Hanya dia ... yang masih belum punya kekasih.

Kalau di pikir-pikir, mana ada lelaki yang mau menerimanya? Oh, lebih tepatnya ayahnya.

"Ayahku terlalu mencintaiku, itu sebabnya aku tak di izinkan berteman dengan banyak lelaki," gumam Sojung.

"Tapi ayah, Sojung sekarang sudah besar. Sekarang Sojung sudah dewasa, Sojung berhak menentukan jalan hidup Sojung untuk kedepannya. Sojung kecilmu, kini sudah menjadi gadis dewasa."

▫▫▫

A/n-; puas sama part ini? aku pribadi sih, kurang ya:) soalnya waktu aku nulis part ini, aku kurang konsentrasi:) tugas matematika, sama ips udah manggil-manggil aku dari kemarin wk.
tapi ku harap, kalian tetap enjoy ya bacanya!

JANGAN LUPA BINTANGNYA!🌟⭐

Annoying; Sowjin ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang