PRAETERIUM - 17

2.5K 264 45
                                    

Dua garis merah pada benda persegi panjang yang berbentuk sedikit unik itu, membuat senyuman pria manis yang tengah menggenggamnya tersebut tidak kunjung luntur juga. Krist menatap pantulan dirinya dalam cermin pada kamar mandi di hadapannya, mencoba untuk menormalkan ekspresi wajahnya. Tidak mau Singto curiga padanya.

Krist ingin sekali membuat kejutan untuk Singto, nanti dia akan mengajak pria berkulit Tan itu untuk memeriksakan hal ini ke rumah sakit, tetapi tidak sekarang. Meskipun Krist yakin jika dia tengah mengandung kini, karena ini bukanlah sekali Krist mencoba benda itu, dua hari belakangan Krist bahkan sudah lebih dari 4 kali bermain-main alat tes kehamilan itu. Hanya saja lebih baik Krist memastikannya lagi.

Pria manis tadi memasukan benda tadi ke dalam saku celananya, dan berjalan keluar dari kamar mandinya. Mengusap permukaan perutnya yang masih rata itu dengan tersenyum manis.

"Kenapa kau tersenyum sendirian?"

"Tidak ada apa-apa."

Krist mehampiri Singto dan membenarkan letak pakaian Singto yang sedikit berantakan. Tidak mau pasangannya itu pergi dengan keadaan berantakan.

"Lebih baik, kau turun saja. Leisha sudah merengek karena kau lama sekali."

"Tidak apa-apa lagipula hanya sebentar saja."

Tangan Singto mengusap kepala Krist pelan, sedangkan Krist hanya menatap pasangannya tadi dengan tersenyum, menimbang-nimbang haruskah dia berbicara pada Singto sekarang atau nanti saja.

"Phi Sing...."

"Apa?"

"Nanti setelah menjemput Leisha temani aku ke rumah sakit ya?"

"Kau sakit?"

Singto langsung mengecek keadaan Krist hanya saja suhu tubuhnya normal, tidak ada tanda-tanda sakit, bahkan wajah Krist juga tidak pucat.

"Hanya sedikit tidak enak badan."

"Baiklah, tapi bisakah kau menunggu sebentar nanti? Phi ada sedikit pekerjaan jadi mungkin agak terlambat."

"Tidak apa-apa, aku dan Leisha bisa menunggu."

Pria berkulit Tan tadi mengecup kening Krist dengan lembut, sebelum mengajaknya untuk keluar dari kamar mereka. Menemui putri keduanya yang sudah menunggu dengan bibir mengerucut kesal, di temani oleh sang Paman kecilnya.

"Ayo, sayang."

"Gendong, Daddy."

Tanpa mengatakan apapun Singto merengkuh tubuh anaknya dan menggendongnya.

"Kau mau ikut dengan Phi atau pergi sendiri?"

"Aku pergi sendiri saja."

Mendengar jawaban adiknya. Pria tadi melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumahnya, sembari sesekali menatap sang Putri yang memainkan kancing kemejanya. Sedangkan Krist berjalan mengekori mereka dengan membawa tas ransel anaknya.

"Leisha tidak suka pergi sekolah?"

"Tidak, Leisha suka Daddy."

"Lalu kenapa Leisha terlihat sedih?"

"Paman Gun nakal." Adunya kepada sang Ayah, "pipi Leisha sakit."

"Sakit kenapa?"

"Paman Gun cubit."

"Nanti, daddy akan mencubit paman Gun juga."

Anggukan semangat dikeluarkan oleh Leisha mendengarkan ucapan sang Ayah.

"Benar ya, daddy?"

"Iya, sayang."

Jemari Singto mengusap pipi Leisha, sebelum mengecupnya pelan. Lalu menyerahkan anak yang ada di dalam gendongannya itu pada Krist, ketika ketiganya akan memasuki mobil.

[33]. PRAETERIUM [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang