PRAETERIUM - 15

3.1K 280 36
                                    

Leisha menampilkan wajah sumringahnya, begitu Singto mengajaknya pergi bersama dengan Krist. Tangan mungil anak itu menggenggam sebagian jari-jari tangan orang tuanya, menarik keduanya untuk ikut bersama dengannya. Tidak memperdulikan keramaian yang ada di sekitarnya.

"Jangan berlari, nanti jatuh."

Krist menarik erat tangan putrinya itu, agar tidak berlari lagi, barusaja anaknya itu bisa berjalan normal sedikit-sedikit, tetapi dengan nakalnya Leisha justru berlari.

"Leisha mau main papa."

"Tapi jangan berlari, ingat tadi siapa yang berjanji tidak akan nakal?"

"Leisha."

Anak itu mengucapkan namanya sendiri, sembari menatap ke arah Singto yang tengah berdiri di hadapannya, mengguncangkan jari ayahnya itu supaya menatapnya, meminta tolong supaya Krist tidak lagi marah padanya.

"Jangan membelanya!"

Belum sempat Singto mengatakan apapun, Krist sudah menyela apa yang ingin Singto katakan, hingga akhirnya Singto mengendong Leisha daripada Krist marah-marah nanti, padahal mereka kesini untuk menyenangkan hati anaknya, bukan supaya Krist memarahi Leisha.

Pria berkulit Tan mengajak anaknya untuk bermain komedi putar, sementara Krist dan Singto mengamatinya dari kejauhan. Apa yang tengah di lakukan oleh anak mereka itu, sementara Leisha masih sibuk dengan dunianya sendiri.

"Krist...."

"Apa?"

"Apa yang Leisha sukai?"

"Kenapa bertanya padaku? Bertanya saja pada anaknya langsung."

Singto langsung terdiam begitu Krist mengatakannya, padahal apa susahnya Krist menjawab hal itu. Singto sebenarnya hanya ingin membuka pembicaraan dengan Krist, hanya saja Krist sepertinya tidak menyadari hal itu, dan sibuk dengan anak mereka, tidak begitu memperdulikan Singto yang berada tepat di sampingnya.

Tentu saja Singto merasa canggung berdekatan dengan Krist seperti ini, di saat-saat tertentu Singto merasa jika Krist itu bukan seseorang yang di kenalnya dulu, meskipun di satu sisi Krist tetaplah Krist, tidak ada banyak perubahan dari pria manis itu.

Beberapa waktu lalukan, Singto dan Krist masih berinteraksi bagaikan sebuah atasan dan bawahan, namun sekarang sudah berubah, jadi Singto agak bingung untuk berinteraksi dengan Krist.

"Kenapa wajahmu seperti itu Phi Sing? Kau sakit?"

Tangan Krist terulur untuk mengecek suhu tubuh Singto, tetapi keadaan pria itu baik-baik saja, lalu kenapa wajah Singto di tekuk seperti itu, mungkin pria itu bosan menemani Leisha pergi.

"Kau bosan? Jika kau bosan, pergilah berkeliling aku yang akan menjaga Leisha."

"Aku tidak bosan."

"Lalu apa? Kau kenapa?"

"Tidak tahu."

Singto menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sembari menatap ke arah Krist dengan serba salah, jika dia jujur, Singto akan lebih bingung dengan apa yang ingin dirinya katakan pada Krist.

Kenapa hidup ini sungguh rumit?

Sebenarnya, bukan hidup yang rumit akan tetapi orang-orang yang menjalani hidup itu sendiri yang membuat keadaan mereka menjadi rumit, padahal masalahnya hanya hal yang sangat sepele, sesuatu yang bisa di selesaikan dengan mudahnya.

"Bagaimana tidak tahu? Kau tidak suka ke tempat ini? Lalu kenapa mengajak Leisha kesini?"

Sekarang bahkan Krist menjadi salah paham padanya, padahal Singto tidak begitu, mana mungkin Singto tidak suka tempat yang di sukai anaknya. Apalagi Singto sudah berjanji pada Leisha anak mengajak anaknya kesini, untuk bermain. Lagipula Singto juga ingin mengenal lebih dekat putrinya itu, hanya saja Singto tidak tahu caranya untuk bersama dengan Krist. Bagi Singto membujuk Leisha itu lebih mudah daripada berbicara dengan Krist.

[33]. PRAETERIUM [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang