03. ICE CREAM DAN BONEKA

3.8K 402 12
                                    

Prilly menarik tangan Ali ke sebuah kedai ice cream langganan milik-nya. Bukan langganan lagi, kedai ice cream ini sudah dibeli Papi Prilly hanya untuk menyenangkan hati putri bungsunya itu."Ali mau makan ice cream yang mana? Bentuk apa? Rasa apa?" Prilly memperlihatkan menu menu unggulan kedai keluarganya.

Ali menggaruk tengkuknya yang tak gatal,"Emm.. saya-- samain aja sama mbak Prilly deh." Jawab cowok itu sopan.

Seorang pelayan mendatangi mereka."Prilly mau dua ice cream contong yang coklat, sama yang vanilla. Trus di atasnya di kasih lelehan keju-- Ali suka keju?" Prilly menoleh pada Ali.

"Lumayan."

Prilly mengangguk,"Terus di kasih hiasan permen kecil bentuk love di atasnya. Oiya, sama mesen waffel-nya yah. Yang paling gede." Pelayan itu mengangguk paham lalu mencatat semua pesanan Prilly dan pergi.

"Mbak Prilly suka banget toh sama ice cream?" Ali bertanya dengan cengegesan.

Prilly mengangguk,"Banget banget banget. Prilly suka ice cream rasa coklat, kalo Ali suka yang rasa apa?" Prilly menatap Ali lekat.

Ali deg-degan di tatap seperti itu oleh Prilly."Saya ndak suka ice cream sebenernya. Waktu kecil, saya sih suka-- cuma gara-gara ice cream, saya jadi demam tiga hari. Ibu marah besar, sejak saat itu ibu ngelarang saya makan ice cream terlalu banyak. Jadinya.. saya gak suka ice cream deh," Jelas Ali.

Prilly mengangguk angguk paham akan cerita Ali,"Oh jadi gitu.. Prilly sih pernah demam juga pas kecil tapi bukan gara-gara ice cream, tapi gara gara main hujan di depan rumah. Mami juga marahin Prilly," Gadis itu teringat akan sang Mami lagi.

Ali tersenyum,"Itumah emang cari penyakit Mbak, Bapak juga sering marah kalau saya mandi air hujan."

Prilly tertawa-- ternyata Ali orang-nya asik juga untuk di ajak ngobrol."Ali.. di Jakarta berapa lama?"

"Tiga bulanan atau lebih sih Mbak, saya juga kurang tahu." Ali menjawab jujur."Yah, walaupun saya sudah kangen Semarang."

"Kampung kok di kangenin." Prilly mencetus begitu saja tanpa memikirkan perasaan Ali.

Ali tersenyum lembut,"Walaupun Semarang itu kampung, tapi banyak hal yang saya pelajari dari sana. Semarang tempat tinggal saya dari kecil, saya.. nyaman disana."

"Iya Prilly tau. Ali gak betah tinggal disini bareng keluarga Prilly ya?" Tebak gadis itu.

Ali menggeleng,"Gak kok Mbak. Saya seneng tinggal sama Om Reimon. Baik dan ramah orang-nya, mbak Aurora juga." Ali nyengir kemudian.

"Terus sama Prilly enggak gitu?"

Ali terkekeh,"Mbak Prilly juga baik. Tapi sedikit.. pedes ngomong-nya." Ali memelankan suaranya saat mengucapkan kata pedas.

Prilly menatap Ali tak percaya."Ah masasih? Prilly gak suka makan cabai. Pedes-- Prilly bisa nangis kalau makan itu. Tapi, kok mulut Prilly pedes? Pedes apanya?" Prilly nyerocos.

Ali tertawa keras,"Gak kok gak. Lupain aja Mbak, saya berjanda."

"Salah Ali.. yang bener itu bercanda. Ali mah gimana sih?" Prilly protes sambil mengerucutkan bibirnya lucu.

"Permisi, ini pesanannya." Pesanan mereka berdua datang. Prilly memekik senang dan berteriak kata horay! Ali tersenyum melihat tingkah lucu Prilly. Gadis ini tidak seburuk yang ia kira.

°°°°

"Pi.. Aurora mau nanya."

Reimon menoleh,"Nanya apa Ra?"

Black Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang