PRAETERIUM - 11

2.9K 323 83
                                    

Siang hari itu, Singto tengah mendudukkan dirinya di sebuah ruangan seorang diri, sembari menunggu seseorang yang sebentar lagi akan menemuinya, tidak lama pintu ruangan itu terbuka sebelum seseorang memasukinya, seraya membawa sebuah amplop coklat di tangannya. Singto menatap ke arah orang yang merupakan supir yang biasanya mengantarkan Gun untuk pergi ke sekolah itu, sebab Singto tidak bisa membiarkan jika adiknya berangkat sendirian, apalagi beberapa waktu lalu ada yang sempat ingin menculiknya.

"Apa hasilnya sudah keluar?"

"Sudah, tuan. Ini dia saya baru saja mengambilnya dari rumah sakit."

"Terimakasih sudah membantuku, tidak ada yang mencurigakan di luar?"

"Tidak ada siapapun di luar sana."

Singto menganggukkan kepalanya, dan langsung menyuruh pekerjanya itu pergi, harusnya dia yang pergi untuk memastikannya sendiri, akan tetapi Singto tidak bisa, jika Singto menerkanya keadaan sepertinya tidak akan menguntungkan pada pihak Krist jika dirinya sampai ketahuan melakukan hal semacam ini, jadi Singto memutuskan untuk melakukannya diam-diam saja.

Jemari pria itu mengambil sesuatu yang di berikan oleh supirnya itu, lalu membukanya sebelum mengeluarkan beberapa lembaran kertas putih di dalam sana, untuk membaca apa yang tertera di atas kertas itu.

Dengan wajah serius Singto membacanya, dan ketika sampai pada tulisan hitam yang tercetak pada lembaran kertas paling bawah itu. Pria berkulit Tan seketika itu juga mengulum senyumannya, bertepatan dengan notifikasi sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, Singto meraih ponselnya dan membukanya, tanpa melepaskan lembaran kertas tadi, ketika sebuah foto masuk ke dalam ponselnya.

Wajah seorang gadis kecil yang terlihat sangat lemah itu bisa di lihatnya saat ini. Meskipun tubuhnya masih sangat lemah, akan tetapi gadis kecil itu masih bisa tersenyum ke arah orang-orang di sekitarnya ketika dia sadarkan diri hampir dua hari yang lalu.

Di usapnya layar ponselnya itu pelan, seolah-olah bisa tengah menyentuh wajah putrinya itu, helaan nafas berat keluar dari mulut Singto, sebelum mematikan layar ponselnya, dan pergi dari sana menuju ke arah suatu tempat.

*

Tok. Tok. Tok.

Suara pintu di ketuk dengan amat sangat kencang, membuat Krist yang masih tertidur, seusai bekerja di pagi hari itupun terpaksa membuka matanya, dan bangkit dari tempat tidurnya, sebelum berjalan untuk membuka pintu rumah tersebut.

Begitu pintu itu terbuka, Krist kaget ketika melihat ada Singto yang sudah berdiri di depannya sembari menatap datar ke arah Krist, membuat Krist heran untuk apa Singto kesini, dan darimana Singto tahu alamat rumahnya, karena Krist hanya sempat menunjukkan gang rumahnya bukan alamat rumahnya.

"Bereskan semua barangmu sekarang juga."

Alis Krist bertautan mendengarnya, apalagi pikirannya belum berfungsi dengan benar, karena Krist baru saja terbangun dari tidurnya.

"Untuk apa?"

"Jangan banyak bicara, cepat kemasi barang-barangmu."

"Tapi--"

"Cepat sebelum aku berubah pikiran dan justru menagih hutangmu padaku, aku membutuhkanmu untuk sesuatu hal."

Mendengar hal itu Krist langsung menutup pintu rumah itu, membuat Singto mengumpat karena pintu itu hampir saja menghantam ke arah wajahnya.

"Sial."

Tidak lama kemudian, Krist keluar dengan keadaan yang rapi bukan dengan keadaan seperti seseorang yang baru bangun tidur seperti tadi, dengan sebuah tas di tangannya.

[33]. PRAETERIUM [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang