"Papa...." Suara cempreng Ezar terdengar nyaring dari ujung telepon.
"Iya, sayang. Ada apa?" tanya Sakha lembut. Dua hari yang lalu anak itu baru saja menginap di rumah orang tuanya. Hari ini Sakha sudah merasa rindu.
"Papa ke sini, ya. Ezar semalam demam. Masih lemas..." Nada manja Ezar mengingatkannya pada manjanya Alea.
"Kamu sakit? Ya udah Papa nanti ke sana, ya. Ezar mau dibawain apa?" Sakha mengkhawatirkan Ezar.
"Pingin dibawain bubur kacang hijau buatan Papa."
Sakha mengangguk, "Baik, sayang. Nanti Papa bikinin bubur kacang hijau."
Sakha segera melangkah keluar kamar. Ia menuju ruang makan. Adik kembarnya, Ardi dan Ardan tengah sarapan. Sedang sang ayah sedang memberi pakan ikan di kolam.
"Ma...."
Nara yang tengah menyiapkan sepiring tumis brokoli pun menatapnya.
"Ada apa, Sakha?"
"Ajarin Sakha bikin bubur kacang hijau, ya."
"Tumben kamu pingin bikin bubur kacang hijau?"
Sakha tersenyum tipis, "Iya, semalam Ezar demam. Ezar minta Sakha bikinin bubur kacang hijau."
"Sekarang gimana keadaan Ezar?" raut wajah Nara tampak panik.
"Alhamdulillah udah membaik. Oya, Ma, sekalian ajarin Sakha masak semur jengkol, ya."
Nara melebarkan matanya, "Semur jengkol?"
"Kalau itu mah buat mamanya. Mbak Alea kan suka semur jengkol." Ardi tertawa kecil, diikuti tawa saudara kembarnya.
Sakha melirik dua adiknya.
"Hus, kalian tuh..."
"Emang betul kan, Mas?" gantian Ardan yang meledek.
Nara hanya tersenyum simpul.
"Iya, nanti Mama ajarin."
Nara mengajari Sakha dengan telaten. Tak sulit untuk Sakha mempelajarinya. Di pondok ia terbiasa belajar memasak. Namun ini pertama kali baginya memasak semur jengkol dan bubur kacang hijau. Ia berharap Ezar menyukai bubur buatannya. Ia juga berharap Alea menyukai masakannya.
Selesai memasak, Sakha melaju menuju rumah Diandra. Ia tak hanya membawa makanan, tapi juga satu tas Lego untuk Ezar. Anak itu mengingatkannya pada masa kanak-kanaknya yang sangat menyukai lego. Sepanjang jalan dadanya berdebar. Setiap kali membayangkan hendak bertemu Alea, kegugupan selalu melanda.
Setiba di rumah Diandra, Ezar yang memang sudah menunggunya memekik girang dan menghambur ke pelukannya. Keceriaan Ezar bertambah kala Sakha memberikan Lego baru untuknya juga bubur kacang hijau buatannya.
"Gimana keadaan Ezar? Semalam Ezar bilang demam?" Sakha meraba kening sang putra.
"Udah sembuh, Pa. Udah nggak demam lagi," balas Ezar dengan senyum yang mengembang.
"Alhamdulillah, syukurlah kalau Ezar sudah sembuh. Oma Nara juga ikut khawatir."
"Mama, aku ingin makan bubur kacang hijau buatan Papa..." Ezar menatap Alea yang duduk di sebelahnya.
"Iya, Mama ambilkan mangkok dan sendok."
"Oya, Alea, aku juga masak semur jengkol. Mama yang ngajarin. Moga kamu suka." Dengan perasaan berdebar dan sedikit malu, Sakha menyerahkan rantang berisi semur jengkol.
Alea terkesiap. Ia tak menyangka, Sakha masih ingat makanan kesukaannya bahkan memasak untuknya. Ia merasa tersanjung.
"Makasih... Kamu masih ingat masakan favoritku." Alea menerima rantang itu dengan perasaan tak menentu. Kadang ia berpikir, apakah pria itu masih mencintainya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Pak Dosen 2 (Completed)
RomanceRank #1-lifestory 29/05/2020 Rank #1-kehidupan 23/02/2020 Rank #2-lifestory 23/06/2019 Rank #2-kuliah 11/08/2019 Untuk lebih memahami cerita ini silakan membaca Dear Pak Dosen dan Adira terlebih dahulu. Sesekali Sakha melirik gadis yang dulu ia julu...