"Apa tujuan kelompok mu?"
Pertanyaan itu mengalir dari mulut Jed. Tatapan setiap orang beralih padanya.
Gallea menyandarkan punggung dengan santai, lalu menyilangkan kaki, sikunya bertumpu pada lengan kursi. Kedua tangannya menjalin di depan perut. Pria itu dengan sengaja membuang waktu, mempermainkan kesabaran tamu yang mengelilinginya.
"Tujuan..." Gallea menyisir seisi ruangan. Permainannya masih berlanjut. Thanay menghawatirkan batas kesabaran Don yang rendah, sahabat nya itu bisa saja mengacau di tengah ketegangan. Lebih dari itu, Thanay mengantisipasi Jed. Tak ada yang tahu seberapa dalam pemikiran Jed, atau sedangkal kemurkaannya.
"Tidak ada tujuan kelompok," kata Gallea dengan suara mendayu. Don mencibir jawaban nya. Dalam hati Thanay sependapat. Nyaris mustahil seorang pemberontak dengan level sihir seperti Gallea sekonyong-konyong ditangkap prajurit tanpa embel kemampuan sihir. Tentu ada alasan. Sebuah tujuan. Apapun itu, yang jelas mempunyai rahasia di baliknya. Entah berkaitan atau tidak dengan Mir.
"Kau mungkin tak akan percaya, tapi aku datang ... karena mu," lanjut Gallea. Badannya menunduk ke depan, menunjuk terang-terangan perkataan itu untuk Jed.
Thanay dan Don saling melirik. Apa yang Gallea maksudkan adalah suatu teka-teki dalam benak mereka berdua. Mencari jawaban melalui Jed pun percuma. Raja mereka belum melepaskan tatapan dari Gallea. Kesunyian membungkus perlahan dalam ketegangan yang diantar kedua pasang mata Gallea dan Jed.
"Dengan senang hati aku akan mendengarkan alasanmu datang ke sini..." Jed menarik napas resah lantas melanjutkan, "Karena aku."
Gallea kembali ke posisi santai bersandar ke kursi. Raut kemenangan tercetak jelas. Di sisi lain, Jed tampak murung. Thanay enggan mengakui, tapi cukup memahami situasi Gallea dan Jed. Ada sesuatu mengenai Jed yang diketahui Gallea dan Gallea paham betapa rentan situasi Jed. Jika Jed sampai seputus asa itu, Thanay percaya apapun yang dicari Jed dari Gallea adalah sesuatu yang serius.
"Seberapa banyak yang ingin kau ketahui dari Sang Ratu?" Tanya Gallea. Suaranya yang menyenandung lembut kental akan ejekan.
Sang Ratu.
Napas Thanay tercekat. Hanya satu giyom berkuasa yang dipanggil sang ratu sejak kerajaan berpindah ke hutan barat Thunja. Giyom wanita paling berpengaruh yang menurut kabar angin sanggup memerintah makhluk dongeng bernama naga. Thanay mengamati dengan cermat respons Jed yang menegang.
"Adakah kebenaran dalam kisah Sang Ratu?" Tanya Jed. Dia benar-benar pintar menyembunyikan kekalutan yang tadi menggantung di wajahnya.
"Kebenaran..." Gallea menggaruk dagu menggunakan telunjuk kiri. "Kisah yang mana persisnya?"
Jakun Jed bergerak naik turun. Pria itu jelas menelan kekhawatiran sendirian. Sengaja menghindari tatapan penasaran Thanay dan Don. "Naga," lirih Jed menjawab.
"Ah, itu. Tentu saja. Itu kisah yang benar. Namun kau tahu, beberapa hal terjadi..." Gallea menggeleng, "kau belum tentu ingin tahu hal remeh itu."
"Beri tahu aku," pinta Jed terburu.
Thanay yakin dia melihat sebersit kelicikan dalam kilat mata Gallea. Sangat buruk membiarkan Jed dipermainkan Gallea. Meski ingin bertindak, Thanay hanya bisa menumpukan kepercayaan pada keputusan Jed. Thanay melirik Don. Urat leher Don menonjol, pertanda dia sedang menahan emosi. Ketika berpaling, Thanay menemukan Gallea melirik Don lalu melirik nya dengan sepasang mata cemerlang yang mengerikan.
"Sang Ratu memindahkan kerajaan persis seperti dalam legenda kerajaan. Menggunakan naga. Sekoloni naga. Setelah itu segalanya berubah. Ratu dikhianati. Dipenjara. Kemudian menyembunyikan puterinya."
"Tunggu!" Don sukar menahan diri. Wajahnya memerah oleh kemarahan. "Bualan apa yang kau katakan. Ratu meninggal sewaktu melahirkan puteranya."
Satu alis Gallea naik. Senyum mengejek nya merekah. "Putera? Ratu tak melahirkan putera asal kau tahu."
"Ratu melahirkan seorang putera," tukas Don lebih keras.
Gallea terkikik geli sambil memegang perut. Waktu berlalu dengan kerenyahan tawanya. Jed meletakkan sebelah telapak tangan pada dada Don, menghalangi sikap agresif yang akan dilakukan. Thanay membisu dengan masih mengolah cerita Gallea.
"Percayalah, sejarah dibuat untuk menutupi sesuatu," ucap Gallea. Jemarinya naik untuk mengusap airmata di sudut mata. "Kau akan menyesali kepercayaan mu pada kerajaan ini, Don. Kau hanya dibodohi. Rakyat dibodohi selama lebih dari seratus tahun."
Ketiga pria giyom itu terdiam. Mematung lebih tepatnya.
"Ratu dikhianati suaminya dan para menteri. Darahnya digunakan sebagai media memanggil naga. Selain itu, nyawa para penyihir murni dikorbankan demi memperkuat sihir pemanggil. Ketika Ratu tahu, segalanya terlambat. Suaminya memenjarakan nya di kamar mereka. Mengatakan dia sakit kepada rakyat lalu menyebarkan kabar kematian nya. Yang mana sebenarnya, Ratu kabur demi menyembunyikan puterinya."
"Jika dia belum meninggal seperti kabar itu, lalu kemana Ratu selama ini?"
Gallea memicing pada Don. Bibirnya berkedut menahan senyum kemenangan. Don telah terjerat dalam cerita nya. Gallea menoleh pada Jed yang mematung. Kemudian Thanay. Gallea melemparkan senyum kepada Thanay. Senyum penuh misteri yang menyebabkan bulu kuduk Thanay merinding.
"Ratu telah tiada setelah dia mencapai kuil Penjaga Dunia," jawab Gallea. Dia memandang satu per satu tamunya. "Tapi peninggalan nya masih di kerajaan ini."
"Peninggalan," desis Jed. Rahangnya mengeras.
"Kau tahu Jed," tegas Gallea. "Kau tahu persis kutukan Sang Ratu. Karena kau dan moyangmu penyebabnya."
Suasana mendadak dingin. Kupu-kupu yang tadi berterbangan di sekeliling mereka terbakar api, lenyap bersama sapuan angin. Bunga-bunga menguncup. Ruangan berubah temaram. Thanay mengamati semuanya. Membuat kesimpulan perubahan itu akibat perubahan emosi Gallea.
"Jangan menuding rajaku untuk sesuatu yang tidak benar!" Sergah Don. Dia menggebrak meja penuh amarah.
Gallea menantang balik pelototan Don. Tak ada ketakutan dalam matanya. Kekuatan sihir Gallea jelas alasan pria itu berani menantang pria sebesar Don.
"Rajamu adalah keturunan dari wanita selingkuhan suami Sang Ratu. Darahnya tak lebih dari darah giyom biasa. Sihirnya hanya secuil berkah yang tak akan menandingi keturunan murni Sang Ratu." Gallea melantunkan kisah seolah itu kisah yang seluruh dunia tahu.
Don menatap tak percaya pada Gallea dan Jed bergantian. Karena tidak memperoleh jawaban dari keduanya, dia menoleh pada Thanay. Thanay menggeleng, sama tidak tahunya dengan Don.
"Jed tahu itu. Dia tahu mengapa Raja Artha berkeras menguji sihir Mir..." Gallea membalas tatapan Thanay yang menegang. "Karena Mir masih keturunan Sang Ratu."
"Ap-apa?" Thanay merasa detak jantungnya kian melambat.
"Sebuah kejutan," Gallea tersenyum senang. Wajahnya yang tadi serius berubah santai. "Artha melakukan penyelidikan serius untuk mendapatkan keturunan Sang Ratu. Waktu itu ibu Mir. Artha melamar ibu Mir, tapi ditolak. Artha yang tidak menyukai penolakan sehingga membuat siasat jahat. Dia membuat semacam perang agar kedua orangtua Mir meninggal. Ketika Mir menjadi anak yatim piatu, dia mengangkat Mir menjadi anak demi keuntungannya. Kurasa kalian tahu apa saja hal gila yang dilakukan Artha pada Mir. Ipasha tentu cara mengeluarkan sihir Mir yang paling gila."
"Apa Mir tahu?" Tanya Thanay dengan suara tercekat.
"Aku rasa, dia banyak tahu. Tapi dia akan sangat terkejut saat tahu suaminya adalah antek Artha," jawab Gallea. Dia meraih cawan minumnya dan meneguk hingga tandas minuman di situ.
"Dimana Mir?" Jed mengeluarkan suara setelah lama terdiam.
Gallea menyeringai. Apapun niat Gallea, Jed telah termakan di dalamnya. Begitupun Don dan Thanay. Mereka terpecah dalam perbedaan pikiran. Tak pernah menyangka akan ada kisah kelam di balik sejarah kerajaan yang dipercaya selama ratusan tahun.
"Mir akan datang," kata Gallea penuh kepercayaan diri.
###
11/12/2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Sureal
Fantasy"AAAAKKHHH!!" Pandanganku buram. Entah apa yang sudah terjadi. Pisau itu ada di tangan gemetaran si pemuda. Darah segar merembes blous kuning gadingku. Si jalang memekik seperti melihat hantu. Papa berlari menyongsongku. Dan gelap. Ketika terbangun...