29.

10.1K 555 11
                                    

"Vanya sayang jangan ngambek kaya gini dong," bujukan dari Naya belum juga berhenti.

Vanya yang kini tengah membereskan baju-bajunya pun sedikit merasa kesal, pasalnya Naya sedari tadi terus saja memintanya agar tidak marah.

Vanya tidao marah, sama sekali tidak. Vanya hanya ingin kembali ke rumahnya dan menunggu sang mamah pulang dua hari lagi.

Nadin bilang akan di luar kota selama satu minggu tapi ini hampir dua minggu, dan sang mamah itu belum juga pulang, alasannya sih masih sibuk.

"Anya gak ngambek kok, Anya cuman pengen pulang ke rumah aja," kata Vanya sambil menurunkan koper dari atas kasur.

"Bilang aja Anya lagi marahan kan sama Mevan?" suara Bani terdengar di ambang pintu.

"Kamu di apain sama anak kecebong itu? Apa yang di lakuin tuh bocah sampe Anya pengen pulang? Minta di azab tuh bocah!" tanya Bani dengan wajah kesal.

Vanya terkekeh mendengarnya, "Anya gak lagi marahan kok sama Mevan, Anya cuman lagi apa yah? Semacam lagi jaga jarak," kata Vanya dengan nada yang terdengar sedih.

"Kalo lagi jaga jarak berarti kamu lagi marahan samaa Mevan! Kamu di apaain sama dia? Apa dia bikin kamu nangis?" tanya Bani dengan memeicingkan matanya.

"Engga kok om engga, udah yah Anya pamit pulang dulu," kata Vanya sambil menarik koper melewati Bani dan Naya.

"Owh iya," Vanya yang semula ingin menuruni tangga terhenti, membalikan badannya hingga menatap Bani dan Naya.

"Om Tante, makasih yah udah mau nampung Naya selama dua minggu ini, maaf udah ngerepototin hehe, Anya janji tar kalo Anya di beliin oleh-oleh Anya bakal kasih kok ke kalian," kata Vanya dengan raut wajah seperti seorang bocah.

"Anya tinggal di sini lagi yah," Naya masih membujuk, tidak memperdulikan oleh-oleh yang akan di berikan oleh Vanya.

"Kapan-kapan aja yah Tante, kali ini Anya harus pulang."

"Kamu gak betah di sini? Kamar kamu kurang besar? Apa kasur kamu keras kaya pantat papahnya Mevan? Apa kamu mau ganti cat kamar kamu? At-" cerocosan Naya terhenti oleh tikungan Vanya yang super duper cepat.

"Anya betah kok, kamarnya bagus Anya suka, kasurmya juga empuk, tapi Anya emang kudu harus pulang Tante, Anya udah gak bisa di sini lagi, maaf yah Tante. Kapan-kapan Anya bakal nginep lagi kok, papai Om Tante," ucap Vanya dna kembali menuruni tangga.

Namun saat di tangga bawah Vanya lagi-lagi harus menghentikan langkahnya saat seseoeang menghalangi jalannya. Orang itu adalah Mevan yang tengah menatapnya dengan raut wajah Datar.

Astaga, bahkan untuk Mevan yang saat ini tengah ada di hadapannya pun seperti orang asing, Mevan di hadapannya seperti orang yang tak pernah ia kenal, Mevan di hadapannya bukan Mevan yang dirinya kenal, bukan Mevannya tapi Mevan orang lain.

"Gak usah Alay! Balik ke kamar, masukin baju-baju lo ke lemari lagi!" perintah Mevan dengan begitu menusuk.

"Gua mau balik, emak gua dua hari lagi pulang kok," kata Vanya yang kembali melangkah namun di tahan oleh Mevan.

"Masuk ke kamar! Tidur!" perintah Mevan.

"Van! gua mau bal-"

"Gua bilang tidur!" Potong Mevan cepat, membuat Vanya mau tidak mau kembali membawa kopernya ke kamar.

"Mamah sama Papah ngapain disitu?" tanya Mevan dingin, membuat Bani dan Naya yang berada di atas tangga kicep.

"Mamah sama Papah cuman lewat doang kok, yuk Pah kita buat Anak lagi biar bisa di jodohin sama Vanya," ceolos Naya yang langsung menarik Bani pergi.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang