Assalamu'alaikum Warahmatuulah
Bismillah ...Jangan jadi silent reader, ya. Cukup Love in Silence saja 😋
Happy Reading!
❤️
Bagaimana aku bisa memaafkan saat derita itu selalu berbunga? Bagaimana aku bisa mengikhlaskan kini pun aku masih tak mampu untuk melupakan?
Setiap anak perempuan mendambakan kasih sayang dari seorang ibu. Entah kecupan manis ataupun pelukan yang amat di nantikan, kini bergulir pada Miranda. Tubuhnya membeku tatkala wanita yang ia panggil 'ibu' mengecup pucuk kepalanya dengan rindu. Betapa tak tertegunnya ketika telapak tangan yang selalu didambakan membelai kulitnya. “Ibu ...,” lirihnya pelan, membiarkan pelukan itu tak ada jarak. Ia takut ini mimpi, maka biarkan dirinya merasakan terlebih dahulu cinta ini.
Tak terputus rindu yang selalu tersematkan di sanubarinya, lalu datang sengaja di nalurinya. “Ummi ...,” Miranda tak henti merapalkan dan memanggil nama tersebut. Yang dirasa menjadi paduan pas untuk mimpi di sore ini.
Namun belaian halus Ummi pipinya makin terasa, membuat Miranda segera sadar kembali. Kembali di sekian lama tak bersua membuat irama jantung terus berdetak. Kini ia membuat jarak dan melepaskan pelukan sang ibu.
“Maaf, Miranda ... Maaf sebab Ummi baru datang.”
Kenapa takdir di kehidupannya memperolok menjadi satu? Kenapa harus merasakan pelik lagi, disaat masalah sebelumnya belum mampu ia hadapi. Wallahi ... Miranda tak mampu untuk memutuskan ini semua. Ia bukanlah perempuan dengan sejuta kesabaran dalam benaknya, ia adalah perempuan yang masih belajar untuk menoreh dalam sukma tentang ikhlas sesungguhnya.
Miranda tak berani untuk mengatakan bahwa ia telah memaafkan sosok wanita yang telah berjuang untuk meregang nyawa melahirkannya. Tetapi, ia takut menjadi anak durhaka jika tak memberi kesempatan kepada ummi.
“Jika memang kamu belum bisa memaafkan Ummi, kali ini terima Ummi untuk membalas itu semua, Mir.”
Bibirnya terkatup, bungkam dengan seribu bahasanya. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan, namun tak semudah untuk memutuskan itu semua. Untuk meredam itu semua, Miranda membuka pintu dan mempersilakan agar ummi untuk masuk terlebih dahulu.
Kini, darah yang mengalir sama di tubuh mereka masing-masing berdesir hebat. Entah diartikan seperti apa, namun Miranda merasakan kekuatan untuk tetap tersenyum dalam nalurinya. Mungkin ini yang dinamakan kekuatan batin antara ibu dan anak. Untuk bersatu padu walau badai memisahkan.
“Mir, boleh Ummi menginap di sini? Menemani kamu.” Azizah melepas kaca mata hitam yang melekat indah menghias wajahnya. Walau gelar aktris tak menempel lagi dalam dirinya, namun Azizah tetap berjaga-jaga.
Miranda menelan ludah sambil memantapkan hati kembali. “Di-di mana su-suami, Ummi?” ucapnya parau.
Senyum simpul berhasil membingkai sandiwara dalam benak Azizah. “Ummi dari Jakarta ke sini sendiri. Ummi baru tahu kemarin dari Naufal bahwa Mas Faras meninggal, nak.”
'Nak.' Panggilan yang amat Miranda rindukan. Panggilan sayang untuknya telah lama tak menyapa telinga, lalu kali ini sebutan itu memberikan secarik asa serta mengobarkan hasrat di jiwa. Miranda tak menjawab, hanya mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heart Order To Love [SELESAI]
Tâm linhMiranda tidak pernah menduga pertemuan pertama dengan lelaki itu akan seperti ini. Ditambah lagi lambat laun tumbuh perasaan yang memekar di hati. Lelaki itu Mirzan, seorang pribumi yang hidupnya luntang-lantung berhari-hari. Lelaki yang mudah putus...