Kadang ada yang buru2 pengin konflik berakhir. Nggak bisa dipaksakan untuk cepat berakhir karena nanti proses penyelesaiannya memang gak sesimple itu. Gak ujuk-ujuk berakhir dengan penyesalan, karma, atau kayak di sinetron2 di mana tokohnya kena karma, jadi gembel, bangkrut tujuh turunan. Gak seperti itu ya. Sebisa mungkin yg dikedepankan itu pelajarannya, bagaimana menyikapi permasalahan dalam rumah tangga. Tak semudah itu memutuskan suatu hubungan karena fakta di real ketika pasangan bermasalah, banyak sekali hal2 yang harus dipertimbangkan, gak asal gegabah ambil keputusan atau harus berujung dengan kabur dll.
Banyak yg berpikir ketika punya hape rusak maka lebih baik dijual saja dan ganti yang baru, tapi sedikit yang berpikir, bagaimana jika memperbaiki dulu?
Semisal lelah membaca konflik di cerita ini, bisa stop untuk membaca karena aku masih ingin merangkai alur dan penyelesaian masalah yang gak gegabah, gak buru-buru, dan yang terpenting pesannya sampai.
Di sini aku juga belajar memandang dari sisi orang-orang yang pernah bermasalah seperti ini. Tidak mudah ada di posisi mereka dan tidak bijak menghakimi ini itu jika kita tidak pernah berjalan dengan sepatu mereka. Mudah-mudahan kita semua bisa belajar dari konflik di cerita ini.
Pagi cukup hectic untuk Sakha yang akan menghadiri sidang skripsi dua kali. Ia mencari-cari buku catatannya yang ia sendiri lupa di mana menyimpannya. Sakha membuka laci meja kerja Alea. Mungkin saja ia menyimpan bukunya di meja kerja sang istri.
Matanya terbelalak kala ia menemukan diary berwarn biru pastel. Ia tak tahu istrinya memiliki kebiasaan mencurahkan isi hatinya di diary.
Sakha membuka lembar demi lembar dan membaca rentetan huruf yang tertulis. Ia duduk dan membaca isi diary itu seksama. Ada gempuran rasa yang tak terdefinisikan dan seketika meluluhlantakan pertahanannya. Ada yang tercabik dan terasa begitu perih. Wanita itu, yang tulus mencintainya sudah lama memendam luka. Wanita itu kerap menangis dan dialah penyebabnya. Wanita itu kehilangan dirinya yang lama, dan dia juga yang menjadi alasan kenapa Alea menjadi setegar sekarang. Alea manja dan kekanakan sudah tak lagi ada.
Serangkaian rasa bersalah hadir, mengetuk sisi hati yang terdalam. Ia masih punya waktu untuk memperbaiki tapi ia menyadari hati Alea tak akan pernah lagi sama. Tidak ada pernikahan yang sempurna. Namun ia juga tahu, gelas yang retak tak akan kembali utuh sempurna meski telah direkatkan. Jejak goresan kaca yang retak itu tetap berbekas.
Sakha melangkah menuju dapur. Bayi mungilnya duduk di bouncer memainkan mainan kerincing, sedang Alea masih sibuk memasak.
Alea terkesiap kala kedua tangan yang tak asing melingkar di perutnya. Pelukan yang sudah lama tak ia rasakan. Untuk sejenak Alea membeku, berusaha membangunkan kesadaran bahwa pelukan itu nyata adanya.
Alea mematikan api dan tubuhnya masih menghadap pada kompor. Sedang Sakha masih tertegun, memeluk wanita itu dari belakang. Agak lama mereka terdiam, mencerna sesuatu yang sebenarnya tak asing tapi kini mendadak asing. Hati Alea bergemuruh tatkala ada yang merembes membasahi baju di bagian pundaknya. Sakha menangis?
Laki-laki itu tak berkata sepatah kata pun. Pelukannya bertambah erat. Kepalanya bersandar di bahu sang istri dan ia memejamkan mata. Rasanya sudah lama kehangatan seperti ini tak ia rasakan.
Perlahan Alea berbalik. Ia tatap sang suami yang menunduk. Manik bening itu seolah tak punya keberanian untuk membalas tatapan Alea yang memandangnya penuh tanya.
"Kenapa?"
Sakha terdiam. Setitik bulir bening jatuh. Ingin ia mengucapkan sesuatu tapi bibirnya kelu. Napasnya serasa sesak di ujung. Peluh menetes dari dahinya dan ini membuat Alea khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Pak Dosen 2 (Completed)
RomanceRank #1-lifestory 29/05/2020 Rank #1-kehidupan 23/02/2020 Rank #2-lifestory 23/06/2019 Rank #2-kuliah 11/08/2019 Untuk lebih memahami cerita ini silakan membaca Dear Pak Dosen dan Adira terlebih dahulu. Sesekali Sakha melirik gadis yang dulu ia julu...