19.

2.8K 95 5
                                    

"Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kedzaliman, dan kedzaliman itu akan menghantarkan ke neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong"
(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

***

Author's POV

Andhini membuka mata dengan perlahan, pertama kali yang dia rasakan adalah denyut dikepalanya, entah sudah berapa lama dia tidak sadarkan diri. Rasa sakit juga mengguncang perutnya, dia merasakan mual dicampur nyeri yang terasa begitu menyiksa.

"Anakku.." Andhini memegangi perutnya.

"Bu Andhini, sudah sadar?" Seorang wanita datang menghampiri Andhini, rambutnya disanggul rapi dengan stetoskop yang melingkar di lehernya.

"Saya kenapa bisa ada disini? siapa orang itu, dia mendorong saya, bagaimana keadaan janin saya?" Andhini mulai menangis, dengan harapan bahwa kandungannya baik baik saja.

"Hmm ibu tenang dulu ya,"

Andhini memegang erat pergelangan tangan perempuan itu yang dapat dipastikan adalah dokter di rumah sakit ini.

"Bagaimana anak saya dok bagaimana??" Andhini berteriak, tanpa ia sadari air matanya sudah mengalir deras.

"maaf bu, kami tidak bisa menyelamatkannya" dokter tersebut menggeleng, terlihat matanya juga ikut berkaca kaca.

"Apa!?" Andhini mengerang histeris, berteriak dan tak peduli dengan dokter yang kini berusaha menenangkannya.

"Bu, tenang, ibu harus ikhlas, benturan yang mengenai perut ibu Andhini begitu keras. Mungkin ini kuasa Tuhan bu, tenang ya"

"Ya Allah.. Anakku" Andhini mengerang lirih, memegang kepalanya yang terasa sakit, mengalihkan pandangan dari dokter yang sedari tadi memandangnya khawatir. Tak ada yang bisa mengerti perasaannya saat ini, dokter ini pun tidak. Kehadiran janin itu memang tidak dia harapkan, namun dia berjuang untuk tetap mempertahankan anaknya, tapi kini, perjuangannya seakan sia sia.

"Bu? Apa ada keluarga yang bisa kita hubungi?" Setelah Andhini terlihat tenang dan sudah mengendalikan dirinya, dokter itu mengatakan apa yang menjadi alasannya menemui Andhini

"Iya catat nomornya. Gina.."

Andhini memberi tahu nomor ponsel Gina, sang dokter pun menghubungi Gina dengan handphone miliknya.

"Ini Bu, ibu yang bicara, suruh beliau datang kesini"

Andhini meraih ponsel milik dokter cantik itu.

5 detik terdengar getar panggilan sampai akhirnya Gina menjawab. "Halo..?"

"Ginaaa, Ginaa.." Andhini semakin menguatkan isakannya membuat Gina yang mendengar dari seberang sana merasa bingung.

"Ini siapa?"

"Aku Andhini. Anakku Gin, anakku"

"Dhini? lo kenapa? Kenapa anak lo, kenapa nangis?"

"Ada yang dorong aku dari tangga, gin. Aku jatuh, sekarang aku ada dirumah sakit, kamu kesini ya, gin. Aku butuh kamu" Andini mencekram erat selimut yang menutupi tubuhnya, sekarang dia benar benar takut.

Imam Impian.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang