Sesosok pria berkulit Tan mengarahkan pandangannya lurus menatap jalanan raya di sekitarnya, berharap bisa menemukan Krist secara tak sengaja meskipun Singto tahu jika ini tak mungkin terjadi, Krist tak pernah mungkin meninggalkannya lagi kalau tidak ada yang sengaja menjauhkannya dari Singto. Sungguh Singto yakin pasti ayahnya yang sudah menculik Krist. Namun, Singto tak punya bukti untuk melakukan tuduhan itu.
Tidak mungkin Krist pergi sendiri meninggalkannya, ini hal yang mustahil pria itu berkata pada Singto jika tidak akan pernah lagi melalukan hal semacam ini, mereka punya Leisha yang harus keduanya jaga. Kalau Krist ingin meninggalkannya tidak mungkin pria manis itu membiarkan Leisha tetap bersama Singto, mengingat bagaimana cara Krist melindungi anak mereka, Singto tak akan pernah lupa itu.
Rasanya Singto ingin mengutuk dirinya sendiri yang lagi-lagi selalu saja terlihat tak berguna, hanya untuk menjaga orang-orang yang dirinya sayangi saja Singto tidak mampu. Hingga akhirnya pria tadi berakhir di sini, tidak tega melihat Leisha yang terus bertanya tentang Ayahnya, Singto tidak tahu harus menjawab apa.
Haruskah dia menjawab jujur pada Leisha apa yang sebenarnya terjadi, padahal Singto juga tidak mengerti tentang apa yang terjadi saat ini.
Pria itu hanya berputar-putar mengelilingi jalanan yang dirinya lewati, sembari terus bertanya-tanya di dalam hatinya, kenapa hal ini terjadi lagi padanya, setelah Singto kira semuanya berjalan pada seharusnya dan baik-baik saja.
Singto takut terjadi sesuatu pada Krist, sangat takut kehilangan pria itu untuk kesekian kalinya, Singto susah pernah sekali merasakannya dan itu hampir membuatnya gila, jadi dia tidak bisa memikirkan harinya tanpa Krist lagi nantinya.
Ada sesuatu di dalam dadanya yang semakin lama makin membuat Singto gelisah, bahkan bernapas saja rasanya terlalu sesak. Semua ini menghimpitnya terlalu dalam, membuat Singto tak tahu caranya untuk keluar dari masalah ini, sesuatu yang membelit hidupnya begitu saja.
Setelah hampir seharian pria itu berusaha untuk mencari Krist tetapi tidak menemukannya, akhirnya Singto memutuskan untuk pulang, melihat Leisha dan juga Gun ketika hari mulai mengelap.
Namun, yang Singto temui ketika mobilnya menepi pada halaman rumahnya adalah sang Adik yang mendudukkan dirinya pada teras rumah terlihat sekali jika Gun tengah menunggunya, karena itu Singto bergegas memarkirkan mobilnya dan menghampiri Gun yang menatapnya dengan penuh kecemasan.
"Kenapa baru pulang? Leisha menangis dari tadi mencari Phi."
"Maaf."
"Apa belum ada kabar dari Phi Krist?"
"Belum."
"Dari polisi juga tidak ada? Sebenarnya apa yang terjadi pada phi Krist?"
"Phi tidak tahu. Ayo, masuk ini sudah malam."
"Aku tidak bisa tenang dari tadi, kau tidak ada Leisha menangis, Phi Krist hilang rasanya itu membuatku tidak nyaman."
"Doakan saja kita bisa menemukannya."
Gun menganggukkan kepalanya, sembari menyerahkan sesuatu pada sang Kakak. Singto yang menerima sebuah amplop coklat itupun terlihat heran.
"Ini apa?"
"Aku tidak tahu, tadi ada seseorang yang ke sini dan menyerahkan itu, katanya untuk phi."
"Untuk phi?" Gun mengganggukan kepalanya, "baiklah, nanti akan phi lihat."
Di rangkulnya bahu sang Adik, mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah, tidak mau angin malam yang berhembus cukup dingin itu menerpa tubuh ringkih Gun.
*
Tangan Singto membolak-balik amplop itu, Singto merasa heran dengan isinya, sebelum tangannya membukanya dan yang Singto temukan hanyalah sebuah surat, anehnya itu dari Krist.
KAMU SEDANG MEMBACA
[33]. PRAETERIUM [ Krist x Singto ]
Fanfiction( completed ) Blurb : Kisah ini berawal dari kedua pria yang di pertemukan oleh sesuatu perasaan yang bernama CINTA, hingga memulai kehidupan baru juga atas dasar CINTA, hanya saja ternyata hidup tidak seindah yang mereka bayangkan, sampai akhirnya...