(٠٦) Kilas Balik Ummu

1.6K 97 1
                                    

Happy Reading serta jangan lupa vote dan komen:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading serta jangan lupa vote dan komen:)

×××××

Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Jika hilang sudah akhlaknya, maka lenyap jua moral yang dibangunnya.

|Bi Idznillah, Shalihah|
@Haffaza

Mentari seakan mengerjabkan cahayanya yang benderang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mentari seakan mengerjabkan cahayanya yang benderang. Menyelimuti dirinya di tengah-tengah awan, seolah-olah ragu muncul menyapa bibir dunia. Sinar yang seharusnya terik pada pukul delapan ini pun nampak mendung layaknya ingin mengadu pada sang pencipta bahwa ada seseorang yang kini teramat memperhatinkan.

Gadis yang kini telah menjelma bak dewi terhempas begitu saja oleh nestapa. Duduk meringkuk menyesali ribuan tahun yang dilewati begitu saja demi menyongsong segepok uang yang tidak akan mengikrarkan kebahagiaan. "Abi, maafkan Miranda yang tadi marah sama Abi demi membela Ibu," ucap perempuan yang kini sedang duduk bersandar di bawah pohon menghadap kolam utama yang berbentuk lingkaran. Di tengah kolam besar tersebut ada jembatan merah yang menjadi perantara untuk menuju sebrang sana.

Pipi putih yang hanya diberi bedak bayi tadi pun seakan menghilang diterpa likuid bening. Miranda merasa diperhatikan oleh seseorang, lalu sejurus kemudian ia menoleh ke belakang. Cepat-cepat Miranda membersihkan cairan di sekitar pipinya saat tahu lelaki itu Mirzan. Mengapa bisa lupa bahwa ia tadi pergi dengan Mirzan! Ia pun merutuki diri sendiri.

"Jangan menangis," tegur Mirzan seraya duduk di sebelah Miranda mengecap hawa dingin melalui rumput hijau.

Gestur tubuhnya pun salah tingkah. "Saya nggak nangis,"dusta Miranda dengan mimik yang kentara sekali tidak sesuai dengan fakta.

"Dia Ibumu?" cetus Mirzan tanpa menatap balik perempuan di sampingnya.

Kening Miranda berkedut, gugup setengah mati mendapat pertanyaan yang seakan ingin ia tutup rapat-rapat. Yang bisa dilakukan Miranda pun hanya menggigit bibir bawahnya. Dilema seolah meremukkan akalnya. "Bukan," jawab Miranda dengan suara lesu. Bibirnya mengulum senyum menatap orang-orang yang berada di jembatan tertawa lebar menikmati kebahagiaan mereka di pagi hari ini. "Nggak mungkin saya punya Ibu yang terkenal. Gaya saya aja seperti ini," lanjutnya seraya mengambil botol minum di tasnya lalu meneguk sampai ke tenggorokan.

The Heart Order To Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang