Ro Las | Dua Belas

5.5K 324 21
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Mati lampu, makin syahdu.

DALAM kegelapan Ningrum melenggang pelan. Tanpa suara dan Mas Aryo nampaknya tak tahu akan kepergiannya dari kamar tamu itu.

Mengendap-endap Ningrum keluar kamar dan berjalan hendak menuju taman belakang. Di sana terdapat sebuah gazebo.

"Mau kemana, Nduk?" Sedikit berjingkat dan mengusap dadanya.

"Ibu, ngagetin Ning aja" Bu Anjar, sang pemilik suara yang menghentikan langkahnya itu.

Dengan sedikit gugup dan menggigit kukunya, "ke gazebo, Bu"

Bu Anjar pun hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian, berlalu. Belum sempat sampai di kamarnya, lagi-lagi Mas Aryo--anaknya mencegahnya terlebih dahulu.

"Ada apa?"

Dengan masih mencekal tangan sang Mama yang hendak memasuki kamar, "Ning kemana, Ma?"

"Kalian berdua sukses membuat Mama pusing! Jangan main kucing-kucingan dong! Udah gede juga"

Mas Aryo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Ning ke gazebo taman belakang. Ini terakhir kalinya ya tanya-tanya! Awas kamu!"

Mas Aryo ngacir begitu saja. Sedangkan, Bu Anjar geram dengan tingkah keduanya.

Sesampainya di taman belakang, Mas Aryo berjalan pelan menuju seorang wanita yang tadi meninggalkannya begitu saja. Wanita itu menenggelamkan wajahnya di lutut yang ia tekuk.

Pelan namun pasti. Mas Aryo mendudukkan dirinya di dekat Ningrum. Tangannya mengusap kepala Ningrum yang masih berbalut jilbab.

Terdengar lirih namun sangat jelas di telinga Mas Aryo. Ningrum menangis dengan isakan pelan. Hal itu membuat Mas Aryo semakin merasa bersalah dan tidak tega.

"Ning.. maafin Mas. Jangan nangis!" Lembut sekali. Mas Aryo berusaha menarik kepala Ningrum agar menghadapnya.

Begitu mengiris hati Mas Aryo kala melihat air mata Ningrum yang malah semakin deras, "M-Mas masih s-sayanggg sama Ravita!" Susah memang, berbicara sembari terisak.

Mas Aryo dengan cepat menggelengkan kepalanya, "ngomong apa sih kamu!" Mas Aryo membawa Ningrum ke dalam dekapannya. Ningrum yang sudah lemas pun tak lagi meronta.

"Mas, yen sayang iku yo diperjuangno! Aku ora apa-apa, kok" (kalau sayang itu diperjuangkan! Aku nggak apa-apa, kok)

Mas Aryo yang gemas dengan ucapan ngelantur Ningrum pun mencubit hidung istrinya itu, "gak usah ngawur kamu, Ning.."

Ningrum cemberut karena Mas Aryo seenaknya mencubit hidungnya. "Mas! Sakit hlo.."

Cup!

Di ciumnya sekilas hidung Ningrum itu. Ningrum membeku dengan perlakuan manis Mas Aryo.

'Haduhh, Mas! Atiku deg-deg serrr iki hlooo'

"Dengerin Mas dulu," tegas dan sarat akan perintah. Kala Ningrum hendak menarik diri dari pelukan Mas Aryo.

"Mas sama Ravita nggak ada apa-apa. Kamu berhak marah dan cemburu karena kamu istriku. Dan, kamu wajar curiga hingga mendiamkan aku seperti kemarin karena aku kurang terbuka sama kamu"

"Mulai sekarang, Mas akan belajar lebih terbuka sama kamu Ning. Mas gak mau kamu mendiamkan Mas seperti tadi"

"Ya, memang kamu masih melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri. Tapi, rasanya hanya berbeda. Kamu ngerti 'kan maksud Mas?" Ningrum hanya mengangguk. Hatinya belum sepenuhnya luluh oleh Mas Aryo.

Kang Mas! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang