27|| Alasan Bahagia

46 11 0
                                    

"Satu kebohongan bisa menghancurkan suatu saat nanti"

Aksa menghentikan mobilnya diparkiran sebuah taman. Cowok itu keluar dari mobil diikuti Floretta.

"Mau kemana?" Tanya Aksa.

"Kesana yuk!" Tunjuk Floretta ke arah sebuah kursi panjang dibawah pohon rindang yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Aksa mengangguk. Lalu keduanya berjalan menuju kursi yang ditunjuk Floretta tadi

Floretta mengedarkan pandangannya. Lalu tatapanya terhenti pada sebuah ayunan yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk.

"Lo kenapa?" Tanya Aksa saat tak sengaja melihat mata Floretta berkaca-kaca. Floretta langsung menyeka matanya, cewek itu menggeleng pelan.

"Nggak apa-apa. Cuma keinget kenangan lama aja," ujar Floretta. "Maaf ya, aku jadi cengeng banget begini," lanjutnya. Entah mengapa, sejak mendatangi makam ayahnya bersama Aksa beberapa waktu yang lalu, Floretta kini menjadi lebih cengeng.

Mungkin karena ia merasa kini ada seseorang yang bersedia memberikan dia sandaran saat ia bersedih.

"Mau cerita?" Tanya Aksa. Floretta menoleh menatap cowok itu.

"Boleh?" Tanyanya. Aksa mengangguk.

"Dulu waktu aku masih kecil, setiap hari minggu ayah selalu ngajakin aku kesini," ujar Floretta memulai ceritanya. "Sama mama juga. Aku sering duduk di ayunan itu," tunjuk Floretta pada ayunan yang sedaritadi diperhatikannya.

"Mama yang dorongin ayunan itu, sedangkan ayah beliin aku es krim," ujar Floretta dengan pandangan menerawang, seperti mengingat kembali kebersamaan dengan keluarganya dulu.

"Sayang banget sama Ayah," ujar Floretta sembari tersenyum.

"Boleh tanya?" Floretta mengangguk.

"Keluarga lo saat ini?"

Floretta terdiam beberapa saat. Menimbang kembali apa yang akan dikatakannya. "Baik. Semuanya baik," ujar Floretta. Memilih berbohong. Bukan berbohong sebenarnya, tetapi menyembunyikan kebenaran.

Floretta rasa ia tak perlu menceritakan masalah keluarganya. Bukan apa-apa, masalah Aksa sendiri saja sudah se rumit itu. Floretta tak ingin menambah masalah cowok itu.

"Papa baik kok, keluarga aku juga bahagia sama seperti dulu. Tapi ya gitu, aku masih sering kangen sama Ayah," ujar Floretta lagi.

Aksa mengangguk, mempercayai apa yang dikatakan Floretta. Karena memang, cewek itu memasang wajah berbinar untuk menutupi kebohongannya.

"Mau gue beliin es krim?" Tawar Aksa. Floretta langsung mengangguk dengan wajah berbinar.

"Mau!"

Aksa tersenyum tipis, cowok itu mengusap puncak kepala Floretta sebelum beranjak untuk menuju kedai es krim. Floretta menatap punggung Aksa yang berjalan menjauh. Cewek itu menghela nafas lega.

Lega karena Aksa mempercayai apa yang dikatakannya tadi. Floretta tidak bermaksud menutup-nutupi, dia akan menceritakan semuanya tetapi nanti.

Floretta hanya tak menyadari, satu kebohongan bisa menghancurkan suatu saat nanti.

****

Mata Floretta membulat saat Aksa kembali dengan sekantong plastik es krim ditangannya.

"Kenapa beli banyak banget?" Tanya Floretta saat  Aksa sudah duduk kembali disampingnya.

"Gue nggak tau mana yang lo suka, jadi--"

"Kamu mutusin buat beli semuanya gitu?" Potong Floretta tak percaya. Aksa meringis lalu mengangguk. Floretta menggeleng, lantas mengambil kantong plastik itu dari tangan Aksa. Floretta membukanya.

FLORETTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang