(١٠) Kekalahan Waktu

1.3K 89 5
                                    

Bismillahirrohmanirrohim©
Selamat membaca¡
Typo bertebaran^^

Vote komen gaess

📝@haffaza
10. Kekalahan Waktu

"Cinta adalah tentang waktu."
|Bi Idznillah, Shalihah|

Cinta itu tentang kesederhanaan yang seakan menggebu di hati, menggerogoti isi jiwa yang kelamaan akan menjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cinta itu tentang kesederhanaan yang seakan menggebu di hati, menggerogoti isi jiwa yang kelamaan akan menjadi. Ejaannya teramat sederhana, namun di balik formulanya ada beribu makna tersiratkan.

Perempuan yang kini telah menjelma menjadi sosok yang berusaha tegar, kembali rapuh tak mengenal jiwa. Miranda tertawa sumbang, merutuki dirinya sendiri bisa-bisanya bersikap seolah masih berharap. Seharusnya dengan pertemuan ini ia mampu mengobati hati yang pelik, menghapus tiap butir rasa dengan seiringnya. Bukan perihal cinta, tapi bagi Miranda bagaimana kobaran rasa itu hilang dengan sendirinya?

Seolah sangat rumit. Karena cinta adalah tentang waktu, saat bait aksara itu perlahan mengenal sifat-sifat rasa. Penginapan yang ditempati oleh Miranda serta pegawai yang lain cukup lebar, hanya saja penginapan khusus akhwat dan ikhwan terpisah. Bangunan yang ditempati oleh para kaum adam tepat bersebelahan dengan penginapan mereka.

Kini Miranda mengenakan bergo sebatas pusat lalu membuka knop pintu menuju dapur dengan alibi dirinya haus. Langkah kakinya hanya ditemani seulas hawa dingin di malam yang tak begitu larut sekali. Mendongak sembari menyipit, manik matanya terarah pada benda berbentuk oval dengan jarum pendek menuju pukul sepuluh.

Teman sekamarnya pun kini terbaring seraya mendengkur halus akibat terjangan letih di siang tadi. Miranda menghidupkan saklar lalu menuju pantry dengan menuangkan segelas air putih. Pandangan Miranda melemah, kelopak matanya seakan mendukung tak ingin terpejam. Udara di sekitar sini pun cukup dingin di malam hari dan untung saja perempuan ini telah mengenakan mantel mocca berbulu.

Sandal rumah beraksen cuping kelinci putih menemani kesendirian Miranda, sampai marmer dingin ini pun tak berani menyengat kulit putihnya.

Langkah kakinya menuju halaman belakang dengan tanah tak terlalu lebar serta di bubuhi rumput hijau. Miranda menghirup oksigen lamat-lamat menghilangkan separuh irisan luka, setidaknya.

Pertemuan Miranda dan Mirzan seolah tabuh untuk dijadikan kenangan, sebab tak ada pengalaman indah untuk dilabelkan. Mengulum senyum, Miranda hanya tak habis pikir bagaimana takdir Allah mengatur itu semua. Sampai kata-kata tak mampu lagi untuk disematkan pada tiap peristiwa antara ia dan Mirzan.

Ibaratnya Miranda hanya pengukir kala waktu itu.

Serentak Miranda menghembuskan napasnya gusar, lilitan dilema menjadi-jadi di pikirannya. "Kamu tahu? Aku terlalu takut untuk menyapa, namun hati mendesak untuk kesekian kalinya," jujur Miranda yang hanya dijawab oleh semilir angin. Rembulan menetralisir kegundahan yang terpaut dalam jiwa.

The Heart Order To Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang