Assalamu'alaikum✔️
BismillahJangan jadi silent reader, ya. Cukup tekan bintang sudah buat aku bahagia, kok 😚
Happy Reading!
❤️
Setiap perempuan mempunyai kadar keikhlasan yang sangat besar, buktinya mereka sabar menunggu tanpa ingin mengungkapkan perasaan terlebih dahulu.
🍒
Satu pekan terlewat tanpa aktivitas. Pun menjadi keputusan yang telah diambilnya. Tak kembali mengajar di desa pelosok, tak melakukan dinamika yang dinamis. Pun tak memikirkan masa depan finansial untuk masa yang akan datang. Pikirannya seolah memuncak kolektif, bercabang dan merongrong di hati.
Tak lama beraktivitas membuat Miranda kehilangan birahi untuk mendidik generasi. Menjadi madrasah bagi anak-anak di penjuru dunia ini. Banyak yang mengajak bahkan memberi teguran padanya bahwa ia harus aktif lagi dalam dunia pendidikan. Berduka itu boleh, namun tak selamanya ia tersesat dalam jalan itu. Karena bukan ia saja, berjuta-juta manusia pun mengalami gundah dalam diri.
Dan kini tepat satu pekan, Miranda merasa dalam kesesakan, tapi ia harus bangkit dan harus memulai sesuatu yang baru. Kali ini keputusannya harus resign di taman kanak-kanak yang telah satu tahun menjadikannya seperti ini. Seorang guru yang tergelar dalam dirinya.
Kalau pun Miranda tetap memilih mengajar di Salsabila, ia harus konsekuensi untuk tetap menjadi bagian dari penugasan di desa pelosok itu. Tapi Miranda tak kuat, saat memikirkan saat-saat ia meninggalkan abi demi sebuah pekerjaan.
Untuk beberapa hari ini pun, Rere menjadi teman satu atapnya. Sebagai anak indekos yang jauh dari orangtua membuat Rere untuk tinggal bersamanya saja. Daripada ia sendiri dalam sepi, setidaknya ada pelengkap ramai di rumah ini.
“Re, aku harus ke Salsabila dulu untuk memberikan surat resign ini,” gumam Miranda seraya meneguk air botol mineral. Di hadapannya ada lauk-pauk yang di masak langsung oleh Rere.
“Terus mau cari kerja di mana, Mir? Sekarang susah mau cari kerja,” pekik Rere dari dapur. “Kamu balik ke sana, tenangin hati kamu di sana, Mir. Jangan asal ambil keputusan, nggak baik terburu-buru.”
Miranda mendesah seraya memijit pelipisnya. Badannya semakin kurus saja dan lingkaran di area bawah mata nampak hitam membuat Miranda berantakan dan tak sesuai dengan kehidupan yang lamanya.
“Aku kemarin kirim lamaran kerja lewat e-mail di bimbel dekat ruko depan. Supaya aku fokus untuk mengajar saja Re, nggak terlalu mengurus perdata seperti di SD Salsabila. Dan alhamdulillah aku dapat balasan untuk segera interviu. Do'a kan ya, Rere.”
Sebenarnya nggak itu saja, Re. Aku harus menjauhi Mirzan, aku terlalu naif jika telah mengatakan untuk memaafkannya.
Pelukan hangat untuk Miranda sebagai rasa syukur Rere karena sahabat karibnya itu tak lagi masygul semenjak peninggalan abinya. Bahkan yang Rere sesalkan, sang ibunda Miranda sama sekali tak datang ataupun mengucapkan bela sungkawa. Rere takut membuka obrolan mengenai itu, hanya saja menjadi pejanggal dalam hatinya. Mungkin pun hati Miranda juga.
“Aku ikut kata hatimu saja. Karena yang menjalani itu kamu, jadi aku percaya kamu pasti telah memikirkannya matang-matang.”
Miranda mengulum senyumnya. Sebenarnya ada yang ingin ia sampaikan kepada Rere terkait organisasi yang dari kuliah itu mereka geluti. “Rere,” tegurnya pelan, “Aku mau keluar saja dari PKM, aku ngerasa sudah lalai, Re.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heart Order To Love [SELESAI]
EspiritualMiranda tidak pernah menduga pertemuan pertama dengan lelaki itu akan seperti ini. Ditambah lagi lambat laun tumbuh perasaan yang memekar di hati. Lelaki itu Mirzan, seorang pribumi yang hidupnya luntang-lantung berhari-hari. Lelaki yang mudah putus...