12. Kecewa

63.3K 5.6K 131
                                    

Waktu terus berjalan, tak terasa Ramadhan kembali datang. Sakha begitu bersemangat menyambut Ramadhan dengan status barunya sebagai seorang suami. Ia membayangkan saat sahur dan berbuka nanti akan semakin semarak dengan kehadiran Alea sebagai istri. Ia bahkan sudah berbelanja bahan-bahan dapur untuk memudahkan Alea memasak.

Jam setengah tiga dini hari Sakha sudah bangun. Ia membangunkan istrinya dengan usapan lembut di pipinya.

“Sayang, bangun... Sahur yuk..”

Alea mengerjap. Ia mengucek matanya dan membukanya perlahan. Wajah tampan suami terpampang jelas di depan mata.

“Bangun sayang, sahur dulu.” Sakha mengulas senyum khasnya yang mencetak lesung pipi.

Alea masih mengantuk. Ia hampir memejamkan mata lagi tapi Sakha buru-buru mengusap pipinya.

“Ih, kok bobo lagi, sih? Ayo dong bangun. Kan mesti masak dulu. Aku deh yang masak, tapi kamu temeni aku di dapur."

Alea menatap Sakha yang tersenyum lembut. Ia sedikit mengerucutkan bibirnya.

“Gendoonggg....” rajuk Alea dengan nada manjanya.

Sakha mencubit pipi Alea pelan dengan gemas.

“Manja banget, sih...” Sakha duduk di ujung ranjang membelakangi Alea. Melihat Alea yang masih pasif, Sakha semakin gemas.

“Ayo katanya mau digendong...”

Alea membelalakkan matanya. Rupanya Sakha sudah pasang badan untuk menggendongnya.

Alea segera bangun. Ia bergerak maju dengan bertumpu pada kedua lutut. Ia membuka kakinya dan mengapit pinggang Sakha sedang tangannya mengalung di leher laki-laki itu. Bagian depan tubuhnya menempel di punggung sang suami. Kepalanya ia sandarkan di punggung Sakha.

Sakha tersenyum melihat tingkah Alea yang manja seperti anak kecil. Ia teringat akan masa kanak-kanak mereka. Alea pernah begitu manja pada orang tuanya. Bahkan ia pernah cemburu saat mama Nara begitu akrab dengan istrinya yang di masa kanak-kanak, ia sebut little devil. Ia juga pernah cemburu melihat ayahnya menggendong Alea kecil yang super ceriwis. Hingga kini, sang istri masih saja menggemaskan dan manja.

Sakha menggendong Alea dan membawanya ke dapur. Setiba di dapur, Sakha menurunkan Alea dari gendongannya.

“Aku ke kamar mandi dulu, ya. Mau cuci muka dan gosok gigi,” ucap Alea.

Sakha mengangguk, “Okay. Sahur kali ini masak simple aja ya. Telur dadar, tapi isiannya macam-macam.”

Alea mengangguk, “Okay.”

Alea berjalan menuju kamar mandi, sedangkan Sakha menyiapkan bahan-bahan untuk membuat telur dadar.

Telur dadar yang dibuat Sakha diberi isian sosis, bawang daun, jamur dan dibumbui bawang merah, bawang putih, garam, merica bubuk, dan sedikit cabai.

Keduanya makan bersama dengan perasaan berbunga-bunga. Ternyata indah sekali, menyantap sahur bersama pasangan halal. Terlebih ini adalah Ramadhan pertama bagi keduanya sebagai suami istri.

“Kok nggak dihabisin?” Sakha melirik piring Alea yang masih ada sisa nasi.

“Kalau makan dini hari gini kan emang kurang selera,” balas Alea.

Sakha menyendok nasi dan menyuapkannya ke mulut Alea. Awalnya Alea enggan membuka mulutnya, tapi Sakha membujuknya.

“Ayo dong habisin. Aku suapin.”

Alea pun takluk pada kelembutan sikap Sakha yang membujuknya untuk mau makan. Ia tersenyum disuapi suami, merasa diperlakukan bak ratu, dimanja, dan diperhatikan.

Dear, Pak Dosen 2 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang