WAPENS

90 12 0
                                    

Dinko melihat wajah teman-teman Feli yang terlihat sudah serius menyimak, kecuali Andra yang kalau bertatap mata dengannya, lelaki pemilik rambut pirang itu membuang pandangan karena masih takut.

Padahal ganteng gini, batin Dinko.

Dinko menarik napas lalu membuka mulut hendak menjelaskan, mereka semakin siap memperhatikan. "Nungguin, ya...."

Mereka serempak memasang wajah jengah.

"Ih, gemes," ujar Teta.

Andra menyela. "Kamu jangan gemes sama dia, Yang."

"Nggak, maksudnya itu gemes karena kelakuannya, udah serius ditungguin malah begitu," jelas Teta cepat karena tidak mau Andra cemburu.

Feli memasang wajah jijik pada gaya berpacaran kedua sahabatnya itu. Sedangkan Radit yang sudah tahu tabiat Dinko hanya memasang wajah datar.

Arga pun berkata, "Bro Jin, ayo dong serius. Biar Elgi cepet ketemu."

"Asik juga tuh, panggilan," ujar Dinko pada Arga. "Tapi, nggak semudah itu kalian bisa bawa sahabat kalian itu balik kalau pun ketemu sekarang juga."

"Maksudnya? Gimana-gimana?" tuntut Andra dengan keberanian yang mencuat sedikit.

"Oh, udah berani lo sama gue?" tanya Dinko.

"Astaga, ngomongnya jangan kemana-mana dong," sela Teta.

Feli yang menopang dagu dengan malas ikut menimbrung. "Lo semua baru sekali ini diginiin sama dia, gue belasan tahun dibikin kesel, bayangin aja rasanya."

Dinko tersenyum manis menanggapi ucapan Felisya. "Makasi, gue juga seneng bisa kenal sama lo."

Feli mengabaikan pangeran jin itu dengan menyembunyikan wajahnya diantara lipatan tangan yang ia letakkan di atas meja di depannya.

"Waktu gue bener-bener kebuang. Dari tadi nunggu dia nongol lama banget, sekarang udah nongol belum dikasi tau juga informasi tentang Elgi. Terus kapan lo ngomongnya?" tanya Arga geram.

"Tunggu gue mood," jawab Dinko singkat yang membuat seisi ruangan itu menatap tidak percaya.

Haha, demen banget ngerjain kalian makhluk lemah! seru Dinko dalam hati.

Pandangan pangeran jin itu mengarah pada pojok ruangan di mana Bocis berdiri, entah sejak kapan. Bocis yang dari tadi menunggu sang balder menatapnya balik akhirnya bisa memberitahukan sesuatu karena ia sudah mendapatkan atensi Dinko.

"Baldel, Laja minta Baldel bulu-bulu balik kalo ulusan udah kelal, katanya ada hal penting yang mau Laja tunjukin," beri tahu Bocis dengan tetap berdiri di posisinya.

Dinko merotasikan kedua matanya mendengar omongan Bocis yang cadel, namun dia tidak menanggapi. Pangeran jin itu akan menurut untuk cepat-cepat menyelesaikan urusannya, setelah itu ia bisa menemui sang ayah sesuai pemberitahuan Bocis. Setan berusia lima setengah abad yang menjelma menjadi balita menggemaskan itu menghilang setelah menyampaikan pesan sang raja kepada Dinko.

Dinko menatap wajah teman-teman Felisya satu-persatu, mereka senyap dengan raut wajah kesal karena menunggunya untuk memberitahukan keberadaan Elgi—sahabat mereka.

Dinko menarik napas dalam, lalu mulai membuka suara dengan iringan atensi Feli dan temannya terkumpul satu-persatu. "Elgi sahabat kalian, istilahnya sedang disandera di dunia gaib oleh anak buah Inka, mereka pikir itu adalah salah satu jalan untuk melemahkan kalian—terutama Feli. Kalau kalian mau Elgi selamat, kalian harus menemani Feli ke grenslijn manusia-dewa, bantu dia nemuin bewaker steen. Abis itu, kalian akan ketemu Elgi di malam bulan purnama dan kalian semua harus ikut Felisya ke dimensi gue malam itu, kalian harus, wajib, kudu nemenin cewek bawel ini pokoknya, nggak boleh jauh-jauh! Andra, Feli, nyokap kalian berdua harus ikut andil dalam hal ini kalau mereka mau kalian selamat. Kasi tau mereka tanpa ada yang ditutup-tutupi. Instruksi selanjutnya gue kabarin nanti, sekarang gue harus pergi. Bye!"

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang