(١٥) Maaf Abi

967 93 16
                                    

Vote dan Komen biar lebih semangat untuk ngepost 😆

Happy Reading!

❤️

Semesta seolah jauh dengan Miranda. Tak mau mengenal, tak mau memahami. Anehnya pun, Miranda yang hanya ingin cuti tiga hari saja tak diberi izin. Alasan atau dalih apapun itu, kabar ini sangat urgent  bagi dirinya. Raja kehidupannya, tempat bergantungnya selama hidup kembali terbaring di rumah sakit. Lalu, anak macam apa Miranda ini? Sibuk, jarak, dan pekerjaan tak henti di lekang waktu. Itu saja drama kehidupan seorang Miranda.

“Saya mohon Pak, tiga hari saja. Ini yang terakhir. Setelah itu saya nggak akan izin semacam ini lagi. Ayah saya Pak, saya nggak bisa tenang begitu saja ketika tahu beliau di larikan ke ICU.” Permohonan ini jelas darurat. Allah ... Satu kali ini saja biar Miranda bisa bertemu Abi.

“Miranda ... Bukan saya nggak beri izin sama kamu. Tapi, saat awal pergi ke sini pun saya sudah beri keringanan kamu untuk menyusul,” Pak Indra menyanggah bersamaan nada suara tua yang dimilikinya.

“Pak ...?” Miranda melemah, bendungan samuderanya pun tak bisa dipungkiri lagi. “Jika kata orang, Ayah sang pencari nafkah dan Ibu adalah madrasah pertama. Lain dengan kehidupan saya, Pak. Abi adalah pondasi kami untuk kehidupan sehari-hari, serta madrasah kami untuk masa depan sekarang ini. Tidak ada yang bisa saya balas sampai sekarang ini, kecuali do'a dan rasa rindu.”

“Iya, Mir saya mengerti, tapi ketua sudah tahu kamu selalu cuti akhir-akhir tahun ini. Demi karir kamu juga, demi kewajiban yang sedang kamu jalani,” nasihat Indra pelan. Dahi tuanya naik turun, raut wajah yang sudah terlihat berkerut pun tak kalah serius.

“Saya sendiri akan izin sama Ketua, Pak.”

Matanya kaget, terbelalak. “Serius, Mir? Jangan cari masalah deh,” gumam Indra percaya diri.

“Saya akan telepon sekarang.” Miranda terpaku sebentar, jika Pak Indra tak menyodorkan telepon di atas mejanya. Ragu, bimbang, kaku mendominasi hati.

“Bapak nggak ikut-ikut ya kalau Pak Mirzan marah atau nggak beri izin. Tapi, setidaknya kamu ada usaha, Mir.”

Miranda menatap pak Indra, mengumpulkan keberanian dan kepercayaan diri. Dengan mengucapkan basmallah, Miranda menguatkan tekadnya.

Deringan masuk terdengar di sisi telinganya, degup an jantung pun kian membara. Oh, hati tolong berdetak dengan normal.

“Assalamualaikum?”

Jeda tiga detik, kini telah membuat Miranda berkeringat dingin. Alunan suara di sebrang sana membuat pacuan adrenalinnya bergetar. “Waalaikumsalam. Ini saya, Pak,” lirih Miranda bersamaan suara pelannya.

“Siapa?” kilah Mirzan di sebrang sana.

“Miranda  ... Miranda Al-Maqsurah.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Heart Order To Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang