Detakan jam dinding itu menghiasi ruangan senyap tersebut, sesosok pria manis yang kini berbaring lemah pada ranjang rumah sakit membuka kedua kelopak matanya perlahan dan begitu melakukannya, hal pertama yang dia dapati ialah dirinya sendiri berada pada tempat asing yang tak diketahuinya sebelumnya. Krist mengerjapkan maniknya, sembari mencoba untuk menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat letih, bahkan Krist merasa tidak bisa beranjak sejengkal pun dari tempatnya berada.
Genggaman hangat seseorang pada tangannya itu, mengalihkan perhatian Krist dari sesuatu yang aneh ini, di lihatnya Singto yang kini menatapnya dengan sendu, menyiratkan banyak hal di sana.
"Krist...."
Suara pria itu tampak parau dan sangat lirih tertangkap pada pendengaran Krist. Tanpa bertanya pria manis itu tahu jika Singto mengkhawatirkannya, sangat.
"Phi bagaimana aku bisa ada di sini?"
Krist mengatakannya dengan perlahan, ketika merasakan jika tenggorokannya terasa kering, bahkan nyeri pada kepalanya yang tadinya coba untuk di abaikannya, kini semakin menjadi.
"Kau pingsan."
"Pingsan?"
Dahi Krist berkerut mencoba untuk mengumpulkan memori sebelum dirinya bangun tadi, hingga akhirnya Krist menyadari sesuatu, tubuh pria manis itu bergetarannya, terlihat jelas jika Krist sangat ketakutan saat ini.
"Ada apa?"
Singto langsung mencondongkan tubuhnya ke arah Krist, begitu Krist ingin memosisikan dirinya untuk duduk, tangah Singto menahannya karena paham betul kalau Krist belum bisa menahan tubuhnya sendiri, tetapi karena Krist tidak mau kembali ke posisi awal akhirnya Singto membantunya, tak lupa meletakkan bantal di belakang punggungnya, agar pria manis itu nyaman.
"Aku takut."
"Takut? Apa yang membuatmu takut?"
Pria manis itu tak menjawabnya, tangan Krist justru memegangi perutnya, rasanya ada yang mengganjal di hatinya, akan tetapi Krist tidak tahu itu apa, hingga akhirnya pria tadi mengalikan pandangan pada Singto.
"Phi bagaimana dengan anak kita apa dia baik-baik saja?"
Pertanyaan yang keluar dari bibir Krist, sontak saja membuat Singto kaget. Ekor mata pria itu bergerak ke kiri dan ke kanan, seolah tengah mencari sesuatu tidak mau memandang Krist yang terlihat sangat ingin tahu jawaban Singto.
"Krist, itu..," Singto memejamkan kedua kelopak matanya, "dia tidak bisa di selamatkan, kau keguguran."
"Hah?"
Krist terdiam sejenak ingin mencerna apa yang Singto katakan padanya, ada rasa tidak percaya di dalam hatinya, ini sangat mengejutkan, seperti ada sesuatu yang menusuknya tepat di jantungnya sekarang.
"Kau terlambat di bawa ke sini, jika kita sampai di sini lebih cepat, mungkin dia masih bisa bertahan. Maafkan aku."
"Tidak apa-apa, ini bukan salahmu," Krist bersikap biasa saja pada Singto, "Leisha di mana?"
"Bersama Gun, sedang makan siang."
"Bisa kau hampiri mereka, aku rindu leisha."
"Baiklah, tunggu di sini ya."
Tanpa banyak bicara Krist mengganggukan kepalanya, Krist melihat punggung Singto yang menjauh dalam diam. Tangan pria itu meraba perutnya sendiri begitu Singto pergi meninggalkannya, Krist menundukkan kepalanya, membiarkan air mata yang sedari tadi coba untuk di tahannya itu menetes begitu saja dalam kebungkamannya.
Tangan Krist meremas dadanya sendiri. Entah mengapa rasanya sangat menyesakkan, hingga untuk bernapas saja Krist sulit, meskipun ini bukan pertama kalinya Krist kehilangan. Namun, rasa sakitnya tetap sama, bahkan kali ini Krist merasa lebih sakit dari sebelumnya, sebab lagi-lagi kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya, sesuatu yang harusnya bisa di jaganya dan di pertahankan hingga akhir.
![](https://img.wattpad.com/cover/164343822-288-k359392.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[33]. PRAETERIUM [ Krist x Singto ]
Fanfiction( completed ) Blurb : Kisah ini berawal dari kedua pria yang di pertemukan oleh sesuatu perasaan yang bernama CINTA, hingga memulai kehidupan baru juga atas dasar CINTA, hanya saja ternyata hidup tidak seindah yang mereka bayangkan, sampai akhirnya...