May We Bye

2.2K 299 6
                                        

Ini adalah cerita beberapa tahun ke belakang, pada hari-hari terakhir di bulan Mei ketika Mingyu dan Wonwoo belum terikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan. Ketika berkali-kali hubungan mereka berada di ujung tanduk, karena Wonwoo yang seringkali tak percaya diri dan Mingyu yang digilai banyak wanita. Pria tinggi berkulit kecokelatan itu bila mengutarakan pendapat terlalu sharp on point, amat sangat tidak cocok dengan kepribadian Wonwoo yang terlalu perasa. Dalam anggapan mereka berdua, mereka telah terlalu banyak mengalah terhadap pasangannya. Mingyu selalu menganggap bahwa ia yang lebih mengerti Wonwoo, tetapi bertolak belakang dengan isi kepala Wonwoo yang menganggap bahwa ialah yang lebih memahami dan sering mengalah terhadap Mingyu. Padahal, untuk kepribadian mereka yang sama-sama dominan, cerdas, dan kritis, mereka sudah saling beradaptasi dalam porsinya masing-masing.

"Aku sudah cukup mengerti, Mingyu. Coba saja kau bandingkan seperti apa perempuan lain jika kau mengingkari janji seperti kemarin. Apa mereka akan tetap bersikap biasa padamu? Apa mereka tidak akan mendiamkanmu seperti yang aku lakukan? Bayangkan aku menunggu, menahan sakit, hanya untuk menuruti kemauan kerasmu untuk mengantarku ke Rumah Sakit yang pada akhirnya, kau lupa." Wonwoo berbicara panjang lebar, meski tidak dengan intonasi tinggi dengan kesan marah, tetapi nada datarnya lebih menancap ke ulu hati.

"Kau mengungkitnya? Kau tidak tahu, seberapa aku menyesal. Kau tidak pernah tahu bahwa aku mengutuk diriku sendiri karena bisa-bisanya melupakan janjiku padamu. Selanjutnya, aku akan kembali menjadi aku yang kau kenal sebelumnya. Yang tidak pernah menjanjikan apa-apa." Tidak mau kalah, maka Mingyu berbicara membalas semua kata-kata Wonwoo.

"Oh tidak akan menjanjikan apa-apa? Baik, berarti untuk menikah itu juga hanya mimpi saja. Tidak perlu membuat janji padaku, berjanji saja pada perempuan lain yang sesuai ekspektasimu, Jeon Wonwoo memang tidak sebanding dengan Kim Mingyu sang Casanova." Kali ini suara Wonwoo agak meninggi sekitar setengah oktaf daripada sebelumnya.

"Terserahmu, Wonwoo." Sebaliknya, suara Mingyu melemah.

"Aku sedih Gyu ..."

"Tidak hanya kamu."

"Aku tetap ingin bersamamu."

"Kau aneh, Wonwoo."

"Kenapa?"

"Kau ingin tetap bersamaku, tapi kau tidak yakin. Kau bilang menikah hanya mimpi lah, apa lah. Aku tidak habis pikir."

"Ya karena kau bilang tidak akan menjanjikan apa-apa. Sedangkan menikah itu adalah perjanjian." Kini Wonwoo sedikit melunak.

"Tentu berbeda janji pernikahan dengan janji seperti kemarin. Pernikahan bukan hanya tentang janji namun juga tentang tujuan. Sudahlah, aku sudah bad mood."

"Pulang ke apartemenku, Gyu."

"Tidak perlu, aku takut makin keruh."

"Tidak akan. Kita tidak bisa sendiri-sendiri dalam keadaan seperti ini. Bukannya selesai, kita malah akan membangun spekulasi lain yang mungkin lebih buruk."

"Baiklah, kucoba pulang ke apartemennu."

Perdebatan keduanya di telepon berhenti sampai situ. Wonwoo menunggu Mingyu yang berkata bahwa ia akan pulang ke apartemen Wonwoo. Memang, masalah yang mereka hadapi hanya akan terasa keruh jjka mereka menunda untuk bertemu. Maka kali ini, seharusnya Wonwoo maupun Mingyu melepaskan jubah ego mereka ketika bertemu nanti.

~~~

Wonwoo masih setia menunggu Mingyu pulang dari restorannya, di sofa ruang tamu unit apartemennya. Sambil memandangi layar plasma yang menggelap, Wonwoo menguap beberapa kali menahan kantuk yang mendera. Ia sedikit menyesali perkataannya saat berdebat dengan Mingyu di telepon tadi sore. Seharusnya ia tidak mengatakan itu jika ingin hubungannya tidak terancam perpisahan. Bunyi klik pada pintu unit apartemennya menandakan bahwa seseorang telah memasukkan digit password yang benar. Sosok Mingyu dengan santai melangkah masuk. Membuka sepatu dan menaruhnya di rak. Menggantung jaket pada tiang penggantung di pojok ruangan. Dan menggulung lengan kemejanya hingga siku serta membuka kancing teratas kemejanya. Semua urutan prosesi yang tak berubah tiap ia pulang ke apartemen Wonwoo. Sedangkan pria manis bermata rubah itu hanya diam memandangi tiap langkah yang Mingyu ambil untuk tindakan kecilnya. Hingga pada akhirnya Mingyu mengambil tempat dan duduk di sebelah Wonwoo. Keduanyaㅡaku yakin sebenarnya mereka ingin lekas saling memeluk, namun sepertinya masih ada setipis sutera jubah ego yang menyelimuti mereka. Hampir puluhan menit mereka duduk berdiam diri. Hingga akhirnya Mingyu membuka suara.

"Kau belum tidur?" Dengan sedikit menoleh ia menatap Wonwoo sekilas.

"Aku menunggumu ..." Jawab Wonwoo dengan suara parau.

Entah apa yang merasuki Wonwoo, pria manis itu mengambil sepasang earphone, memasangkan earphone sebelah kanan ke telinga kanan Mingyu, dan yang sebelah kirinya untuk telinga kiri dirinya sendiri. Setengah lagu ballad terputar. Namun pergerakan Mingyu selanjutnya benar-benar tidak terpikirkan oleh Wonwoo. Mingyu menukar earphone-nya. Ia mengambil earphone kiri yang ada pada telinga Wonwoo untuk dipasang pada telinga kirinya, dan melepas earphone kanannya untuk ia pasangkan pada telinga kanan Wonwoo. Sehingga apa yang terjadi? Mereka bergeser menjadi lebih dekat karena terjebak oleh lilitan earphone yang tidak biasa posisinya. Wonwoo terpaku, Mingyu hanya tersenyum sambil mengusap pipi halus Wonwoo yang kini basah oleh air mata.

"Jangan menangis ..." Mingyu menenangkan.

"Aku minta maaf, tidak seharusnya aku bicara seperti itu." Wonwoo terisak pelan.

"Aku juga seharusnya tidak berkata begitu. Kita berdua telah salah. Sudah ... Mari tebus kesalahan kita." Mingyu kemudian memeluk Wonwoo dengan earphone yang masih melekat pada telinga mereka masing-masing.

"Aku mencintaimu Mingyu, aku tidak mau apa yang kukatakan tadi terjadi. Aku tidak mau berpisah."

"Tidak akan berpisah, percayalah."

Wonwoo mengangguk dalam dekapan hangat Mingyu, aroma parfum dan keringat sisa tadi pagi yang tercampur menjadi aroma memabukkan yang membuat candu tersendiri bagi Wonwoo. Selanjutnya hanya ada kecupan hangat yang semakin lama menjadi semakin dalam di antara mereka. Lalu selanjutnya lagi, sofa menjadi saksi penyatuan cinta mereka yang kesekian kali. Bagaimanapun juga, setebal apapun jubah ego yang menyelimuti mereka, tetapi mereka selalu tahu dan bisa menghadapinya dengan kepala dingin. Padahal Wonwoo sudah sejak sore menyiapkan hati dengan jawaban terperih dari Mingyu. Tidak terbayangkan bagaimana jika Mingyu mengiyakan ajakannya untuk berpisah, Wonwoo pasti akan menjadi manusia paling menyesal di muka bumi ini. Dan Mingyu juga bersyukur bahwa kata-kata kasar tidak terlontar dari mulutnya kepada Wonwoo. Lagi-lagi cinta selalu tahu kemana harus pulang, 'kan? Setelah ini mungkin Wonwoo harus lebih percaya diri dan melepaskan rasa insecure-nya terhadap perempuan di sekitar Mingyu. Karena bagaimanapun keadaannya, pria bermarga Kim itu selalu jatuh pada pelukannya.

~~~

P.S

Maaf lho update mulu ini Bittersweet-nya hehehe

Selamat membuka kotak Pandora 💕🍃
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa!

Bittersweet [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang