MOBIL

101 14 2
                                    

Kicauan burung serta pancaran sinar matahari yang menembus gorden berwarna camel itu mampu mengusik Andra dari mimpi indahnya. Lelaki itu menggeliat di atas ranjang, dan tangannya tak sengaja menampar pipi lelaki yang berbaring di sebelahnya.

Sontak lelaki itu membuka mata karena terkejut. "Woi, Ndra! Yang bener aja lo, ah!" rutuknya.

Andra masih menatap sekitar dengan buram, ia memfokuskan pengelihatannya pada lelaki yang sedang mendumel itu.

Andra lupa kalau semalam Arga menginap di rumahnya.

Setelah main PS sampai jam tiga pagi, mereka berdua tepar karena kantuk yang menyerang. Jadilah sekarang mereka berdua bangun pukul sepuluh.

Mereka berdua sudah membuka mata lebar, namun tak bergerak. Dengan keadaan terlentang dan tatapan kosong ke langit-langit ruangan itu, mereka hanya diam. Tak ada yang bersuara. Mereka masih mengumpulkan nyawa yang ibaratnya sempat terberai.

Setelah dirasa cukup untuk berbaring diam tak bersuara dan tak berkedip, Andra bangun dari posisi terlentangnya menjadi duduk. Lelaki itu menyisir rambut bagian depannya ke belakang, kemudian ia menengok Arga yang masih bergeming. "Bangun, lo! Sarapan dulu yuk," ajak Andra.

Arga masih tak bergerak, ia hanya menjawab, "Hm."

Andra berlalu meninggalkan sahabatnya itu ke kamar mandi. Ia membersihkan muka dan menggosok gigi tanpa mandi. Setelah dirasa cukup bersih, lelaki dengan rambut pirang itu beranjak keluar dari kamar mandi, kemudian mendapati Arga tengah duduk melamun di tepi ranjang.

"Sono bersihin diri dulu, abis itu sarapan," ujar Andra.

"Sarapan apaan jam segini. Sarapan itu di bawah jam sembilan," balas Arga sambil melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang berada di kamar Andra.

Sedangkan pemilik kamar tak mengambil pusing ucapan sahabatnya. "Mau namanya apaan kek, yang penting lo makan." Andra menuntun kakinya menuju dapur. Karena mamanya jam sekian sudah berada di kantor, jadi dia harus menjadi remaja mandiri, menghidangkan makanan misalnya, begitu juga dengan kegiatan lain.

Sementara Arga selesai membersihkan diri, Andra dengan cepat membuat dua porsi nasi goreng ditambah telur mata sapi. Ia tak berpikir panjang untuk memilih membuat hidangan sederhana itu, selain tak membutuhkan waktu lama dalam proses pembuatannya, bahan-bahan yang tersedia di kulkas juga memenuhi kebutuhan.

Arga ke luar dari kamar Andra dan menyusul lelaki dengan rambut pirang itu ke dapur. Belum sempat kakinya menapak lantai dapur, aroma dari bumbu yang Andra buat sudah memenuhi ruangan. Hal itu membuat cacing-cacing di perut Arga semakin menggeliat tak tahan, menuntut untuk dikenyangkan.

Arga memlihat Andra tengah mengangkat wajan dengan tangan dilapisi sarung, dan tangan sebelahnya lagi yang memegang spatula mengaduk-aduk nasi agar tercampur dengan bumbunya.

"Jago juga lo," puji Arga.

"Baru tau?" balas Andra, membuat Arga mencibir di balik punggungnya.

Arga mengambil posisi duduk di meja makan yang masih dalam ruang lingkup dapur. Lelaki itu menyapu pandangan ke sekeliling dapur. Menilai konsep dapur yang tidak terlalu besar namun rapi dan cukup padat dengan peralatan masak. "Lo belum jelasin hubungan lo sama Teta ke gue," ujar Arga.

Andra menuang nasi goreng yang sudah matang, membaginya ke dua piring berbeda dengan sama banyak. "Penjelasan apa lagi yang perlu lo denger? Gue rasa lo udah paham," balasnya.

"Gue paham kalo lo deket, bahkan mungkin pacaran. Yang gue nggak paham adalah kenapa lo sembunyiin hubungan lo dari gue, Elgi, dan yang lainnya," ucap Arga pada poinnya.

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang