OPPERVLAKTE

74 11 0
                                    

Singkat permasalahan, tadi malam Veni dibangunkan dari tidur lelapnya yang berlangsung sebentar karena anak gadisnya berkata bahwa ada tamu yang meminta izin menginap hanya untuk satu malam di rumah mereka.

Feli mengatakan bahwa Radit adalah teman satu sekolahnya, gadis itu hanya menceritakan sebagian dari latar belakang Raditya. Dia pikir, percuma juga menceritakan asal usul Radit yang begitu rumit saat itu. Beruntungnya, Veni memberi izin dengan begitu mudah karena kepercayaannya pada Feli jauh lebih mendominasi daripada kecurigaan.

Malam itu, Radit tidur di kamar Felisya, sedangkan si pemilik kamar tidur bersama sang mama di kamar Veni, karena di rumah itu hanya ada dua kamar, tidak ada ruangan yang disediakan khusus untuk tamu.

Mentari menyapa begitu cepat. Felisya sudah bangun dan rapi sejak fajar belum menampakkan diri, Veni yang melihat tingkah aneh anaknya hanya diam meski penasaran. Pasalnya, di hari libur seperti ini Feli biasanya akan berbaring ria sepanjang hari di atas ranjangnya, sangat susah untuk dibangunkan. Sedangkan sekarang? Gadis itu sudah mandi pada jam yang lebih pagi dari pada jam mandi saat berangkat sekolah.

Menyadari beberapa kali mendapati tatapan aneh dari sang mama, Feli hanya bisa nyengir kuda dan enggan memperpanjang, karena dia sadar hari ini dia kehilangan Feli yang biasanya.

Setelah mandi dan sholat, Feli sempat mengintip ke dalam kamarnya beberapa waktu lalu. Ia tahu tindakan itu tidak sopan, tapi rasanya beruntung saja saat pagi-pagi sudah bisa menatap wajah Radit yang menenangkan duduk nyaman menanti cahaya matahari membelai kulit di balkon kamarnya.

Felisya menyunggingkan senyum dalam diamnya di balik pintu, tapi ia tidak ingin mengganggu ketenangan pagi pertama lelaki itu berada di dimensinya.

Gue nggak pernah ngerasa pagi gue seindah ini sebelum lo hadir. Feli sempat membatin.

Gadis itu kemudian berlalu ke dapur, membantu Veni membuat sarapan lalu mereka makan diselingi sedikit obrolan.

Sekarang, jam di dinding menunjukkan pukul 13.15.

Arga, Andra, Radit, Teta, dan Feli sudah berkumpul sejak lima belas menit yang lalu di ruang tamu Feli. Mereka duduk di lantai mengitari sisi meja. Gadis indigo itu sudah menghubungi teman-temannya tadi pagi, ia meminta mereka berkumpul siang ini di rumahnya untuk membicarakan tentang keberadaan Elgi.

Namun, mereka belum memulai percakapan inti karena Feli bilang pada teman-temannya kalau mereka harus menunggu Dinko, karena Balder itulah yang akan memberitahu apa yang harus mereka lakukan.

Di antara teman-teman Feli yang mengobol ringan dengan Radit-untuk saling mengenal satu sama lain, hanya Andra yang bungkam sedari tadi. Lelaki berambut pirang itu terus-terusan memikirkan wujud Dinko, bagaimana mereka akan berinteraksi, apa yang akan setan itu lakukan, kapan dia akan menampakkan diri, dan banyak bentuk pertanyaan absurd lainnya.

Feli yang tahu akan ketakutan sahabat sedari kecilnya itu iseng menepuk punggung Andra sedikit kencang. "Woi!"

Gadis itu berhasil membuat Andra yang sedang melamun menjadi terlonjak kaget. Feli terkekeh, atensi teman-temannya yang lain teralih pada mereka.

"Lo kenapa sih, parnoan banget? Gue heran. Lo nggak akan diapa-apain, gue kan udah bilang Dinko itu nggak nyeremin kayak di film horor yang kita tonton, dia itu setan nyebelin! Lagian lo nggak akan bisa liat, apa yang lo takutin?" papar Feli panjang lebar.

Andra mendelik. "Lo nggak paham-paham ya, dibilangin. Yang namanya takut itu-"

"Nggak ada sebab."

"Nggak ada sebab."

"Nggak ada sebab."

Feli, Arga, dan Teta menyambung dengan posesif kalimat Andra secara bersamaan.

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang