GAST

184 35 10
                                    

Gue ngomong sekarang atau nanti aja, ya? Pikir Feli.

"Eh, tapi terserah lo, sih. Udah sore, gue balik, ya." Akhirnya Feli memutuskan untuk tidak membahasnya sekarang.

Teta mendongak. "Lah, udah? Gitu doang?"

Feli menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Ya... emangnya harus ngapain lagi?"

"Ck, ya, udah. Sono balik," usir Teta.

Feli menahan senyumnya. "Jangan ngambek gitu ah, 'kan gue jadi enak."

"Gila," ketus Teta.

Tapi tetap saja dia melepas alat lukisnya kemudian mengantar Feli sampai depan halamannya dan menunggu hingga bayangan Feli menghilang.

***

Felisya menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Dia memandang langit-langit menerawang, memikirkan kenyataan bahwa Teta benar naksir sama sahabat kecilnya, Andra.

Feli mengembuskan napas pelan, menutup mata sesaat namun segera dibuka lagi karena ia merasakan perubahan hawa kamarnya. Tapi, kenapa tidak ada siapa-siapa? Feli menyapu pandangan ke seluruh ruangan, masih tidak ada perubahan. Hanya ada dia sendiri.

Feli bisa merasakan suasana kamarnya yang semakin mengeruh, mendung. Angin di luar bertiup kencang hingga membuka pintu balkon kamar Feli, akses angin masuk semakin besar untuk meluluh-lantahkan. Semua jendela terbuka, menyebabkan kibasan korden terdengar seperti cambukan mengerikan. Buku-buku Felisya yang tersusun rapi di atas meja belajar menjadi berantakan, benda-benda ringan di meja riasnya beterbangan, seketika semua kaca di kamar itu pecah dan menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinga.

Felisya menutup telinga dengan kedua tangannya, ia berlari ke pojok ruangan dan bersembunyi di celah antara lemari dan dinding. Takut dirinya kena pecahan kaca atau pun hantaman benda lainnya.

Dari posisinya saat ini, Feli bisa melihat ke luar ruangan. Sosok makhluk terbang mendekat ke arah balkonnya. Dia... perempuan? Semakin mendekat dan menimbulkan guncangan yang kian membesar. Foto-foto di dinding Feli berjatuhan dan menghantam lantai dengan keras.

Feli menguatkan diri agar tidak takut, ia bertahan memfokuskan penglihatan. Sosok itu melihat tepat pada persembunyian Feli, dan Feli menatap balik.

Kaki dari sosok itu menyentuh teras kamar Feli dan... Magic! Semua kerusuhan tadi berhenti seketika. Tidak ada angin, tidak ada guncangan, tidak ada benda-benda beterbangan, dan tidak ada—suara detik jam? Apa ini? Waktu berhenti berjalan?

Felisya menatap pada jam dindingnya, ia mengucek mata beberapa kali. Kenapa ikut berhenti? Baterainya habis?

"Tidak." Sosok itu menjawab pertanyaan yang Feli pikirkan. "Keluarlah!" titah sosok itu dengan suara lembut namun tegas, seperti enggan mendengar bantahan apa pun.

Feli berdiri lalu menuntun kakinya menuju teras rumah, berjalan percaya diri tanpa ada rasa takut. Ia berhadapan dengan sosok itu dengan jarak hanya beberapa langkah. Feli meneliti sosok di hadapannya itu dengan seksama.

Perempuan dengan kulit pucat, rambut panjang, dan gaun hitam panjang yang menutup kakinya. Berparas anggun disertai tatapan mematikan. Kenapa Feli melihat ada dendam di dalam kedua bola mata makhluk di depannya ini? Semoga saja anggapannya salah. Bermasalah dengan makhluk dari dunia lain tidak semudah yang dibayangkan, percayalah.

Tak ada rasa takut sedikit pun yang menyelimuti hati Feli. Dengan tenang, ia menatap balik tatapan perempuan di hadapannya.

Feli tentu sadar dia bukan orang, dan mungkin bukan makhluk gentayangan seperti yang biasa ia temui. Kedatangan makhluk biasa tidak akan sampai memporak-porandakan benda-benda di sekitarnya hingga seburuk ini.

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang