PLAT

98 13 0
                                    

Dinko berbisik, "Biar lo belajar dari kesalahan."

Feli merasa ada yang berbeda dalam pelukan Dinko, entah kenapa ia merasakan beban yang menimpa sahabat beda dimensinya itu.

"Em, Pret, belum mau dilepasin? Pegel tau," lirih Feli disela pelukan mereka.

Dinko menegakkan tubuhnya lalu menatap Feli dalam dengan ekspresi datar, alasan pertama karena ia jengah di panggil kampret, alasan kedua karena ia ingin memberikan ruang untuk Feli bergerak.

Tidak perlu bicara lagi, Feli bisa menangkap ada lelah dan khawatir yang tersirat dari dalam sorot mata hijau milik Dinko.

"Mau cerita, lo khawatirin apa?" tanya Feli lembut.

Lo. Dinko menggeleng.

"Gue akan jadi Felisya yang dulu," ujar Feli meyakinkan Dinko yang enggan membuka suara.

"Feli yang tangguh?" tanya Dinko memastikan.

"Feli yang pemarah, hahaha...." Gelak tawa gadis itu memenuhi setiap sudut ruangan, dan juga mampu menularkan ke sudut bibir Dinko.

"Sial lo," umpat pangeran jin berwujud manusia tampan itu sambil terkekeh.

"Ya lagian, sok iye banget sedih-sedih depan gue. Gue sebenernya nggak perlu minta lo buat ceritain keluh kesah lo, kalo lo menganggap gue emang pantas jadi pendengar lo, lo bakalan lakuin itu tanpa harus gue paksa, kan?" tanya Feli retoris.

Dinko memasang wajah datar sebelum membuang muka, tidak ingin lagi ketahuan menyembunyikan rasa apa pun. Feli terlalu pandai membaca tingkah laku dan ekspresi, jadi dia harus berhati-hati.

"Oke, mungkin gue emang nggak pantes jadi pendengar lo," gumam Feli. "Jadi, apa yang bisa gue lakuin sekarang buat lo?" lanjutnya bertanya sembari menawarkan bantuan.

Dinko menoleh, menatap dalam ke lautan netra cokelat milik Feli. Mencoba menyelam dan mencari celah apakah ada sedikit saja ruang kosong yang belum terisi. Pikirannya kalut.

"Tidur, yuk," ajak Dinko. Ia hanya ingin dekapan sekarang.

"Modus mulu, heran," keluh Feli namun tetap berbalik melangkahkan kakinya ke ranjang. Feli tahu arti dari kata "tidur" yang Dinko maksud, Dinko hanya ingin mencari ketenangan sebelum ia bisa menemukan solusi dari setiap masalah yang menghampirinya secara beruntun.

Dinko menahan senyumnya saat melihat Feli setengah berbaring, sebagian punggungnya ia sandarkan ke kepala ranjang. Lelaki yang menyandang status sahabat beda dimensi itu mendekat kemudian ikut berbaring dengan posisi menyamping, menjadikan dada Felisya sebagai bantal, dan tubuh ramping gadis itu sebagai guling. Feli memeluk tubuh yang berukuran lebih besar darinya itu dengan dekapan hangat, meletakkan tangannya di punggung lelaki bermanik mata hijau itu meski tangannya hanya mampu saling menyentuh pergelangan. Dinko memejamkan mata rapat.

Nyaman.

Dinko selalu menemukan kata itu setiap ia memeluk Felisya Samantha, sahabat kecilnya. "Makasi," lirihnya.

Rona pudar menghiasi pipi Feli, kemudian jantungnya mulai berdegup tidak normal, terpacu lebih cepat meski tidak secepat sehabis lari marathon. "Hm," jawab Feli singkat.

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang