Sewelas | Sebelas

5.3K 314 4
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Jika, hening yang menemaniku. Lantas, apa tugasmu?

PEKERJAAN Mas Aryo hari ini cukup kacau. Pasalnya, tak ada balasan dari pesan-pesan yang Mas Aryo kirimkan kepada sang istri--Ningrum.

Mas Aryo sengaja bersikap biasa saja. Mengabaikan dan mengesampingkan pertikaian sepertiga malam yang lalu.

Duduk di kursi empuk Mas Aryo mengecek ponsel yang tak kunjung bergetar, "kamu kemana sih, Ning?"

Ning?

Lagi apa?

Dua baris pesan. Ia berusaha mengakrabkan dirinya dan membunuh egonya sebagai lelaki. Walau bagaimanapun juga, ini salahnya. Salahnya, garis bawahi.

Hari semakin sore. Belum waktunya untuk pulang, Mas Aryo sudah terlalu gusar. Dan, menyambar jas yang tersampir di kursinya lalu pergi dari ruangan yang ia tempati.

Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Hatinya tak sabar ingin segera berjumpa dengan Ningrum, "Ning.. kamu bikin Mas khawatir" gumam Mas Aryo di sepanjang perjalanannya pulang.

Mata Mas Aryo menangkap suatu objek. Kemudian, pikirannya mulai bekerja. Martabak manis, makanan favorit Ningrum.

"Kamu kenapa, to?" Mas Aryo mengusap kepalanya yang masih basah itu dengan handuk kecil.

Ningrum menggeleng.

Mas Aryo pun duduk di samping Ningrum, "kenapa? Minta apa?"

Mata Ningrum pun berbinar, "Mas.. Ning kepengin martabak manis" sambil menampilkan puppy eyes-nya.

Mas Aryo gemas dengan ekspresi yang ditunjukkan Ningrum itu. Kedua tangannya bergerak mencubit pipi Ningrum, "jangan imut-imut gini, to.. Mas jadi ndak kuat. Ah.. ndak masuk kamu"

Mereka berdua cekikikan. Kemudian, Mas Aryo dan Ningrum pergi mencari kedai penjual martabak manis.

"Bang, martabak manisnya satu ya!" Ucap Mas Aryo yang hanya diangguki saja oleh Abang penjual martabak itu.

•• KANG MAS! ••

"Assalamu'alaikum." Seru Mas Aryo menggema di seluruh rumah besar itu.

Terlihat sepi. Kemana semua orang?

Mas Aryo pun berjalan menuju taman belakang. Dan, benar saja. Kedua orangtuanya sedang berada di sana bersama istrinya.

Kembali Mas Aryo mengulang salamnya. Senyum mereka mengembang dan menjawab salam dari Mas Aryo, kecuali Ningrum. Ia memasang raut mrengut (cemberut).

Kedua orangtua Mas Aryo sadar akan keadaan yang semakin dingin, mereka pun berlalu.

Ningrum pun juga hendak berlalu sebelum sebuah suara menahannya, "marah boleh saja. Tapi, jangan lupakan kewajibanmu. Bagaimana adab seorang istri saat sang suami pulang kerja?" Dingin dan menusuk tepat sasaran.

Ningrum pun membalikkan badannya dan menghampiri suaminya itu. Meraih tangan kanannya dan menciumnya. Kemudian, berlalu.

Mas Aryo menyugar rambutnya dengan kasar. Senyum tipis Ningrum itu nampak tak ikhlas. Tapi, ia tetap menghargai perilaku Ningrum yang tetap memperlakukannya sebagai suami walau sedang berperang dingin.

Mas Aryo mengembalikan kesadarannya yang sempat mematung. Ia teringat martabak manis yang ada di tangan kirinya. Dirinya pun melangkahkan kaki ke dalam rumah menyusul orang-orang.

Kang Mas! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang