INSTRUCTIES

90 12 0
                                    

Setelah sholat isya, Veni dan Feli berjalan menuju rumah Andra, jarak rumah mereka yang sangat dekat—satu rumah tetangga sebagai pemisah—membuat mereka tidak harus kerepotan menggunakan kendaraan untuk bertemu.

Saat sampai di halaman rumah Andra, posisi Feli berada di belakang Veni. Mamanya Feli sudah mengetuk pintu dan menunggu dipersilakan masuk oleh pemilik rumah, sedangkan Feli, langkah gadis itu terhenti karena atensinya terfokus pada sosok makhluk astral yang berteduh di bawah naungan pohon mangga yang lumayan rindang—di halaman depan rumah Lesta.

Sosok itu memperhatikan Feli lekat, dan tanpa rasa ragu, gadis itu balas menajamkan pengelihatannya.

Tubuh sosok itu dibalut jubah hitam, kepalanya tertutupi tudung dari jubah yang dikenakannya. Dalam remang-remang karena minimnya cahaya, Feli memicingkan mata.

Felisya sekarang bisa mengetahui kalau sosok yang berdiri beberapa meter di sampingnya itu adalah laki-laki, terlihat lumayan jelas dari sisi terang yang mendapati sorotan sinar lampu rumah Andra bahwa bentuk rahangnya tegas. Hanya saja terlihat seperti sedikit ... hancur. Ada garis hitam yang kentara dan percikan darah(?) Oh, tidak, itu lelehan dari kepalanya yang berlubang di bagian samping.

Feli menelisik wajah sosok lelaki itu pada bagian sebelahnya lagi, bagian wajah lelaki itu yang tidak mendapati cahaya sedikit pun. Benar-benar gelap. Ia tidak bisa melihat apa-apa.

Tunggu. Ada yang janggal, batin Feli.

Gadis indigo itu semakin mengumpulkan fokusnya, matanya menipis hingga berbentuk satu garis lurus.

Ternyata wajah sosok lelaki itu memang hanya ada sebelah.

Sosok itu mengerjap, Feli membeku.
Baru kali ini gadis itu merasakan bulu kuduknya berdiri. Selama ini, ia berjumpa dengan banyak bentuk setan mengerikan, bahkan lebih parah dari sosok di hadapannya sekarang ini. Tapi kenapa baru kali ini ia bisa merasakan hatinya sedikit terguncang?

Nggak, nggak boleh goyah. Kalo gue takut, gue akan kalah, ujar Feli meyakinkan dirinya dari dalam hati.

Feli lengah, ia lupa kalau makhluk astral bisa mendengar bisikan batin manusia dengan sangat baik.

Sosok berjubah hitam itu mengulas seringai misterius, senyum yang mampu mengunci Feli dalam posisinya, karena gadis itu sadar kalau ekspresi itu bukanlah pertanda yang baik.

Feli baru saja hendak bertanya dengan nada tinggi pada makhluk dari dimensi lain itu, saat mamanya—Veni menyerukan namanya. "Feli!" Gadis itu menoleh ke arah pintu rumah Andra yang ternyata sudah ada Lesta dengan senyum ramahnya di sana. "Kamu ngapain? Ayo, masuk!" ajak mamanya.

"Em ...." Feli melihat ke posisi makhluk tadi yang ternyata sudah menghilang. "Iya, Ma," jawabnya dengan kaki melangkah ragu untuk meninggalkan tempat itu karena di dalam lubuk hatinya, Feli masih sangat penasaran dengan sosok yang menampakkan dirinya barusan.

Lesta menuntun ibu dan anak itu menuju kamar Andra.

Setelah memasuki ruangan pribadi—kamar anak laki-laki tunggal Lesta, mereka mendapati remaja itu berbaring di balik selimut yang menutupi hingga ke dadanya, dengan ponsel di tangan sebelah kirinya.

Menyadari ada tamu, Andra sedikit terperanjat. Lebih kagetnya lagi karena yang datang adalah Felisya, sahabat yang tiba-tiba ngambek tanpa kejelasan di kantin tadi siang.

Andra mengubah posisinya menjadi duduk. "Eh, ada Tante." Matanya melihat ke arah Veni, kemudian bergantian ke arah gadis remaja di sebelahnya. "Fe-Feli," sapanya.

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang