Telu Las | Tiga Belas

5.3K 294 4
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Menjadi yang kedua.
Bahkan, sebelum dimadu.


NINGRUM kini sedang menunggu pesanan kue yang tadi ia pesan. Satu jam sudah berlalu, Ningrun tetap menunggu dengan sabar.

Dalam hatinya merapalkan, semoga Mas Aryo suka.

Ting! Bunyi bel memekik telinga Ningrum yang duduk di samping meja pemesanan.

"Silahkan, mbak," Ningrum tersenyum dan membayar kue tersebut.

Sesudah itu, ia pun bergegas sembari menenteng kue tart yang ia pesan. Sebenarnya, ingin sekali ia membuat kue sendiri. Tapi, karena keterbatasan waktu ia pun memilih untuk memesannya saja.

"Taxi!" Serunya kala sebuah mobil bertuliskan TAXI akan melintas di depannya.

Setelah beberapa menit ia sampai di rumah. Ningrum segera membersihkan diri. Ini masih sore, masih ada cukup waktu untuk sedikit mendekor atau menghias rumah dengan pernak-pernik ulangtahun.

"Ning! Kamu ngapain, Nduk?" Tanya Bu Anjar kala beliau hendak mengambil kopi untuk ayah mertua Ningrum.

"Cuman menghias ruang tamu, Bu. Mboten napa-napa, toh?" (Gapapa, kan?) Ningrum dengan wajah memelasnya meminta izin pada Bu Anjar.

Bu Anjar pun mendekat dan mengelus puncak kepala Ningrum, "iyo ora opo-opo. Iki omahmu, Nduk." (Iya nggak apa-apa. Ini rumahmu, Nak)

"Bu, kok Bapak udah pulang duluan?"

Bu Anjar mulai meracik kopi, "iya, katanya Bapak udah selesai duluan. Mas Aryo mungkin pulang habis magrib nanti. Kenapa? Udah nggak sabar, ya?"

Ningrum tersenyum malu dengan kedua pipi merah merona.

Adzan magrib berkumandang, Ningrum segera melaksanakan sholat magrib seusai menyelesaikan menghias ruang tamu.

"Nduk, Ibu dan Bapak.. ada di gazebo belakang," Ucap Bu Anjar kala melintas di depan kamar Ningrum dan Mas Aryo.

"Inggih, Bu."

Ningrum tahu, jika Bapak dan Ibu memberi waktu untuk dirinya dan Mas Aryo mengarungi momen romantis bersama.

Ningrum melihat dirinya dipantulan kaca. Diraihnya bedak dan mulai memoles wajahnya dengan setipis dan senatural mungkin. Lipstik pink menjadi warna untuk bibir mungilnya.

Kemudian, ia merapikan jilbab serta gamis yang ia kenakan saat ini. Sungguh, cantik dan anggun.

"Selesai. BISMILLAH," Ningrum pun keluar kamar dan menuju ke ruang tamu.

Kini jam di dinding menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Ningrum sesekali melirik ke arah pintu yang sengaja terbuka itu. Masih menanti dengan sabar.

Brmmm.. brrmmmm

Deru mobil Mas Aryo terdengar, menandakan sosok yang ditunggu-tunggu telah pulang. Ningrum pun bergegas menuju ke saklar lampu dan mematikannya untuk memberi kejutan Mas Aryo.

Dalam keadaan gelap gulita, Ningrum meraba meja dan mengambil kue tart berbentuk hati yang tadi ia pesan.

Dengan bertuliskan "Barakallah fii umrik, Suamiku"

Ada tiga lilin yang belum ia beri api, sengaja.. menunggu Mas Aryo masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.

"Kok gelap, sih? Mati lampu kali," Ningrum menahan kekehannya mendengar Mas Aryo yang mendumel.

Kang Mas! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang