EEN TOELICHTING

109 16 1
                                    

"Aaaaa!"

Jika penyebab Felisya dan Teta berteriak beberapa waktu lalu adalah keusilan Andra, kini si pemilik kamar kembali dibuat histeris terkejut karena nyaring bunyi pintu balkon yang menghantam dinding sampai membuat kaca kamarnya bergetar.

Felisya melebarkan bola matanya, dan menyapu pandangan ke arah pintu balkon yang tak terdapat siapa pun di sana. Merasa aura berbeda di kamarnya, ia pun mengerti.

"Keluar nggak, lo!" titahnya sambil memicingkan mata. "Sampai hitungan ketiga lo nggak keluar, abis lo kebakar—"

"IYA-IYA, INI KELUAR KOK." Tiba-tiba Dinko terjatuh dari plafon hingga terhempas ke atas ranjang Feli, dengan santainya, kini ia berbaring di atas benda besar yang empuk itu. "Kebiasaan lo emang bisanya cuma ngancem pake ayat kursi, nggak ada yang lain apa? Ngancemnya nggak kreatif amat," gerutu pangeran jin itu.

"Bodo, tutupin pintu balkon gue!" titah Feli.

Dengan tatapan mendelik tajam ke dalam netra Feli, Dinko mengangkat jari telunjuknya kemudian menghentakkannya sedikit ke depan. Membuat pintu menghantam kusen dan menimbulkan suara yang cukup mengganggu pendengaran.

Feli menghentakkan kakinya ke lantai dengan kesal. "Lo tuh, ya! Gue tau lo itu setan yang bisa apa aja, mau rumah gue lo hancurin juga bakalan bisa lo bikin utuh lagi. Tapi, cobalah, bersikap normal aja. Lo nggak perlu nunjukkin kehebatan lo di depan gue, gue udah tau Dinko, udah tau!" Gadis dengan rambut sepinggang itu menekan intonasinya pada dua kata terakhir, tak lupa dengan ekspresi geramnya.

Dinko acuh tak acuh dengan omelan gadis itu, pangeran jin itu menumpu kepala di bagian belakang menggunakan kedua lengan tangannya, dengan kaki yang ia silangkan.

Feli semakin merasa kesal, ia pun memilih keluar kamar dengan kaki yang ia hentak-hentakkan di lantai. Dinko yang melihat Feli membuka pintu hanya berbasa-basi, "Mau ke mana lo?"

"Nggak usah belaga bego," ketus Feli tanpa membalik badannya.

Dinko berhasil dibuat terbahak, jelas setan itu tahu kalau Feli keluar karena ingin mengambil makanan-makanan ringannya. Tanpa diberi tahu pun, Dinko tahu apa yang sudah dan akan Felisya lakukan.

●●●

"Ta! Kita perlu bicara," ujar Andra sambil berlari kecil di halaman rumah Feli.

Teta yang beberapa langkah di depannya seperti enggan berhenti, kakinya terus melangkah tanpa menghiraukan panggilan Andra.

Andra mempercepat langkahnya, dan saat tangannya berhasil menahan pergelangan tangan milik Teta, ia segera membalik tubuh ramping gadis itu. "Teta, lo denger gue nggak, sih?" tanya Andra dengan mimik sedikit kesal.

Teta menatap Andra balik. "Lepasin," desisnya sembari mencoba melepaskan genggaman tangan Andra di tangannya.

"Nggak, kita harus ngomong," ulang Andra.

"Mau ngomongin apa, sih? Udah malem, gue mau pulang," elak Teta tanpa berhenti berusaha melepaskan diri.

Andra mencoba menahan pergerakan Teta. "Ta," panggilnya lembut, dengan sebelah tangannya memegang pipi chubby gadis itu, membuat Teta mau tidak mau harus membalas tatapan Andra. "Jangan kayak gini, ngomong bentar, ya? Abis itu gue yang anterin lo pulang," lanjut Andra.

Teta menghembuskan napasnya pelan, kemudian mengangguk menyetujui karena tidak tahan melihat tatapan memelas seorang Andra Carlson Tilford.

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang