Bagian 23

1.8K 129 36
                                    

Semua orang bergegas menuju sebuah ruangan, tak ketinggalan Rashid yang terlihat sangat tegang di wajah tampannya. Begitu turun dari mobil yang mengantarkannya ke kediaman orangtuanya, wajahnya terlihat kurang bersahabat, tidak seperti Rashid yang biasanya. Ia berjalan cepat dengan langkah yang panjang, diikuti beberapa pengawal dibelakangnya. Ia memasuki sebuah ruangan dengan lukisan sang ayah yang terpampang besar menggunakan Bihst, jubah kebesaran anggota kerajaan berwarna coklat keemasan.

Ia menyalami pria yang sudah lewat 60 itu, dikursi yang telah terisi terdapat Hamdan dan Majid yang terlihat santai. Rashid menatap ayahnya yang tengah bersandar di kursi.

"Ayah, ada perihal apa anda memanggilku?" Tanya Rashid. Mohammed menghela nafas pelan, ia menginstruksikan pelayan untuk menuangkan teh untuk putra tertuanya.
"Ku dengar kau dan kedua adikmu pergi ke pedalaman gurun?" Tanya Mohammed, memulai. Rashid memandang Hamdan dan Majid bergantian dengan tatapan bingung.
"Benar Ayah." Jawab Rashid. "Kami mengecek proyek yang tengah dikembangkan Majid disana."
"Bagaimana proyek itu berjalan?" Tanya Mohammed santai. Rashid tersenyum, ia menjelaskan dengan senang hati.
"Adik kecilku merupakan perencana yang sangat hebat, ide yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Saat disana, aku merasa ditarik jauh berabad-abad ke belakang. Tak ada gemerlap lampu kota, tak ada kebisingan kota, segalanya jauh dari peradaban. Bahkan untuk hal-hal mendasarpun harus mengikuti peraturan dari tempat  ini. Aku yakin ini akan menjadi tujuan wisata yang sangat menarik. Dubai dengan kemewahannya dan Maazulah dengan kehidupan gurunnya." Rashid berbinar, bangga dengan Majid yang menjalankan proyeknya dengan sangat apik.
"Jadi bagaimana kemarin? apakah proyek ini sudah siap diluncurkan?" Tanya Mohammed pada Majid.
"Siap jika Ayah menghendaki." Ucap Majid
Mohammed manggut-manggut. Ia mengedarkan pandangan pada putra-putranya bergantian, lalu meraih secangkir minuman dihadapannya dan meneguk pelan.
"Aku dengar ada hal lain yang terjadi disana. Apa itu?" Ucap Mohammed sambil meletakkan cangkir minumnya.
"Maaf, maksud ayah?" Tanya Rashid heran
"Ku dengar salah satu putraku menculik seorang wanita secara paksa." Mohammed melirik Majid, yang dilirik berubah menjadi salah tingkah.
"Itu bukan penculikan ayah, aku menunjukkan karyaku pada seorang turis " Majid menyangkal.

"Seorang turis?" Ulang Mohammed

Majid menegang, ia berdehem untuk membersihkan tenggorokannya kemudian memajukan duduknya untuk menjelaskan dengan serius. "Kemarin aku sengaja mengajak turis itu untuk melihat karyaku tanpa menyebutkan jika itu adalah sebuah kota buatan. Kami menjelajah dan menyelami kehidupan di Maazulah seolah kami memang hidup di zaman dahulu. Ini seperti geladi sebelum kami meluncurkan Maazulah secara resmi serta untuk melihat kesiapan semua staff yang berakting sebagai penduduk Dubai dari masa lalu. Dan demi mendapatkan rasa yang sangat kentara, kami membangun semua detil infrastruktur dengan sangat serius hingga ke tempat yang sangat pribadi ...." 

"Apa maksudmu tempat yang sangat pribadi nak?" Potong Mohammed yang diikuti rasa penasaran kedua kakaknya terkait penjelasan Majid yang satu ini.

"Umm.. maksudku untuk itu tempat buang air besar, Ayah." Majid menjelaskan, Mohammed mengkerutkan keningnya.

"Tempat itu hanya sebuah ruangan kecil bersekat dengan beberapa perabot didalamnya."

Mohammed mengangguk-angguk.

"Lalu bagaimana tanggapan turismu?" Tanya Mohammad penasaran

"Pada awal pertama ia terlihat linglung dan kaget tentu saja, ditambah akting dari para staff sangat meyakinkan bahwa ia dibawa kembali ke jaman 200 tahun lalu." Ucap Majid sambil menyunggingkan senyum saat mengingat bagaimana Ana sangat kebingungan saat ia pertama kali terbangun di hari pertamanya di Maazulah.

"Aku yakin Maazulah akan sukses dan akan menjadi tujuan wisata favorit dan mendatangkan banyak turis seperti Burj Khalifa." Majid berbinar

"Kau yakin sekali nak." Mohammed tersenyum

"Aku yakin Maazulah akan sangat fenomenal, ayah. Mengingat sepengetahuanku, proyek seperti ini belum ada di negara-negara lainnya, dimana turis dibawa kembali ke abad lampau dan merasakan kehidupan gurun yang sebenarnya." Ucap Hamdan yakin, mendukung sang adik.

"Bagaimana dengan para turis VIP? apakah menurutmu mereka akan bertahan dengan wisata seperti ini?" Tanya Mohammed khawatir.

"Tentu saja, ada banyak pilihan akomodasi yang disiapkan di Maazulah, dimulai dari tipe sederhana hingga ke tipe rumah bak istana. Dan ada satu hal yang unik disini." Ucap Majid semangat, ia memajukan duduknya hingga ujung kursi, mencondongkan tubuhnya kedepan.

"Aku akan menyajikan sebuah kisah, dan hanya turis terpilih yang dipilih secara acak yang akan mendapatkannya" Ucapnya serius, kemudian tersenyum. Keluarganya mengerutkan kening, terutama Hamdan.

"Apa itu?" Tanya Mohammed

Majid memperhatikan wajah Ayah dan kakak-kakaknya satu persatu sambil tersenyum. kemudian ia berdehem kecil, menarik nafasnya dalam dan menghembuskan pelan-pelan. Ia sedikit mengulur waktu untuk menemukan kata yang pas untuk puncak idenya ini agar semua yang hadir tidak menertawakannya.

"Ayah, aku tahu ini akan terdengar sangat konyol bagimu, apapun keputusan Ayah mengenai hal ini aku akan mengikutinya, hanya ayah yang mengetahui mana yang terbaik untuk kelangsungan negara kita." Majid menggenggam tangan Ayahnya dan menatap lurus mata lelah itu.

"Katakanlah, nak" Ucap Mohammed lembut.
"Anda tahu jika popularitas negara kita di mata dunia salah satunya berasal dari banyaknya pangeran dan Putri yang menawan. Aku ingin menjual hal tersebut, melalui Maazulah."

"Apakah kisah ini saling berkaitan dengan popularitas saudara-saudara kita?" tanya Hamdan. Majid mengangguk mantap.

"Kisah Pangeran atau Putri kesepian akan sangat menjual ditambah suasana yang sangat mendukung di Maazulah. tentu saja tidak harus Pangeran dan Putri sungguhan, tapi mungkin sesekali kita sisipkan yang asli." Majid terkekeh. "Bagaimana menurut Ayah?" Tanya Majid, Mohammed menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan tawa.

"Apa kau yakin, nak? hal itu akan menjual Maazulah?"
"tentu saja, aku sangat yakin betul, Ayah. Semua orang perlu dan menginginkan Pangeran atau Putrinya sendiri. Walaupun singkat, tapi itu akan sangat-sangat berkesan. Dan tentunya, setiap pengunjung yang mendapatkan pelayanan khusus ini hanya ia yang beruntung atau yang membayar dengan harga tinggi, disana kita menawarkan eksotisme dan romantika negara gurun. Buat mereka jatuh hati dan tak melupakan segala pengalaman yang mereka dapatkan di Maazulah." Ucap Majid sambil tertawa, diikuti oleh kakak-kakak dan ayahnya.

"Kau memang sangat pandai nak" Mohammed menepuk-nepuk punggung tangan Majid senang.

"Segera luncurkan. Buat mereka datang dan jatuh cinta dengan negara kita." Mohammed sumringah.

----------------------------------------------------------------------------------------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alkisah di DubaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang