ADS 1

2.4K 215 16
                                    

Helaan nafas terdengar dengan halus di dada bidang Majid, Ana masih terlelap dalam tidurnya. Jantungnya berdegup kencang karena gadis di pelukannya begitu erat memeluk tubuhnya. Di celah gua yang sempit ini mereka begitu dekat tanpa adanya argumen panas yang biasa terlontar. Cuaca diluar gua telah berangsur membaik, pasir-pasir masih menutupi sebagian tubuh mereka, tat kala Ana menggeliat bangun dari tidurnya, mata Majid menatap manik yang mulai terbuka itu dengan senyum.

"Kita selamat?" Tanya Ana dengan sura parau, Majid mengangguk. Ana melepas pelukannya namun Majid menahannya agar lebih lama lagi dan Ana pun tak menolak. Berada di pelukan Majid membuatnya begitu tenang, apa hatinya mulai menerima sosok pria dihadapannya ini?.

"Kau tak perlu pulang." Bisik Majid sambil membenanmkan bibirnya di puncak kepala Ana, sebuah kecupan mendarat disana dengan lembut membuat jantung Ana berdesir hebat, ia merasa seperti dimiliki.

"Aku harus pulang" Balas Ana denga suara kecil. Tangannya memluk Majid semakin erat, lain antara ucapan dan kenyataan yang kini tubuhnya lakukan.

"Kurasa hati kecilmu tak berkata demikian." Ucap Majid sambil tersenyum, mendaratkan dagunya yang dipenuhi janggut yang tertata rapi itu di puncak kepala Ana.

"Tidak, hati kecilku pun berkata hal yang sama. Aku harus pulang besok." Ana melepaskan pelukannya, Majid mengernyit.

"Kenapa?"

"Aku harus pulang, keluargaku telah menunggu." Ana menggigit bibirnya sambil menunduk.

"Tak bisakah kau tinggal lebih lama?" Pinta Majid, Ana menggeleng.

"Aku harus kembali." Ana bangkit, berjalan keluar gua. Saat langkahnya hampir mendekati ambang pintu gua, tangan Majid menariknya.

"Aku mohon, tinggal lah." Wajah Majid terlihat memelas. Ana menatap tangan kekar yang menahan lengannya. Ia berbalik, menjinjitkan kakinya dan memeluk Majid hangat. Majid menyambutnya dengan pelukan yang tak kalah eratnya.

"Aku mohon, tinggal lh bersamaku. Aku akan memberikan segala keinginanmu, aku hanya ingin dirimu tetap berada disampingku." Pinta Majid sambil memejamkan matanya, berharap Ana merubah pikirannya agar tak pergi.

"Aku... pun ingin tetap bersamamu, tapi aku harus pergi. Ku mohon lepaskan aku kali ini saja." Ana menahan bendungan dimatanya, matanya perih, lebih perih daripada kemasukan pasir saat badai tadi.

"Tak bisakah keluargamu menunggumu lebih lama?" Majid menempelkan dahinya dengan dahi Ana, hidung mancung itu menyentuh pangkal hidung Ana yang mungil.

Ana mencoba melepaskan pelukan Majid, namun sosok itu begitu kuat menahan lengannya pada tubuh Ana, takut jika ia melepaskannya bisa saja Ana tak akan pernah kembali kepelukannya.

"Aku harus kembali berkumpul bersama keluargaku, besok Hari Raya, Majid." Terang Ana, memandang Majid dengan senyum. Mata coklat itu mengernyit, sesaat ia tak dapat berkata-kata, mencoba mencerna apa yang Ana katakan barusan.

"Ah! Kau benar! Besok Hari Raya Idul Fitri." Majid tiba-tiba sumringah, Majid menampilkan senyuman menawannya, membuat Ana semakin bimbang untuk meninggalkan Majid demi untuk berkumpul dengan keluarganya di Indonesia. Majid melepaskan pelukannya, mendorong Ana pelan agar sedikit menjauh darinya. Ia tersenyum bijak.

"Pergilah, aku tahu jika berkumpul bersama dengan keluarga dihari kemenangan ini adalah sebuah hal yang teramat penting bagimu." Masih dengan senyum menawannya. Ana kaget dengan sikap dan ucapan Majid barusan, ia mengerjapkan mata besarnya beberapa kali, seolah tak percaya jika pria penuntut dihadapannya melepaskannya begitu saja. Ada sedikit lega namun ada pula sedikit kekecewaan dihatinya. Ia berharap Majid untuk terus menahannya, karena itu menyenangkan, namun ia berharap mMajid dapat ikut dengannya, menemui keluarganya di Indonesia. Tapi tentu saja hal itu sangat mustahil, Majid menginginkannya namun belum tentu Majid ingin ketahap seserius itu.

Ana melangkah mundur, meninggalkan gua dan mahluk tampan di dalamnya dengan perasaan yang campur aduk. Ia terus berjalan menjauh, langkahnya terasa ringan karena akan bertemu keluarga di kampung halaman namun hatinya, masih terasa berat karena sedikit harap agar ia dapat menghabiskan waktunya bersama Majid juga. Ana menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, ia merutuki pikiran bodohnya, tentu saja Majid tidak akan mau untuk ikut dengannya ke Indonesia.

Ana pun terbang dan kembali ke kehangatan keluarganya untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri bersama.

*** 

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H

Mohon Maaf Lahir & Batin 

Tunggu Kelanjutan Ads Edisi Idul Fitri Besok Pagi yah....

Alkisah di DubaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang