Bunyi-bunyi ini. Tunggu. Sepasang kaki itu berhenti berlari, menginjak ranting basah, lalu memutar tumit ke arah sebaliknya. Kepala Asa mendongak. Langit masih gelap. Rembulan berwarna pucat, bertengger ditemani bintang yang malu-malu menerangi malam. Pandangannya jatuh ke sekeliling, menyisir pohon-pohon raksasa yang akarnya mencuat gagah di tanah. Asa tak tahu dimana dia. Hanya bunyi-bunyi itu, petunjuk arah, yang membawanya hingga sampai di kaki bukit Tasha.
"Ada apa?" Asa bertanya lirih sembari merentangkan tangan ke batang pohon tua. Angin bergerak tenang memainkan rambutnya yang keluar dari cepolan. Memang hanya bunyi misterius, tapi hatinya bersikukuh ingin mengejar asal si bunyi.
Mata Asa mendadak membeliak. Dia mendengarnya. Itu bukan bunyi biasa. Itu suara. Suara... orang? Oh, tidak, apa sesuatu yang buruk telah terjadi?
Kembali kaki Asa berlari membelah kerimbunan pepohonan. Dia bergerak tak terkendali mengikuti nalurinya terhadap suara yang tertangkap inderanya. Beberapa kali terjerembab, terpeleset, dan terjatuh, sama sekali tak mengurangi tekad Asa mencapai sumber suara itu. Dia berlari, terus berlari, terengah dan basah keringat.
Aku harus tiba di sana, perintahnya pada kaki yang mulai mati rasa.
Asa jatuh tersangkut akar pohon yang tersembunyi kegelapan hutan. Dia bangkit, menyibak gaunnya, lalu berjalan hati-hati. Hutan semakin gelap, seiring semakin rapatnya pohon raksasa yang tumbuh. Udara dingin menyergap dan nyanyian burung malam mensyahdukan suasana.
"Ini terlalu gelap," keluh Asa lebih ke dirinya. Suara itu telah hilang dan Asa merasa ditinggalkan. Hutan tak dikenal, langit kelam, dan jiwanya yang menggedorkan kerinduan. Apa-apaan ini? Hatinya kesal dan ingin memberontak.
Satu kunang-kunang terbang rendah, perlahan-perlahan terbang tinggi hingga sejajar pandangan Asa. Beberapa detik Asa menatap kunang-kunang itu, sebelum menggeleng dan tertawa sinis.
"Aku mengeluh terlalu gelap dan kau, hutan, mengirimkan aku seekor kunang-kunang. Bagaimana jika aku bilang ingin terang? Sanggupkah kau memberiku penerangan di sini?" Ucap Asa ketus. Tak ada balasan, hutan lebat itu tetap senyap. Dia menghela napas pendek lalu mendesah tanpa tenaga. Usahanya sia-sia. Sejauh ini dan dia harus kembali ke kuil Penjaga Dunia tanpa hasil. Tanpa jawaban akan suara misterius itu.
Angin berhembus meniup rerumputan. Lama-lama menjadi agak kencang. Asa mengangkat kepala memerhatikan, berharap angin membawa desisan suara itu yang dapat dia jadikan acuan. Yang terdengar hanya gemerisik rerumputan diiringi bunyi ranting pohon yang diusili angin.
Asa tetap memfokuskan diri, tak ingin kehilangan kesempatan menemukan suara misterius kembali.
Dari balik rerumputan yang tingginya sejengkal, keluar bunga sebesar telapak tangan. Kelopaknya banyak, putik dan benang sarinya terlihat jelas, mirip bunga peony. Bunga-bunga itu mengeluarkan cahaya yang menerangi kegelapan hutan. Lama-lama jumlahnya bertambah hingga Asa takjub dari mana asal bunga-bunga itu. Asa menyadari sekelilingnya tampak luar biasa. Rumput membentang seperti danau hijau yang membentang di kaki pohon dan bunga-bunga itu layaknya lampion yang menyebar di atas permadani. Sekelilingnya terang benderang seketika.
Sudut bibirnya berkedut senang. Benar pelajaran yang diberikan Eoden. Sihir liarnya bukan menggerakan benda dan menciptakan apa yang tak ada menjadi ada. Bakat ini menyatukannya dengan alam, membuatnya menjangkau tanaman, menjembatani keinginannya dan apa yang dilakukan alam. Gallea akan berdecak kesal jika melihat hasil jerih payahnya memahami bakat ini telah menyebabkan seisi hutan bagai pasar malam yang dihiasi lampu cantikーalih-alih bunga misterius yang dapat mengeluarkan cahaya.
Asa melangkahkan kakinya dengan mantap menyisir hutan. Tak ada lagi cerita dia jatuh terjerembab akar dan terpeleset lumpur. Pijakannya empuk oleh rumput dan jalannya terang serta mulus, seolah akar tanaman bergeser membukakan jalan baginya. Itu benar, akar-akar tanaman bergeser untuk Asa. Ranting yang mengarah turun bergerak naik menghindarkan Asa dari segala benturan.
Senyuman di bibir Asa makin mengembang. Ini pengalaman gila, tak ayal sanggup menyentuh hatinya. Ratu Qinara jelas seorang yang diberkahi segala kebaikan semesta. Mir sungguh disayangkan tak sempat mencicip kemudahan duniawi ini. Dan Asa, ya tentu saja manusia dari belahan dunia lain ini, yang beruntung merasakan kebaikan alam.
Itu?
Langkah Asa terhenti. Matanya menyipit pada sosok di ujung sana. Makhluk apa itu? Pikirnya. Meneguk ludah susah payah, Asa maju pelan-pelan. Dia takut makhluk itu berbahaya. Meski telah mempelajari sihir, Asa tak yakin dalam keadaan terjepit dia ingat bagaimana memfokuskan diri untuk menciptakan magis. Makhluk itu besarnya sama dengan ukuran giyom pria, tidur dalam posisi telungkup. Tak banyak pergerakan yang dibuat makhluk itu, tak juga menutup kemungkinan Asa masuk dalam bahaya.
Pelan dan waspada, Asa mendekat. Sulur tanaman melayang di belakang punggungnya. Jika makhluk itu berani menyerang, Asa menyiapkan diri bertahan menggunakan sulur. Jantungnya bertalu makin kencang bersamaan dirinya berjarak lima langkah lagi dari makhluk itu.
Asa membuka telapak tangannya yang disambut sulur tanaman. "Ke sana dan pastikan makhluk itu membutuhkan bantuan. Aku meminta pertolonganmu dengan segala kerendahan hati," bisik Asa. Sulur itu bergerak turun ke rumput, melata bagai ular licin. Dalam sekali usaha, sulur itu membalik badan makhluk...
"Thanay!" Asa menjerit kaget dan berlari menyongsong pria mengenaskan yang wajahnya kotor oleh darah.
"Apa yang terjadi?" Asa meletakan kepala Thanay ke pangkuan. Kondisinya mengenaskan dengan pakaian yang robek dan terbakar. Darah mengering di wajah dan sebagian badan. Deru napasnya tenang, menyebabkan Asa bertanya-tanya Thanay tengah tertidur atau pingsan.
###
THR datang di waktu yg tepat 😊🤘 betul kan sodara-sodara~

KAMU SEDANG MEMBACA
Sureal
Fantasía"AAAAKKHHH!!" Pandanganku buram. Entah apa yang sudah terjadi. Pisau itu ada di tangan gemetaran si pemuda. Darah segar merembes blous kuning gadingku. Si jalang memekik seperti melihat hantu. Papa berlari menyongsongku. Dan gelap. Ketika terbangun...