15― HARI YANG PANJANG

622 100 5
                                    

Sekembalinya Mingyu dari toilet, dia di buat bingung karena Sojung dan Seokjin sama sekali tidak berkomunikasi. Mereka hanya saling diam.

"Kenapa diam, sih?" tanyanya.

Sojung menatap Mingyu. "Sudah jangan banyak bertanya. Cepat makan, dan segera pulang. Aku takut ibu khawatir karena kita terlambat pulang."

Mingyu mengangguk kemudian mulai menyuapi batagor ke dalam mulutnya. Pelan-pelan ia cerna rasa dari batagor yang ia makan, cukup aneh, dan ini terasa seperti rasa asam!

"Asam sekali!" kata Mingyu sembari melepehkan batagornya di atas sebuah tisu.

Melihat itu, Sojung rasanya ingin sekali tertawa karena rencananya berjalan dengan mulus.

Melihat Sojung yang tengah menahan tawanya, Mingyu rasa dia tahu siapa yang telah mengerjainya.

Merasa Sojung harus di balas, Mingyu pun menukar piring batagor Sojung dengan piring batagor miliknya. Tak semudah itu, Sojung lantas menahan piring batagornya. "Apa-apaan, sih?!"

Dengan nada bicara yang terkesan menyebalkan, Mingyu lantas menjawab, "batagorku terlalu asam, jadi aku ingin tukar dengan batagor milikmu. Lagipula, yang memasukkan banyak perasan jeruk ke dalam batagorku itu kau, 'kan?"

"Enak saja tukar-tukar, tidak bisa!" kata Sojung.

"Siapa bilang tidak bisa?! Kalau aku mau aku bisa!" Mingyu lantas menarik lebih keras piring Sojung hingga mendapatkannya. "Sudah, makan saja batagorku. Harusnya kau berterimakasih padaku, karena batagorku masih sisa lebih banyak daripada punyamu."

Sojung lantas mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak selera makan!" katanya.

Mingyu tertawa meledek. "Makanya, jadi orang itu jangan suka usil!"

"Biar saja!" katanya. "Kau dan Seokjin juga sering berbuat usil, kenapa aku tidak boleh?"

Bosan mendengar celotehan Sojung, Seokjin menjawab. "Iya-iya, terserahmu dewi bawel!"

Sojung mencubit lengan Seokjin yang duduk di sampingnya. "Aku sama sekali tidak bawel!"

"Iya-iya, aku percaya."

▫▫▫

Karena di rasa masih lapar, Sojung membawa semua cemilan yang ada di kulkas, ke dalam kamarnya. Di dalam kamar ia tak sendiri, ada Mingyu dan Seokjin yang sedang bermain game online bersama di lantai kamar Sojung.

Sementara Sojung? Selain memasukan makanan ke dalam mulutnya, dia juga menyibukkan diri dengan bermain bersama ponsel canggihnya.

"Mingyu, tolong bantu ibu sebentar!" Dari lantai bawah, Ibu Sojung berteriak meminta bantuan Mingyu.

"Sebentar, bu!" sahut Mingyu karena masih asik dengan permainannya.

"Tolong bantu sekarang, Mingyu!" teriak Ibu Sojung lagi.

"Iya-iya," dengan terpaksa, dia harus menyudahi permainannya. Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku, kemudian berjalan keluar meninggalkan kamar Sojung.

Butuh sekitar waktu sepuluh menit untuk Seokjin bisa memenangkan permainan tanpa adanya Mingyu.

Dirasa sudah cukup bermainnya, akhirnya Seokjin menghampiri Sojung. Dia menepuk kaki Sojung, agar Sojung bisa bangun dari posisi tidurnya.

"Aku mau bicara sebentar," kata Seokjin.

Sojung bangun, memperbaiki posisinya. "Bicara saja."

"Bagaimana kalau malam ini kau menginap di rumahku?" tawar Seokjin.

Sojung mengerutkan dahinya, "kenapa memangnya?"

"Di rumahku akan ramai sekali dengan anak kecil, aku yakin, besok ibu pasti akan menyuruhku untuk mengasuh keponakan-keponakanku. Sedangkan aku sama sekali tidak bisa mengurus anak kecil. Jadi―" ucapan Seokjin terpaksa harus terhenti karena Sojung menyelanya.

"Jadi kau minta bantuanku untuk mengurus keponakan-keponakanmu itu? Begitu 'kan maksudmu, tuan Seokjin?"

Seokjin mengangguk.

"Itu sama sekali tidak masalah untukku. Aku akan menurutimu," kata Sojung yang membuat Seokjin tersenyum lega.

"Tapi..." Seokjin tidak jadi lega setelah mendengar kata tapi dari mulut Sojung. "... kau harus membelikan tiga coklat padaku, sebagai bayaran karena aku telah membantumu. Bagaimana?"

Seokjin membelalakan matanya. "Kau gila? Tiga coklat? Tidak mau. Bagaimana kalau satu?"

"Tidak ada penawaran tuan Seokjin..."

Seokjin menghembuskan napasnya. "Baiklah dua coklat."

"Tiga, tuan Seokjin!" ralat Sojung.

"Iya, dua," kata Seokjin.

"Tiga!" kata Sojung lagi.

"Iya-iya, tiga coklat untuk nona Sojung yang telah bersedia membantuku."

Sojung tersenyum puas saat Seokjin menyetujui permintaannya. Sebenarnya, tak di bayar juga tak masalah, Sojung suka bermain dengan anak-anak.

Tapi berhubung Seokjin meminta bantuannya, kenapa harus segan meminta bayaran? Toh Seokjin 'kan teman dekatnya.

▫▫▫

Sojung mengambil ponsel canggihnya di atas nakas sebelum pergi ke luar kamar, dan menginap di rumah Seokjin.

Di lantai bawah ada ayah dan ibu yang tengah bersantai di depan tv. Rencananya, Sojung mau pamit untuk pergi menginap di rumah Seokjin.

Tapi sepertinya ia tidak jadi pergi lantaran sang ayah melarangnya. "Jangan mentang-mentang ayah mengizinkanmu berteman dengan Seokjin, kau jadi seenaknya seperti ini ya, mau menginap di rumah Seokjin. Tentu saja tidak akan ayah izinkan."

"Aku tidak akan macam-macam, ayah," ucap Sojung berusaha meyakinkan ayahnya.

"Sekali ayah bilang tidak, maka tidak," ucap ayah Sojung. "Kau juga, Seokjin. Kurang ajar sekali kau ingin membawa anakku ke rumahmu, nanti kalau ada apa-apa dengan Sojung, memangnya kau mau tanggung jawab?!"

Seokjin menatap wajah ayah Sojung. "Saya akan menjaga Sojung, ayah. Sekalipun nanti terjadi apa-apa pada Sojung, saya siap bertanggung jawab."

Mendengar jawaban Seokjin, ayah Sojung marah. "Kurang ajar!" katanya. Lantas dia melempar bantalan sofa, ke tubuh Seokjin.

Usai mengenai tubuh Seokjin, bantalan sofa yang dilempar tadi jatuh ke bawah. Sojung lantas mengambil bantalan itu. "Justru ayah yang kurang ajar! Untuk apa ayah melempari Seokjin? Sementara dia tidak melakukan kesalahan apapun. Dia hanya menjawab apa yang ayah tanyakan, tidak lebih dari itu, ayah."

Ayah Sojung tadinya ingin berbicara lagi, tapi sang ibu menahannya, kemudian menggantikan ia berbicara. "Sojung, ayah sudah bilang tidak. Itu artinya kau tidak diizinkan untuk menginap di rumah Seokjin. Mengerti, sayang?" tutur ibu Sojung pada Sojung.

Ibu Sojung beralih mata pada Seokjin. "Ibu harap kau juga mengerti, Seokjin."

Seokjin mengangguk-angguk sebelum berkata, "kalau memang tidak diizinkan, saya tidak akan membawa Sojung pergi ke rumah saya."

"Kalau begitu, saya pamit pulang sekarang," lanjut Seokjin. "Sojung, ibu, dan ayah, saya permisi."

Setelahnya Seokjin pergi meninggalkan keluarga Sojung. Alih-alih ekspresi kecewa, Seokjin justru meninggalkan senyuman manisnya didepan Sojung.

Rupanya perjalanannya untuk mendapatkan Sojung masih sangatlah panjang. Belum lagi dari peristiwa ini Seokjin tahu kalau ayah Sojung mungkin mengizinkannya untuk berteman dengan Sojung, tapi belum tentu ayah Sojung mengizinkannya untuk berkencan dengan putri bungsunya tersebut.

▫▫▫

Author's note-; hai! Maaf banget, aku late update. Aku udah mulai sibuk sama tugas:( terus selama liburan juga aku sibuk ngeplot di instagram, main roleplay juga, wkwkwk. Plot aku di instagram juga pake visual Sowon sama Jin, cuma namanya di ganti jadi Arabelle sama Jonathan. Buat yang penasaran bisa dicara aja #LEMBARDIKSI cuma pesan aku kalau bisa jangan komen:( karena akun yang aku pake tuh akun roleplay, bkn real life, ehehe

Annoying; Sowjin ミ°endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang