38. Part 38

39.6K 4.2K 1K
                                    

Sepulang dari sekolah Ezar, Sakha terbayang akan pertemuannya dengan Alea. Debaran di dadanya masih terasa. Jika mendengar ego pribadi, dia ingin mendapatkan cinta Alea kembali. Namun seketika ia pun berpikir akan kebahagiaan Alea. Apa wanita itu akan bahagia jika kembali bersamanya? Terlebih sudah ada sosok Arfan yang tengah dekat dengan mantan istrinya itu. Dia juga akrab dengan Ezar. Lagi-lagi Sakha merasa minder. Ia merasa tak layak untuk Alea. Apa ia bisa membahagiakan Alea?

Sakha gelisah tak menentu. Ia seolah jatuh cinta kembali pada Alea. Memang rasa itu masih terjaga hingga detik ini. Namun pertemuannya dengan Alea memberi sensasi tersendiri. Ada rasa bahagia tapi juga rasa sakit yang datang bersamaan.

Sakha memejamkan mata. Kenangannya bersama Alea kembali berseliweran di kepala. Ia rindu akan nada manja Alea yang tengah merajuk, keseriusannya saat memasak, kecemburuannya, kecerewetannya, bahkan juga saat wanita itu ngambek tak jelas. Seulas senyum tersungging. Tenggelam dalam kenangan mungkin seperti fatamorgana. Namun setidaknya dengan cara itu Sakha bisa mengulang ke masa lalu, masa di mana ia dan Alea masih bersama.

Selalu menyesakkan. Kadang tanpa sadar, air mata itu lolos. Sakha buru-buru mengusapnya. Berpura-pura bahagia, tersenyum, dan seolah baik-baik saja adalah caranya untuk menutupi sisi lain dirinya yang rapuh. Ia isi kekosongan itu dengan menyibukkan diri. Mengaji, beribadah, mengajar, berdiskusi agama dengan rekan ustadz, bercanda dengan para santri, atau sekadar memberi makan ternak. Nyatanya, sosok Alea tak akan pernah pergi dari hatinya. Mendoakan kebahagiaan Alea adalah satu cara untuk menebus kesalahannya, meski ia tahu kesalahannya pada Alea sudah sedemikan besar.

******

Di tempat lain, Alea pun masih terbayang akan pertemuannya dengan Sakha. Ia tak menyangka, penampilan Sakha berubah drastis. Sikapnya pun berubah, menjadi lebih pendiam dan dingin. Ia sudah memantapkan hati untuk tak lagi memikirkan laki-laki itu, fokus pada kehidupannya, dan enggan memikirkan pernikahan meski sang mama kerap memintanya untuk segera menikah lagi. Namun ia tak bisa membohongi diri sendiri, ia masih mencintai Sakha.

Ia tak pernah mencurahkan isi hatinya pada sang Mama. Karena ia tahu, sang mama hanya akan menghakimi dan menyebutnya perempuan bodoh karena masih mencintai seseorang yang jelas-jelas telah menyakiti dan mengkhianatinya. Ia tulis semua curahan hatinya dalam diary. Dan ia hanya punya Zahra sebagai tempat berbagi cerita. Sahabat baiknya ini sudah menikah dengan Revan dan memiliki seorang putri berumur dua tahun.

Ia ingat akan perkataan Zahra. Meski sahabatnya ini sering kali selengekan tak jelas, tapi ada kalanya kata-katanya begitu dalam.

"Kamu merasa bodoh hanya karena masih mencintai Sakha? Sejak tahu arti jatuh cinta, kamu hanya cinta sama satu laki-laki, Sakha. Kalian menikah, punya anak, dan kini berpisah. Rasanya wajar jika kamu masih sulit untuk melupakannya. Cinta yang terbangun sekian tahun tak akan mungkin terhapus begitu saja, kendati sudah bertahun-tahun berpisah. Ini sangat natural, Alea."

"Bukankah semua orang berhak untuk kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya? Bukankah setiap orang berhak untuk memperbaiki diri? Aku tahu pengkhianatan itu selalu menyakitkan. Bukan aku membela Sakha. Sakha memang salah. Tapi apa kamu nggak mencoba melihat baik-baik rekaman di CCTV itu? Aku melihatnya karena ada yang share di grup WA. Kezia yang mendekatkan wajahnya pada wajah Sakha. Wanita itu tiba-tiba mengecup bibir Sakha. Sakha memang sempat terdiam, sepertinya ia kaget. Lalu Sakha mundur dan menunduk. Kalau memang dia memanfaatkan kesempatan, mungkin dia akan membalas ciuman itu atau bahkan menginap di hotel juga bersama Kezia. Tapi dia tidak menginap. Padahal waktu itu kamu masih di rumah mamamu."

"Kamu harus memikirkan Ezar juga. Kamu pernah ada di posisi Ezar. Semua anak pasti menginginkan kedua orang tuanya berkumpul. Sebenarnya kalau aku lihat, semuanya masih bisa diperbaiki. Tapi semuanya kembali ke kamu dan Sakha. Sertakan Allah untuk mengambil keputusan, minta petunjukNya."

Dear, Pak Dosen 2 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang