Tiga Puluh Dua

28.9K 3.3K 88
                                        

Ruangan itu begitu kecil, pintunya bahkan terlalu sempit untuk anak seusia Inatra. Namun Don telah bertanya pada penjaga penjara dan penjaga itu membenarkan adanya seorang pemberontak di dalam ruangan itu. Thanay tidak paham bagaimana caranya memasukkan orang ke dalam sana.

Jed masih diam, menatap misterius pintu penjara itu. Lorong mereka berdiri sangat kumuh. Lantainya campuran tanah basah dan kerikil, juga pasir. Atap lorong berbentuk cekung dan berwarna hitam, menambah suasana gelap penjara yang tidak memiliki sumber pencahayaan kecuali sebatang lilin yang dipegang Don. Aroma penjara bawah tanah ini sangat unik. Jahe. Untuk ruangan lembab dan jauh dari sinar matahari, aroma jahe terasa tidak awam.

"Kau akan masuk?" Tanya Don yang bosan menunggu keputusan Jed.

"Apa yang ingin kau ketahui dari orang di dalam?" Tanya Jed. Kepalanya berputar pada Thanay.

Ada keraguan yang timbul atas pertanyaan Jed. Thanay tentu ingin tahu keberadaan Mir dari si pemberontak. Namun itu malah menekankan dirinya mengakui tuduhan yang dilayangkan Willema. Di sisi lain, Thanay hanya punya pilihan bertanya pada si pemberontak.

"Pasti Mir," gumam Jed, tidak lagi menantikan jawaban Thanay. Dia menghirup napas dalam lalu menghembuskan cepat. Tanpa usaha sama sekali, gembok pintu kecil itu berderak. Perlahan bergerak membuka tanpa ada anak kunci yang masuk. Disusul daun pintu yang membuka lebar.

Thanay dan Jed saling melirik. Mereka bukan giyom berkekuatan sihir. Sehingga menduga Jed yang mengeluarkan kekuatan sihir untuk membuka pintu.

"Bukan aku yang membukanya," kata Jed, membantah dugaan yang tak terucap.

Thanay dan Don membelalak di balik punggung Jed. Jika bukan Jed, lalu siapa yang membuka gembok tanpa anak kunci?

"Aku rasa tamu kita menunggu dengan tidak sabar sampai membuka pintunya lebih dulu," komentar Jed. Kepalanya memutar sedikit, melirik Thanay dan Don yang masih diam. "Willema sepertinya tahu orang macam apa yang ditangkap kali ini."

Don mengangguk. Dia menarik sedikit kesimpulan bahwa Willema tidak segegabah itu menuntut hukuman berat untuk tersangka pemberontak kecuali ada alasan yang menguatkan. Kekuatan macam apa yang sanggup membuka gembok penjara yang berlapis sihir murni jelas merupakan alasan kuat Willema ingin melenyapkan siapapun di dalam sana.

Thanay tetap bungkam. Bukannya dia terpana akan keajaiban sihir membuka gembok, melainkan kengerian yang menjalar dalam badan. Jika pemberontak yang diganyang-ganyang dewan kerajaan adalah sekelompok giyom yang mempunyai kekuatan sihir yang mampu mematahkan sihir murni yang ditinggalkan mendiang Sang Ratu, mengapa kelompok ini hanya bergerilya di balik kerimbunan hutan alih-alih menyerbu langsung.

Jed berjongkok, menyamakan jarak pandangnya pada kegelapan di dalam sel penjara. "Kau yakin kami bisa masuk ke dalam?" Tanyanya entah pada siapa.

Terdengar suara kikikan kecil dari dalam sel. Thanay dan Don membungkuk, mengintip ke dalam sel, dan hanya menemukan kegelapan. Bau anyir darah merebak dari dalamnya.

"Willema akan senang menjadikanmu tambahan dalam sup makan malamnya," kata Jed ringan. Bibirnya menyeringai dan otot wajahnya berubah santai.

Don melirik Thanay penuh tanya. Thanay balas menggeleng sekali, tak paham juga.

"Aku harap pintu ini tidak akan rusak kalau aku memaksa masuk ke dalam. Kau tahu, pengeluaran kerajaan telah membuatku gila. Anggota dewan tambun senang sekali menyerahkan laporan sebelum aku pergi tidur," keluh Jed. Kepalanya menunduk makin dalam masuk ke dalam lubang, diikuti sebelah bahunya, lalu bahu lain. Badannya merangkak masuk ke dalam hingga lenyap ditelan kegelapan sel.

Don bergidik ngeri. Dia berbadan paling besar. Dua kali besar Thanay. Sungguh disangsikan bisa masuk ke dalam.

"Don, masuklah. Kau akan terkejut pada apa yang kutemukan," teriak Jed dari dalam.

SurealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang