Awas typo!
Perth pulang dengan pandangan kosong, tak peduli langit malam dan udara dingin. Ia tetap berjalan seorang diri menuju asramanya.
****
Perth telah sampai di asramanya tepat pukul 10 malam. Ia membuka pintu dan menyeret badannya yang lelah menuju kasur.
"Perth! Apa yang terjadi?!"itu Plan yang berlari dari arah meja belajarnya menghampiri Perth.
"Aku tidak apa Ai Plan.."jawab Perth seadanya.
"Apanya yang tidak apa?! Lihatlah wajahmu!"kata Plan dengan nada sedikit marah. Tentu saja Plan marah, lihatlah keadaan Perth sekarang, jauh dari kata baik. Wajah pucat dan sedikit lebam, baju yang sobek dan beberapa noda darah terdapat di bagian perutnya. Sungguh mengenaskan.
"Kau dari mana saja?!"tanya Plan sedikit berteriak karena dari tadi Perth hanya terdiam seperti orang bodoh sambil melepas pakaianya.
"Hey! Jawab aku!!!"goncang Plan pada tubuh Perth yang tak kunjung membalas pertanyaanya.
Perth duduk di kasurnya tanpa menggunakan atasan, luka diperutnya masih sakit
Perlahan bahu lebar yang digoncang tadi itu bergetar terisak. Tangisannya teredam dalam. Kepalanya semakin menunduk.
"Hiks..."
"Ai' Perth kau...kau kenapa?"Plan semakin khawatir melihat keadaan sahabatnya yang terbilang sangat miris. Sebesar masalah yang dihadapi Perth, dia tidak pernah sampai menangis begini.
Paling dia hanya terdiam menahan emosi dan pergi menghajar samsak tinju yang ada disudut ruangan.
Fyi, Perth sering latihan tinju di asramanya, ia membeli samsak itu ketika pertama kali pindah ke asrama.
Perth sangat suka olahraga tinju, tapi ia memutuskan untuk latihan sendiri tanpa ikut club atau semacamnya di kampus."Perth kau bisa cerita padaku...tidak apa.."plan masih berusaha menenangkan Perth. Plan mengelus pelan bahu bergetar itu.
"Apakah aku harus menyerah sekarang?..."suara Perth terdengar sangat lemah. Plan tidak pernah melihat Perth seputus asa ini. Seberat itukah yang Perth hadapi?
"Menyerahlah jika memang kau lelah..."ucap Plan sambil tetap mengelus bahu Perth.
Kemudian Perth mendongakan kepalanya menatap Plan dengan pandangan sedihnya.
Plan yang melihat kondisi Perth langsung menerjang Perth ke dalam pelukannya.
"Hiks...perthhh...hiks...kau...kau kenapaa?? Hueeee...!"tangis Plan pecah seketika, ia benar-benar tidak bisa melihat keadaan sahabatnya saat ini.
"Hey..kenapa kau yang menangis bodoh..haha"kata Perth sembari mengelus rambut Plan, ia sangat menyayangi sahabatnya ini. Sudah ia anggap saudara kandung. Susah dan senang sudah mereka lewati bersama.
"Kau masih...hiks..bisa tertawa?!!!"kata Plan ditengah tangisan bayinya.
Setelah tangis Plan reda dan cukup tenang, mereka melepaskan pelukannya.
"Perth kau ada masalah apa?"tanya Plan lagi.
"Aku..."Perth merasa tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, bukan ia ingin menyembunyikan tapi tak ingin Plan menjadi marah pada P'Saint nantinya."Apa masalah Saint!"pernyataan Plan telak membuat Perth menoleh seketika.
"Kau!"
"Aku tahu!! Paparazi kampus memberitakannya hari ini.."Plan seakan tahu pertanyaan Perth selanjutnya.
"Apa kau mengikuti mereka ke taman bermain?! Jawab!!"seru Plan marah pada Perth.
"Hmm.."gumam Perth.
"Bodoh!..."kata Plan tepat di depan wajah Perth.
"Aku tahu, aku memang bodoh.."jawab Perth masih memikirkan kejadian tadi. Jujur hatinya masih sangat sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Answer In Our Hearts (END)
Fanfiction#1 - Saintsup 18/7/19 #1 - Perthppe 13/8/19 #12 - Thailand 21/7/19 "Aku tahu cinta kita sangat mustahil untuk bersatu. Hatimu sudah menjadi miliknya. Bisakah aku menjadi pemeran utama dalam hidupmu? Pemeran sampingan yang saat ini kujalani , pemera...