Bagian 6

3.8K 289 4
                                    

Majid tertawa terpingkal membayangkan apa yang terjadi pada Ana sekarang. Para pengawal yang melihatnya ikut tertawa karena sangat jarang Tuannya terlihat seperti sekarang. Saif yang melihat hal tersebut tidak ikut tertawa, ia merasa kasihan pada Ana. Apa yang dilakukan tuannya sungguh kelewatan, Saif berjanji setelah tugasnya selesai ia akan menghubungi Ana dan sekarang ia harus fokus menyetir, membawa tuannya yang sedang berbahagia ini menemui sang ayah.

Zayed Palace terlihat begitu berkilau dengan marmer kuning gading yang melapisi tiap bagian lantai dari istana itu. Besar dan megah dengan taman yang begitu luas yang dihiasi tanaman dan bunga berwarna warni. Sebuah kolam cantik dengan pancuran yang dapat bergerak dengan sendirinya mengikuti tiap alunan lembut musik yang diputar, mirip seperti di Burj Khalifa namun ini versi kecilnya.
Seorang gadis cantik berambut coklat tengah duduk diatas sebuah bangku taman berwarna putih. Gadis itu mengenakan abaya hitam bersalur emas dan warna khaki, bibirnya yang tebal dipadukan dengan hidung lancip dan mata indah itu tengah disibukkan dengan buku yang ada ditangannya. Sebuah novel karangan Alexandre Dumas, The Count of Monte Cristo. Saat tengah asik menyesapi setiap kata yang tertulis dalam buku itu, tiba-tiba suara seseorang memanggilnya lembut.
"Kau menikmati waktumu ditaman ini?" Tanya seorang pria berumur 60an, terkejut dengan orang dihadapannya gadis itu menutup buku tergesa dan langsung berdiri bermaksud menghormati si penyapa.
"Your Highness, selamat pagi. Sebuah kejutan mendapati kunjungan anda disini." Si gadis menyapa sambil menunduk. Orang yang dipanggil Your Highness tersenyum tenang dan mempersilahkan si gadis untuk duduk kembali, sedangkan ia duduk di sebrang meja yang sama dengan si gadis.
"Apa kau sudah sarapan?" Tanya Your Highness.
"Belum, Tuan." Jawabnya sopan.
"Ah!, kalau begitu kita sarapan disini saja. Majid sebentar lagi datang, ia akan bergabung dengan kita." Ucap Your Highness. Gadis tersebut terkejut mendapati perkataannya yang demikian.
"Apa tidak apa-apa jika saya bergabung?" Tanyanya sopan.
"Tentu saja, aku yang mengundangmu." Jawab Your Highness sambil tersenyum.
Beberapa pelayan menata meja dengan cekatan, dalam sekejap saja hidangan yang menggugah selera dengan tatanan cantik terhidang di meja. Your Highness mempersilahkan gadis itu menikmati hidangan.
"Bagaimana kabar ayahmu?" Tanya Yoyr Highness sambil memotong rotinya.
"Ayahanda sehat Tuan, alhamdulillah. Beliau tengah sibuk untuk proyek teluk yang rencananya akan di bangun tahun depan. Bagaimana kesehatan anda? semalam saya dengar anda kurang sehat." Ucap gadis itu khawatir.
"Ayahmu mempunyai kontribusi yang besar dalam pembangunan Dubai, aku harus menemuinya nanti. Kesehatanku? Yah, apa yang dapat aku harapkan jika usiaku sudah setua ini?" Kekeh Your Highess.
"Saya harap anda akan selalu sehat, Tuan. Agar Tuan bisa selalu menikmati pagi seperti ini setiap hari." Ucapnya tulus.
Dikejauhan tampak seorang pemuda berjalan menghampiri mereka, ia terlihat tampan dengan hoodienya. Wajahnya datar, tak memperlihatkan ekspresi apapun. Your Highness menyambutnya hangat, ia memeluk dan saling menggosokkan hidungnya. Sebuah budaya turun menurun yang dilakukan bangsa Arab di Uni Emirat Arab ketika bertemu saudara atau kerabat dekat atau mereka yang dianggap orang dekat.
"Selamat pagi Your Highness Majid." Sapa gadis itu sambil berdiri memberi hormat pada Majid.
"Selamat pagi, Nona Hessa." Sapanya datar.
"Tolong, Hessa saja." Pinta gadis bernama Hessa tersebut.
"Selamat pagi, Hessa." Ulang Majid.
Melihat kedua anak muda di hadapannya, Your Highness tersenyum senang. Ia merasa jika rencana perjodohan keduanya akan berjalan lancar melihat sebagai pasangan yang serasi. Majid yang dingin dengan Hessa yang ceria, mereka akan menjadi pasangan yang melengkapi.
"Ayahanda, kenapa hanya melihat kamu saja? Apakah anda tidak makan?" Tanya Majid membuyarkan lamunan ayahnya. Your Highness yang kembali tersadar karena Majid. Ia hanya tersenyum dan meneruskan sarapannya.
"Kau tak menyentuh sarapanmu?" Tanya Your Highness.
"Sebelum kemari aku sudah sarapan, Ayah." Ucap Majid kembali menyeruput kopinya.
"Oh begitu. Bagaimana kabar Souq pagi ini?" Your Highness tahu kebiasaan Majid jika pagi menjelang subuh ia akan berjalan disekitar Souq melihat aktivitas disana dan menjalankan ibadah di Masjid setempat bersama warga.
"Baik. Semua aktivitas berjalan normal, ku lihat semuanya aman." Ucapnya
"Bagaimana kabarmu Hessa? Sejak kapan kau disini?" Tanya Majid pada Hessa yang sedari tadi memperhatikan Ayah dan anak ini berbincang.
"Alhamdulillah baik, Your Highness Majid. Saya sedang membaca buku disini ketika Your Highness sedang berjalan-jalan ditaman indah ini." Ucapnya sopan.
"Panggil aku Majid saja." Ucapnya sambil tersenyum yang dijawab dengan anggukan oleh Hessa.

***

Majid dan Hessa berjalan-jalan disekitar halaman istana, mereka jalan dalam diam dan Majid tenggelam dalam pikirannya. Ia tahu jika tanggal perjodohan telah ditentukan, sekali ia terikat dalam perjodohan itu maka tak akan ada jalan keluar untuk membatalkannya. Hessa ialah kerabat jauh kerajaan, ayah dari buyut Majid mempunyai adik dan adiknya mempunyai anak yang dimana anak tersebut ialah buyut dari Hessa. Pertalian darah yang nyaris pudar dan kini keluarganya ingin menyambungkan itu kembali untuk mempererat tali persaudaraan. Tapi Majid mencium hal lain, pasti ada aroma politik dalam hal ini. Keluarga Hessa yang kini berjaya dalam bidang property dan pembangunan infra struktur dalam kemajuan Dubai dan keluarganya sebagai ujung tombak kemajuan negara Emirat ini ingin agar semua hal yang berhubungan dengan kemajuan negara dapat tercapai dan mereka berpikir perjodohan ini ialah jalan terbaik.
"Apa ada yang kau pikirkan?" Tanya Hessa yang memperhatikan Majid sedari tadi. Majid menggeleng, kemudian ia masuk kesebuah gazebo yang terletak di sudut taman.

Hessa mengikutinya dan ikut duduk di dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hessa mengikutinya dan ikut duduk di dalam. Beberapa pelayan segera menata sebuah hidangan yang terdiri hanya dari buah-buahan. Majid duduk santai dengan topangan dari sikunya, Hessa duduk disebrangnya. Ia memperhatikan Majid, bingung harus membahas apa karena ia tidak begitu mengenal Majid. Ini adalah kali kedua ia bertemu dengannya, Hessa senang dengan perjodohan ini jika itu memang yang terbaik dengannya. Tapi pria yang ada dihadapannya tampak begitu dingin, apakah ini sikap asli Majid selain yang disiarkan media massa tentangnya?.
Hessa memandang keluar gazebo, taman indah ini begitu luas dengan tatanan yang apik. Kemudian ia pun tenggelam dalam novelnya.
"Alexandre Dumas lebih menarik daripada mengobrol denganku?" Majid bersuara karena Hessa lebih memilih Novel dibanding dirinya. Ia mengalihkan pandangannya dan mendapati Majid tengah duduk tegap.
"Aku kira kau tak tertarik berbincang denganku. Lagipula kau terlihat banyak pikiran, aku tak ingin mengganggu." Ucap Hessa.
"Setidaknya kau bisa tanyakan 'kenapa?' padaku." Majid menekankan.
Hessa mengerti sekarang, Majid minta untuk diperhatikan.
"Kau kenapa?." Tanya Hessa sesuai permintaan Majid, namun Majid membuang muka dan ia bahkan tak menjawab Hessa.
"Lihatlah, kau tak menjawab." Ucap Hessa. Ia merasa geli sendiri melihat Pangeran satu ini, seperti anak kecil saja, pikirnya.
Lama mereka terdiam dalam hening, Hessa tak berani lagi membuka novelnya dan Majid masih sibuk dengan pikirannya. Untunglah sebuah panggilan masuk di ponsel Hessa. Oh, ia sangat bersyukur dengan hal itu. Cepat ia mengangkat panggilan itu, dan disebrang sana terdengar sapaan halus dari Ibundanya. Setelah menyelesaikan percakapan via telepon, Hessa bangkit untuk berpamitan pada Majid.
"Aku harus pergi, semoga apapun hal yang mengganjal di pikiranmu, dapat segera terselesaikan." Hessa lalu berjalan keluar gazebo. Belum sempat ia menuruni undakan tangga terakhir, Majid memanggilnya.
"Hessa!"
Hessa berbalik.
"Apa kau setuju dengan rencana pertunangan ini?" Tanya Majid.
Hessa terlihat berpikir sebentar, ia lalu tersenyum dan pergi, meninggalkan Majid dalam tanda tanya.
Majid yang tak menemukan jawaban dari Hessa langsung duduk kembali dan melempar pandangan ke gurun pasir dihadapannya.

"Aku rasa aku belum siap..." Ucapnya lirih.

----------------------------------------------

Hello, readers. As my promised yah. Hehehe thank you 🤗 jangan lupa baca juga
"Abraham's Family & Their Secrets"

*Adult Only

Alkisah di DubaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang