Bumil pensiun.
MAS Aryo terlihat tidak konsentrasi pada kerjaannya siang ini. Entahlah, apa yang membebani pikirannya. Walau tadi pagi Ning sempat melarangnya, tak menjadikan Mas Aryo absen ngantor.
Mendekati hari-hari lahiran Mas Aryo justru sibuk mengumpulkan pundi rupiah yang entah sudah sebesar gunung apa itu. Author pun tak tahu :"
Drrrtt..drrrtttt...
Ponsel bergetar tatkala Mas Aryo hendak memfokuskan diri untuk mulai bekerja setelah tadi pagi rapat.
"Halo-"
"...."
"I-iya, Ma. Aku ke sana sekarang,"
Tanpa mengambil jas kerjanya apalagi teringat tas kerjanya. Mas Aryo langsung menyambar kunci mobil dan berlari menuju kendaraan mewahnya.
Di perjalanan Mas Aryo terus bergumam dan keringat mengucur deras membasahi dahinya, "kuat ya, sayang."
Saat macet, ia beberapa kali memukul stir mobilnya. Disamping itu, ia juga terus merapalkan berbagai do'a agar ia cepat sampai melihat istrinya yang tengah berjuang hidup dan mati.
Ya. Melahirkan.
"N-ning mau melahirkan. Ini Mama ada di Rumah Sakit Kasih Ibu,"
Begitulah jelas Ibu Anjar yang langsung membuat Mas Aryo seperti orang kesetanan.
"Yang sabar, Nak."
Tatapan ayah Mas Aryo sungguh meneduhkan tatkala Mas Aryo sampai di ruang tunggu. Ya, ia tidak masuk ke dalam untuk menemani persalinan istrinya karena datang agak terlambat. Ia juga tak akan kuasa melihat Ningrum kesakitan.
Selama beberapa jam menunggu, azan ashar berkumandang.
"Ooekkkkk..oeekkk," teriak sosok yang Mas Aryo ketahui adalah bayi yang telah dilahirkan Ningrum.
"Alhamdulillah," langkah Mas Aryo yang hendak menuju mushola itu tertunda.
Ia kembali ke tempat semula dan mendapati seorang perawat, "dengan bapak Aryo?" Mas Aryo hanya memberi anggukan pada perempuan berbaju putih itu.
"Mari, pak. Ikut saya," Aryo pun masuk ke dalam ruangan dimana istrinya berjuang hidup dan mati.
"Silahkan diadzani terlebih dahulu. Ini sudah dibersihkan," Mas Aryo pun mengadzani bayi merah yang ada di tangannya itu. Sungguh betapa bahagianya..
"Sus, bagaimana kondisi istri saya?" Tanya Mas Aryo seusai memberikan bayi itu kembali di dalam gendongan sang suster.
Suster itu tersenyum, "ibu Ningrum sedang berjuang untuk kelahiran anak kedua bapak."
"..." Mas Aryo mengerutkan dahinya. Belum sadar dengan ucapan suster itu.
Sepersekian detik kemudian, Mas Aryo paham. Ia akan menjadi seorang ayah dari dua anaknya. Kebahagiaannya semakin bertambah. Allah seperti memberinya kejutan berlipat ganda.
"Alhamdulillah.."
Mas Aryo menolak halus tawaran suster untuk menemani Ningrum--istrinya untuk berjuang. Ia lebih memilih pergi melanjutkan kegiatannya yang sempat ia tunda. Sholat ashar.
•• KANG MAS! ••Mas Aryo menggenggam erat tangan kanan Ningrum. Berharap Ningrum segera sadar. Menatap cemas, wanita yang telah menjadi ibu dari anak-anaknya itu.
"Engghh.."
"Ningg,"
"M-mass, dimana bayi kita?"
Belum sempat Mas Aryo menjawab, seorang suster lebih dulu memasuki kamar setelah mengetuk pintu. Sembari mendorong dua box bayi yang berisi bayi, pastinya.
"Permisi, ibu-pak."
"Bayiku.." lirih berucap Ningrum.
"Ini, bu. Ini, pak," sang suster memberikan satu persatu bayi kepada kedua orang tua baru itu.
"Mas, kembar?"
"..." Mas Aryo mengangguk dan tersenyum.
"Sayang, selamat datang di dunia. Semoga menjadi anak yang sholeh dan cerdas,"
"Aamiin," Ningrum mengamini ucapan Mas Aryo.
"Mas, wis sampean jenengi?" (Udah kamu kasih nama?)
"Belum. Tapi aku udah tau siapa nama mereka,"
"Muhammad Ashar Fauzan dan Muhammad Magrib Zaidan. Piye, apik toh?" (Gimana, baguskan?)
"Ashar dan Magrib," Ningrum tersenyum memanggil keduanya.
Muhammad Ashar Fauzan, Mas Aryo memilih nama itu untuk anak pertamanya yang akan menjadi adik bagi anak keduanya. Ya, itu adalah kepercayaan orang jawa. Katanya, seorang kakak yang akan mendukung adiknya dari belakang.
Sedangkan, anak keduanya yang diperjuangkan Ningrum. Lahir tepat adzan Magrib. Muhammad Magrib Zaidan. Magrib panggilannya. Dia akan menjadi kakak bagi Ashar, walau ia lahir setelah Ashar dilahirkan.
"Mas, Magrib yang menjadi kakak kan?"
"Iya," Ningrum mengulas senyum. Mas Aryo rupanya tak lupa dengan tradisi itu.
"Assalamu'alaikum," seru pelan beberapa orang setelah mengetuk pintu dan masuk. Mereka adalah Ibu, Bapak, Umi dan Abi.
"Wahhh.. cucu Umi, ganteng diwe ya nak?" (Paling ganteng sendiri)
"Coba sini! Umi gendong. Namanya siapa, Nduk?"
"Yang digendong Umi, namanya Ashar. Kalau yang digendong Ibu namanya Magrib. Ashar adiknya Magrib," jelas Ningrum pelan.
Ya, Magrib sudah berada digendongan Ibu Anjar. Tanpa babibu Ibu Anjar meraih Magrib dari gendongan Mas Aryo.
Keluarga bahagia itu kini sedang asyik dengan dua bayi kembar yang belum bisa apa-apa itu. Bayi merah nan lucu yang baru beberapa saat menghirup udara dunia setelah sembilan bulan bersemayam dikandungan Ningrum.
•••
Serinai Aksara
KAMU SEDANG MEMBACA
Kang Mas! [Completed]
SpiritualKisah cinta tiada dua-nya. Antara Ning dan Mas Aryo. Kemudian, juga tersedia "lika-liku kehidupan rumah tangga Ningrum yang berawal dari sebuah kisah perjodohan." Disertai pertanyaan : Akankah, cinta tumbuh diantara keduanya? Jawaban : *ada di ceri...