VERLIEFD WORDEN?

134 23 0
                                    

"Radit? Kenapa ponsel Teta bisa ada di lo?"

"Teta lagi di kamar mandi, ponselnya ditinggal, sorry gue yang angkat."

"Oh... gitu, ya. Ya-ya, udah nggak pa-pa. Nanti kalo dia balik, suruh ke roof-top, gue tungguin," terang Feli tergagap, kenapa jantungnya seperti berdetak random?

"Oke, nanti gue bilangin," sahut Raditya dari seberang sana.

"Tha-thanks." Buru-buru Feli memutuskan panggilan mereka, ini tidak baik untuk kesehatan hatinya.

Gadis itu menutup mata lalu menarik napas, kemudian menghembuskannya perlahan. Setelah merasa relax, ia mencoba membuka mata dan,

"DUAR!"

"Aaa...!" Feli terkejut dan spontan berteriak saat Dinko mengagetkannya dengan jarak yang hanya beberapa senti di depan wajahnya.

Feli membuka matanya lalu menyumpahi Dinko yang tak pernah bosan menjahilinya. "Dinko sialan! Mau lo apa sih, hah? Kalau gue jatuh gimana? Lo mau gue mati?"

Dinko hanya tertawa terbahak-bahak, tak memerdulikan kemarahan gadis dengan iris mata abu gelap itu. Feli menatap Dinko tajam lalu berdesis, "Nggak lucu!"

Dinko menghentikan tawanya, ia melihat Feli yang terlihat murka. "Sorry, gue cuma bercanda. Hehe ...."

Feli tak menggubris pernyataan Dinko. Seriously? Bermain dengan nyawa bukan hal yang harus ditertawakan. Bagaimana kalau dia jatuh dari ketinggian, lalu jiwanya keluar dan melihat dirinya sendiri sedang terbaring di tanah dengan dilumuri darah dan tulang yang patah-patah? Dinko sih enak karena udah jadi setan, jadi nggak takut mati.

"Fel, maaf," ujar Dinko lagi yang masih tak mendapatkan balasan dari lawan bicaranya.

Dinko mendengus karena tak dihiraukan. "Gue nongol karena mau ngasih tau kalau Teta enggak bisa ke sini," jelasnya.

Feli melirik Dinko dengan alis bertaut—tapi masih terlihat sinis.

Dinko kembali berujar, "Iya, tadi dia pergi sama Elgi. Jadi nggak bisa nemenin lo."

Sialan tuh anak, jadi dia lebih milih pergi bareng kunyuk itu dibanding nyamperin gue? kesalnya dalam hati—meski itu nggak berguna karena Dinko bisa mendengar keluhannya.

"Tapi," lanjut Dinko, "bakalan ada seseorang yang datang ke sini buat nemenin lo."

Feli mendengus. "Siapa? Lo?" ketusnya.

"Ck." Dinko memutar bola matanya malas. "Gue bilang 'bakalan', berarti belum dateng. Gue kan udah di sini," jelasnya malas.

"Iya, deh. Lo yang paling pinter."

"Enggak usah dikasih tau, dari dulu gue emang pinter."

Feli memutar bola matanya malas. Tak tahan, akhirnya Feli bertanya, "Jadi seseorang yang lo maksud itu siapa?"

Dinko tersenyum miring. "Dia-"

"Felisya!" Panggil seorang lelaki jangkung yang datang dari belakangnya dan menginterupsi percakapan gadis itu dengan anak dari raja jin.

Feli menoleh ke belakang lalu maniknya bertumbukan dengan Radit. Dia? Feli bertanya pada Dinko melalui pikiran.

Feli melirik Dinko dari ekor matanya dan melihat pangeran jin itu menganggukkan kepala. Feli memicingkan mata. Kenapa nggak bilang daritadi? Kalau sekarang kan gue nggak bisa kabur, bego! geramnya.

Dinko tertawa terbahak-bahak sebelum berkata, "Lari ke hatinya aja! Lo suka tapi muna. Dasar manusia!"

Perempuan itu ingin memarahi Dinko lagi, namun ia urung karena Radit kembali menegurnya, "Hey, kenapa diem?"

DE WRAAK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang