39.

8K 466 7
                                    

Saat bel pulang Mevan dengan sengaja menunggu di depan kelas Renata, menunggu gadis yang sedari tadi ia tunggu keluar dari kelas.

Rega yang sedari tadi diam pun masih mempertahankan aksi diammya, ia tak pernah berani bersuara ataupun menganggu Mevan yang sudah berubah menjadi singa seperti ini.

Cukup dulu saja ia terkena amukan singa, tapi sekarang engga lagi deh, Rega benar-benar takut, bahkan sekedar menoleh pada Mevan pun ia tak berani.

Rega berdoa di dalam hati agar nanti saat Renata menampakan dirinya, gadis itu tidak di lahap hidup-hidup oleh Mevan.

"Gua perlu ngomong sama lo!" suara Mevan benar-benar begitu mengerikan.

Renata yang baru keluar pun merasa terkejut dan sedikit metasa takut dengan tatapan tajam Mevan.

"Ada apa Van?" tanya Renata, suaranya terdengar jelas jika ia ketakutan.

"Apa yang lo lakuin ke Vanya? Dimana Vanya?!" suara Mevan sedikit meninggi, membentak Renata yang langsung diam ketakutan.

"Ma-maksud lo apa Van?" tanya Renata, menoleh pada Rega yang langsung membuang muka.

"Apa yang udah lo lakuin ke Anya! Jawab!" kali ini Mevan sudah tidak bisa menahan diri lagi, ia dengan cepatnya membentak Renata.

"Van..." suara Renata terdengar gemetar, Renata ketakutan.

"Kalo gua tau apa yang udah lo lakuin ke Anya, lo bakal tau akibatnya!" ancam Mevan yang langsung pergi dari hadapan Renata yang masih ketakutan.

***

V

anya berjalan gontai masuk ke dalam rumahnya, hari ini ia benar-benar lelah. Ia tidak ingin berbicara dengan siapapun, ia hanya ingin sendiri dan kembali menangis sejadi-jadinya.

"Anya kamu udah pulang?" tanya Nadin yang baru saja keluar dari dapur.

"Anya cape Mah, Anya mau istirahat," balas Vanya yang langsung menutup pintu kamaranya. Menjatuhkan tubuhnya di kasur dan kembali menangis di bawah bantal.

Vanya merasa malu karma telah di permalukan di depan umum oleh Renata, kenapa harus menamparnya di depan umum? Kenapa harus berbicara dengan suara lantang saat mengucapkan kalimat menikung? Kenapa tidak di bicaran baik-baik saja? Kenapa harus dirinya?.

Menangis ternyata menguras tenaga, Vanya merasa lelah, ia ingin istirahat dan Vanya berharap saat ia bangun ini semua hanya mimpi, ia berdoa agar rasa sakit di pipinya akibat tamparan Renata tidak lah nyata. Vanya terus berdoa hingga tanpa sadar dirinya telah terlelap, telah masuk ke alam mimpi.

.
.
.

Vanya terbangun dari tidurnya saat merasa dingin di pipinya, Vanya membuka matanya perlahan dan begitu ketakutannya Vanya saat melihat mevan di hadapannya.

Vanya bangun dan memeluk tubuhnya di kepala ranjang, Vanya takut pada Mevan hingga ia kembai menangis.

Mevan yang terkejut mencoba mendekat pada Vanya dengan perlahan, ia tidak tau ada apa dengan Vanya hingga saat melihatnya Gadisnya itu begitu ketakutan.

"Jangan takut," pinta Mevan dengan menarik ke dua tangan Vanya dengan hati-hati.

Vanya tetap menangis, dan itu sukses membuat ke dua mata Mevan menyorotkan kebencian.

"Sut... jangan takut, gua gak akan nyakitin lo," ucap pelan Mevan sambil berusaha membawa Vanya ke dalam pelukannya.

Memang sedikit sulit karna Vanya terus meronta dengan raut wajah takut, seakan-akan ia akan menyakiti Vanya.

"Kemari lah... izinkan aku memelukmu," ucap Mevan dengam suara yang begitu lembut.

Vanya terdiam, tidak meronta dan tidak bersuara, namun beberapa detik berikutnya Vanya berhambur kedalam pelukan Mevan, menangis keras dengan memeluk erat Mevan.

"Jangan nangis, gua disini. Gua gak akan nyakitin lo," Mevan mengusap punggung Vanya pelan, berusaha menenangkan Vanya yang terus saja menangis.

.
.

"Siapa yang nyakitik lo Nya?" tanya Mevan saat tangisan Vanya telah mereda.

Vanya menjauhkan tubuhnya dari Mevan, mengengam satu tangan Mevan mengunakam ke dua tangannya dengam begitu erat.

"Siapa yang berani nampar lo? Siapa yang berani bikin lo nangis kaya gini?" tanya Mevan sambil mengusap pelan pipi Vanya yang terlihat jelas bekas telapak tangan seseorang.

"Apa gua salah suka sama lo?" tanya Vanya dengan suara pelan.

Mevan terkejut mendengarnya.

"Tolong kasih tau gua Nya apa yang udah terjadi sama lo," pinta Mevan dengan nada menahan kesal.

"Jadi tadi..."

Vanya menceritakan kejadian awal hingga akhir, ia menceritan semuanya dari Renata yang meminta bantuannya untuk mendekatkannya pada Mevan hingga berakhir ia mendapatkan tamparan serta di permalukan di depan banyak orang.

"Apa gua salah Van suka sama lo?" ulang Vanya dengan nada gemetar.

Saat ini Mevan benar-benar merasa kesal, ia sudah tidak bisa menahan diri lagi. Ia benar-benar ingin menghabisi Renata detik ini juga.

Karna ulah gadis itu, Vanya menjadi ketakutan seperti ini. Dan dengan beraninnya gadis itu menampar Vanya? Benar-benar cari mati!.

"Lo gak salah! Bahkan gua bersyukur karna lo suka sama gua, yang salah Renata bukan elo," jelas Mevan sambil menangkub wajah Vanya yang terlihat sangat kacau.

"Minta di kasih pelajaran tuh bocah!" gumam Mevan dengan penuh amarah.

"Renata cewek Van, jangan ngelakuin apapun ke dia," pinta Vanya dengan raut wajah memelas.

"Tapi Nya, dia udah nampar lo, dia udah bikin lo malu," ucap Mevan sambil mengusap kembali pipi Vanya.

"Janji Van kalo lo gak akan ngelakuin apapun ke Renata," pinta Vanya dengan penuh memohon.

Mevan menghela nafas, di tariknya Vanya kembali ke dalam pelukannya.

"Gua gak terima milik gua di sakitin Nya, gua gak pernah terima," suara Mevan terdengar menahan  amarah.

"Van..." lirih Vanya

"Lain kali kasih tau ke gua kalo ada yang nyakitin lo! biar gua kasih dia pelajaran," ujar Mevan dengan penuh kekesalan.

"Apa sakit?" tanya Mevan, suaranya berubah lembut, begitu pun dengan tatapannya.

Vanya mengangguk pelan. Sudah pasti sakit bukan jika di tampar? Dan Vanya tidak ingin berbohong tentang itu.

"Maafin gua yah," Mevan kembali mengusap pipi Vanya dengan pelan.

Vanya menggelengkan kepalanya cepat, tidak. Ini bukan salah Mevan, ini salahnya yang dulu mau saja membantu Renata.

"Gua yang minta maaf Van, karna ini salah gua. Kalo dari awal gua gak bantuin dia mungkin endingnya kagak kaya gini." sorot mata Vanya terlihat banyak penyesalan.

"Udah Nya. Mulai saat ini gua gak akan biarin lo di sakitin lagi," ucap Mevan dengan penuh sungguh-sungguh.

***

Tbc💜

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang