Untuk apa kamu kembali, jika hanya mendatangkan sakit. Untuk apa kamu datang lagi jika hanya mendatangkan perih. Untuk apa kau tampakkan dirimu lagi, jika tak ada sedikit pun luka yang kau obati?.
* * * * * * * * * * * *
"Iqbal?"
"Zah? Boleh Iqbal masuk? Iqbal mau bicara sama Zahra"
"Emm.. ee.. bal, ini, eghh, bunda sama yang lain gak ada dirumah. Em, gak ada siapa siapa dirumah" Zahra salah tingkah
"Ya sudah, kalau gitu kita bicara di teras aja"
Zahra merasa kaku, jantungnya berdegup kencang saat menatap mata dingin Iqbal, begitu tenang namun terlihat jelas ada kehampaan di dalamnya Iqbal kenapa?
"Tapi bal, gak enak, hm gak enak kan kita...."
"Tetangga juga kan sudah tau kalau aku sahabat kamu, zah. Mereka gak mungkin mikir yang macam macam."
Iqbal bersikap tenang, dia tersenyum menyapa beberapa tetangga rumah Zahra yang lewat di depan rumah zahra karna mereka memang sudah kenal dengannya.Zahra duduk dengan pasrah. Sebenarnya bukan tetangga yang menjadi alasannya. Perasaan nya yang membuat Zahra teramat ragu bicara dengan Iqbal. Perasaan yang tidak dapat dikontrol dengan baik ketika mendengar suara Iqbal. Rasa bersalah ketika desiran itu masih terasa, padahal kemarin, akad yang begitu sakral sudah ia lakukan bersama suaminya. Suami yang kini sedang bekerja mencari nafkah, dengan perasaan bahagia dan cinta luar biasa. Sedangkan dia? Sedang menikmati perasaan terhadap pria lain, hati yang berbunga, karna kini sangat dekat dengan pangeran yang masih menjadi impiannya.
Alvin, maafkan aku, jangan salahkan aku mencintainya. Bukan kah cinta datang dari sang pencipta? Tanyakan pada-Nya, kenapa dia ciptakan rasa yang salah.
"Kamu ini gak menganggap aku sahabat ya, zah?"
"Eee.. Iqbal bicara apa sih?" Zahra terkejut dan tidak terima dengan ucapan Iqbal, bagaimana bisa dia tidak menganggap Iqbal sebagai sahabat? Bahkan Iqbal adalah pangerannya, pemilik hatinya.
"Kalau kamu menganggap Iqbal sahabat kamu, kamu gak mungkin merahasiakan tentang perasaan kamu"
Zahra kaget. Mulai keringat dingin "per...perasaan? Perasa..an apa? Perasaan yang mana?"
"Yah, soal kamu yang jatuh cinta sama Alvin, suami kamu."
"Bahkan kamu gak bilang sama aku tentang pernikahan kamu. Kamu mengundang aku ke acara yang enggak aku tahu. Dan ternyata itu undangan pernikahan sahabat aku sendiri. Aku merasa menghadiri pernikahan orang lain. Dan kamu pun seperti mengundang orang lain" Iqbal tersenyum miring. Membayangkan saat dirinya melihat nama Zahra dan Alvin pada station gedung pernikahan pada saat itu. Foto Alvin dan zahra yang terpisah di sebelah kanan dan kiri spanduk juga berbagai papan bunga yang dikirim dari beberapa sahabat. Ada juga kolega kolega terdekat Zahra yang juga sangat dikenal Iqbal.
"Kamu tau, zah? Harusnya aku yang mendampingi kamu"
Zahra menatap Iqbal. Tak berhenti menatapnya walaupun Iqbal terus menatap ke arah depan, tak sedikitpun membalas tatapan Zahra.
"Harus nya aku yang mendampingi kamu saat kamu di lamar sama Alvin"
Zahra mengalihkan pandangannya. Membuang nafas gusar. Kenapa dia masih berharap?
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Impian.
General FictionSiti Fatimah Az-Zahra. Dia mencintai sahabatnya. Walaupun tidak mendapat balasan. Sebuah keadaan memaksanya menerima perjodohan. Dari seorang duda yang sangat mencintainya Pencarian imam impian. Perjuangan dalam keikhlasan. Lika liku kehidupan. Saya...