27. Asing

773 40 2
                                    

   Asad sudah bersiap diri untuk berangkat ke sekolah. Alih-alih dia membasahi matanya berkali-kali dengan air. Kantung matanya benar-benar sudah terlihat seperti mata panda. Semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Atau bisa dibilang hampir saja tidak tidur.

Pikirannya berkecamuk. Ujian sekolah sudah akan dimulai minggu depan. Pertunangannya dengan Angel yang tidak karuan. Ngomong-ngomong soal semalam, Asad belum tahu kondisi kedua keluarga tersebut saat ini. Apa mereka sangat kecewa? Semoga saja tidak. Dia hanya melakukan hal yang menurutnya itu benar. Dan tidak ada salahnya jika dia menolak seseorang yang memang tidak dicintainya.

Asad berlari kecil menuju meja makan. Disitu sudah ada orang tuanya yang duduk makan bersama. Asad mengambil sepotong roti isi dan satu gelas susu coklat kesukaannya. Tidak ada yang bicara. Seolah diruangan ini tidak ada orang. Asad memakan potongan terakhir roti itu, entah kenapa hatinya merasa tidak enak jika pergi begitu saja tanpa tahu apa yang dirasakan orang tuanya.

"Pah?" panggilnya dengan lirih. Pak Johan tidak melirik sama sekali. Ia masih sibuk mengoles selai coklat ke rotinya, karena memang dia kurang suka roti isi sayuran dan sejenisnya. Tapi Asad yakin kalau Bapaknya masih bisa mendengar apa yang ia katakan.

Asad mencoba membuka percakapan lagi. "Maafin Asad Pah," Mendengar itu Pak Johan malah meletakkan rotinya dan bangkit dari duduknya. "Pah," panggil Asad lagi.

"Aku berangkat dulu ya," menyalami istrinya dan mencium keningnya sekilas. Ibu Asad tersenyum dan mengangguk tulus.

Rasanya baru beberapa detik berlalu Pak Johan sudah tidak terlihat. Asad menghela napasnya berat. Ia melirik ke arah Ibunya. "Mah?" panggil Asad dengan hati-hati.

Tidak ada respond. Lagi-lagi Asad hanya bisa menghela napasnya agar bisa terlihat tenang. Meskipun aslinya tidak akan pernah bisa tenang dalam suasana menjengkelkan ini. Asad bangkit dari duduknya dan menyalami tangan ibunya meskipun ibunya tidak meliriknya sama sekali. "Asad berangkat dulu ya Mah," katanya seperti tidak memiliki tenaga.

Mata Ibu Asad sudah mulai berlinang namun segera ia tutupi. Ia tidak mau terlihat rapuh dihadapan anak satu-satunya. Bibirnya bergetar seolah ia akan kehilangan setengah nyawanya. Jujur saja Ia belum pernah memperlakukan Asad seperti ini. Mendiamkannya selama ini. Seolah mereka adalah dua orang yang asing.

Bersamaan dengan itu hati Asad seolah tersayat ribuan pisau yang tak pernah bisa ia deskripsikan dengan kata-kata. Namun ia memilih untuk tetap diam seolah diantara mereka baik-baik saja.

Asad menatap Ibunya sekilas namun rasa sakitnya seolah bertambah menggebu. Ia rindu Ibunya yang selalu memberikan kecupan hangat dikeningnya ketika ia hendak berangkat ke sekolah. Entah apa yang akan terjadi nantinya, seolah mobil yang tidak memiliki bensin. Dirinya hanyalah barang berguna yang mendadak tidak dibutuhkan.

                        * * *

Mega dan Reza sudah berada diatap mobil yang sama. Reza merasa sesak karena Mega tidak pernah berhenti bertingkah. Mega menyetel musik di mobil Reza - Juju on the beat. Ia mulai berjoget-joget alakadarnya. Sungguh Mega terlihat absurd melebihi alien kepala hijau dengan lima belas mata pengamat.

"Juju on the beat ey! Juju on the beat eay! Juju on the Juju on the Juju on the beat eayyy!" disetiap kata eay, Mega menyenggol lengan Reza dengan sentuhan goyang.

Reza bergidik geli. Untung saja ia tidak menabrak kendaraan lain didepannya.

"Nyet. Lo bisa diem gak si?! Hampir aja gue nabrak anak orang!" kesal Reza.

Mega berhenti sejenak, "Anak orang kan? Ya udahlah. Gue juga anak orang. Santai aja kaliii.." ucap Mega dengan entengnya.

Reza menggelengkan kepalanya, "Bener-bener udah gila ni orang!" umpat batinnya kesal.

Cinta Yang Aneh 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang