Tiga Puluh Satu

28.7K 3.4K 97
                                        

Inatra menggertakkan gigi manakala angin malam berhembus ke arahnya. Tangannya bergerak naik, menadah pada langit seolah akan ada sesuatu yang jatuh dari atas. Setelah beberapa menit berlalu, tak ada perubahan. Tangannya tetap kosong. Ketika telapak tangan pucat itu mengepal, gerak angin mulai tidak beraturan. Anak rambut yang jatuh di kening Inatra bergoyang keras. Inatra memejamkan mata. Kepalan tangan Inatra terbuka. Pelan dan pasti, sebuah pusaran angin sebesar kepalan tangan membentuk rupa.

Kelopak mata Inatra terbuka. Pusaran angin lenyap seketika. Suasana mendadak hening. Angin tak lagi menemani Inatra.

Bocah itu tidak memerlukan teman. Dia hanya menginginkan seseorang. Ibunya.

Airmata Inatra luruh ke pipi. Matanya menerawang pada kejauhan. Ada luka tersirat di sana. Begitu rentan akan kehancuran. Sudah beberapa hari mereka―yang menyebut diri sebagai giyom―mencari ibunya. Namun tidak ada barang satu kabar bahagia. Malan tuduhan pemberontak.

Inatra tidak tahu. Dia terlalu kecil untuk mengerti. Ayahnya juga tidak membagi sedikit pengetahuan akan situasi pelik ini.

Tapi Inatra tahu.

Dia sangat tahu, ibunya akan kembali. Tentu. Karena ibunya mencintainya.

Tangan Inatra naik ke wajah. Menghapus airmata kasar. Senyum lebar menghiasi wajah. Sebentar lagi, harapan ibunya selama ini dan keadilan kerajaan akan kembali.

Saat itu tiba, Inatra tahu dia akan mendapat pelukan terhangat.

***

"Kau yakin akan meninggalkan Yolessis?"

Obire menurunkan kepalanya yang besar, mensejajarkan tinggi Asa. Perisai kepalanya tak sanggup menutupi kesedihan yang tercetak pada auranya.

Tangan Asa terentang, mengelus moncong Obire. Bagian wajah yang terbuka dari perisai. "Aku harus pergi. Ada yang harus aku cari," jawab Asa dengan nada sedih.

"Kau selalu memiliki tempat untuk pulang ke Yolessis."

Obire menggeliat manja karena elusan Asa. Dia belum lahir sewaktu Ratu terdahulu hidup. Sekarang, setelah mengenal Asa dan diberitahu oleh seluruh naga tua bahwa Asa keturunan Ratu mereka, dia memahami kesetiaan yang dijaga naga. Ratu mereka memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan, suatu kekuatan yang terikat erat pada naga.

"Aku akan merindukanmu," ucap Asa. Dia tak sanggup mengiyakan tawaran Obire. Yolessis adalah tempat yang aman. Tempat terbaik melarikan diri atas kesakitan yang dipikulnya sejak penglihatan-penglihatan mengenai masa lalu Sang Ratu muncul. Meski dia ingin, ada seseorang yang menunggunya. Menantikan keadilan akan masa depannya.

"Kemana kau akan pergi?"

"Hanya membiarkan kakiku melangkah." Asa mengangkat kedua bahu tanpa tenaga. Dia belum punya rencana, tetapi tekad keluar dari Yolessis terlalu besar ditampung sendirian. Walau jika harus jujur, Asa tidak paham dari mana asal tekadnya.

"Pernahkah kau mendengar Hutan Timur?"

"Hutan Timur?" Asa pernah membacanya. Hutan yang disebut-sebut markas pemberontak. Seketika kecurigaan Asa menajam. "Apakah ada sesuatu di sana?"

"Tidak banyak. Hanya kerabat."

"Oh," Asa tidak yakin bagaimana menanggapi jawaban Obire. Namun tidak salah pula berkunjung ke sana. Dia butuh jeda beberapa waktu sebelum kembali ke kerajaan.

"Apakah perlu kuantar?"

Asa berpikir sejenak. Dia tidak mengenal Yolessis, maupun Hutan Timur. Peta kerajaan mempunyai gambaran yang unik akan keterangan kekuatan sihir yang mengacaukan pembaca peta pemula sepertinya. "Sebuah kehormatan, Tuan."

"Kebijaksaan mengiringi Ratu."

###

10/10/2018

SurealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang