8. panggil aku papa

404 71 21
                                    

¤×¤×¤×¤

Terik matahari tak membuat lizia dan lucia bermain dan berlari di sebuah taman merasa lelah, padahal mereka tengah berpuasa namun semangat nya tak pernah pudar, kapan lagi momen-momen seperti ini dirasakan oleh dua orang kakak beradik itu. Lizia yang sibuk akan perkerjaan dirumahnya mengabaikan adiknya yang bermain sendiri. Mungkin saat inilah dia bisa menebus semuanya pada adik tersayangnya. Setelah ini ia berfikir akan mengajak lucia berkeliling kota. Ia berniat membawa adiknya dan anaknya ke sebuah musium, tempat itu cukup menarik sekaligus memberikan pembelajaran pada adiknya. Pilihlah tempat yang menyenangkan dan bisa mendidik seseorang, itulah moto lizia jika ingin membawa adiknya jalan jalan.

Lizia kembali memperhatikan junho yang duduk di sebuah kursi yang ada di bawah pohon. Ia sedari tadi menggendong Revian yang tak lagi mau tidur. Bayi kecil itu tidak menangis, namun ia sibuk mengisap jempolnya yang semakin membuat gemas pria tampan itu. Rasanya dia ingin punya anak seperti Revian, yang lucu, tampan, dan penurut. Lizia beruntung memiliki bayi yang tidak suka cengeng.

Junho terkikik saat menjahili Revian dengan poninya yang panjang. Begitupun Revian tertawa merasakan geli di area wajahnya.

"Kau lucu sekali sayang, rasanya papa ingin memakanmu." ujar junho yang entah keberapa kalinya ia mencium pipi Revian. Tidak seperti bayi biasanya yang menangis apabila di cium Revian bayi yang menyenangkan, dia malah tertawa saat dicium oleh junho. Bayi itu sangat nyaman berada dalam dekapan pria tampan itu.

Junho tak sadar akan kata-kata terakhirnya, yang menyeputkan dirinya sebagai papa. Ia begitu bahagia sehingga tak menyadari adanya lizia yang sudah duduk disampingnya.

"Kau sangat menyayangi Revian." Kata lizia yang mengagetkan junho.

"K-kau? Sejak kapan kau ada disini?"

"Sejak kau menyebut dirimu papa."

"Papa? Bagus juga, hay Revian! aku papa barumu." Katanya sembari memegang tangan Revian seperti seseorang yang sedang bersalaman, kemudian mencium tangan mungil bayi itu. Revian kembali tersenyum dan bergumam tidak jelas.

"Lihat dia merespon ku! iya sayang, aku papamu! panggil aku papa, ya." Ucap junho dengan semangat serta senyuman yang tak pernah pudar. Lizia tersenyum menatap anaknya yang berbicara dengan bahasa pelanetnya.

"Kau beruntung mempunyai putra seperti Revian, dia ini lucu sekali."

"Sudah berapa kali kau mengatakan itu padaku." Balas lizia, Pria tampan itu tertawa cool, ia baru sadar jika ia mengatakan itu berulang kali.

Lizia mengalihkan tatapannya, menatap arloji mahal yang ada di tangan kanan kiri junho, yang menampilkan waktu makan siang.

"Sebaiknya kita mencari kafe yang buka disiang hari ini."

"Kau tak puasa?" Tanya junho dengan mengangkat alisnya sebelah.

"Kau yang tidak puasa! seharian ini kau hanya bermain dan menggendong Revian. Pasti kau lelah dan lapar."

Junho mengernyit, memandang wajah cantik lizia.

"Lelah? Kelaparan? Aku? Aku ini pria dan aku tidak ingin makan dan minum apapun hari ini."

I'm not a MUSLIM || Cha Junho PDX101 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang