43.

7.9K 401 5
                                    

Sebelumnya maaf, alur author cepetin dengan alasan alur yang sebelumnya author lupa:v

***

Dengan sangat posesifnya Mevan melingkarkan tangannya pada pinggang Vanya saat Andra berjalan ke arah mereka berdua.

Vanya yang menyadari itu hanya bisa menghela nafas sebal, Andra hanya mantan dirinya saat SD dulu, itu pun bersama hanya beberapa menit saja, tapi Mevan begitu terlihat sangat membenci Andra.

"Van!" panggil Vanya.

"Gua gak mau lo di ambil sama Andra Nya!" balas Mevan dengan mata tak lepas menatap Andra yang masih berjalan ke arah mereka.

"Gua sama Andra cuman mau bantuin Lutry ngerjain tugas yang belom selesai doang," ucap Vanya menyakini Mevan bahwa Andra tidak mungkin merebutnya dari Mevan.

"Kenapa harus Andra?" tanya Mevan, tatapannya terlihat sangat jelas jika ia tak menyukai Andra.

"Karna Lutry deketnya ke gua sama Andra Van, gak usah berlebihan Van. Andra sama gua itu temen kaya elo sama Renata," balas Vanya yang di akhir kalimatnya langsung membuang muka.

Bicara soal Renata, akhir-akhir ini gadis itu kembali seperti biasanya, sering tiba-tiba ikut gabung dengan mereka, kembali mendekat tanpa mengatakan kata maaf pada Vanya.

Renata kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa dan tak pernah melakukan apa-apa, bahkan Vanya merasa jika Renata tengah berpura-pura baik padanya.

Vanya sudah sangat menduga jika Renata masih menyukai Mevan, Vanya merasa jika Renata lah yang nantinya akan menjadi orang yang akan menghancurkan hubungannya bersama Mevan.

Terlalu berlebihan? Tidak untuk Vanya, Vanya terlalu takut jika Renata akan merebut Mevan darinya.

Bahkan dari lubuk hatinya Vanya merasa sangat menyesal karna tempo hari yang lalu ia sempat membujuk Mevan agar memaafkan Renata, karna dulu Vanya kira Renata pun akan meminta maaf padanya dan menyesali kesalahannya dan akan melepas Mevan.

Tapi ternyata dirinya salah, Renata tidak meminta maaf padanya, Renata tidak menyesali apa yang telah gadis itu perbuat padanya. Vanya salah karna telah menyuruh Mevan untuk memaafkan Renata, sangat salah. Karna dengan seperti itu berarti Vanya memberi Renata peluang untuk merebut Mevan darinya.

"Vanya!" panggil Mevan.

"Gua gak pernah suka lo terlalu deket sama Renata Van," kata Vanya dengan kepala menunduk.

"Gua sama dia cuman temen Nya, lo kan tau itu," balas Mevan dengan tangan merubah posisi menjadi mengengam tangan Vanya.

Vanya mendongkak, menatap lurus ke depan yang ternyata Andra tengah berdiri tak jauh darinya.

Andra memberi kode padanya untuk berbicara berdua terlebih dahulu bersama Mevan.

"Dan gua sama Andra pun sama Van, gua sama dia itu cuman temen, tapi kenapa lo gak suka kalo gua temenan sama Andra?" Vanya menatap Mevan dengan tatapan penuh kebinggungan.

"Karna gua gak mau lo di rebut sama Andra Nya, gua takut," jelas Mevan dengan sorot mata yang sangat serius.

"Lalu apa kabar sama gua Van? Gua juga gak mau lo di rebut sama Renata, gua takut! tapi lo selalu nyuruh gua buat ngebuang rasa takut itu dengan alasan kalo Renata itu cuman temen lo, tapi lo lupa Van, dulu Renata itu suka sama lo," setelah mengucapkan itu Vanya melepas paksa tangannya dari gengaman Mevan. Mevan begitu egois dalam masalah ini.

Vanya begitu tidak habis pikir dengan Mevan, ia pun sangat takut jika Mevan di rebut oleh Renata atau wanita lain, tapi kenapa disini yang boleh egois itu Mevan saja? Mengapa Vanya tidak boleh?.

"Maaf Nya," suara yang terdengar sangat menyesal itu terdengar oleh Vanya.

Vanya menghela nafas, menatap kembali ke arah depan, dan ternyata Andra sudah tidak ada di sana, apa Andra meninggalkannya?.

"Nya..." panggil Mevan.

"Pulang sekolah jangan ajak Renata gabung!" perintah Vanya yang langsung berlalu pergi.

Entah Mevan akan menuruti permintaannya atau tidak, tapi yang jelas seorang Vanya pun berhak merasa cemburu!.

Karna semua orang berhak merasakan pahitnya cemburu. Supaya dirinya tahu bahwa mencintai tidak selalu mudah. Bahkan saat dirinya merasa  sangat di cintai oleh seseorang yang juga mencintainya.

***

"Udah yah acara diem-diemnya, sayang loh es krim nya gak di makan," ucap Mevan yang masih membujuk Vanya yang masih mendiaminya sejak tadi siang.

Ia telah mengiyakan perintah Vanya, tidak mengajak Renata ikut gabung, bahkan ia pun tidak jadi bermain ps bersama Rega karna Vanya masih saja mendiaminya.

"Bawa pulang lagi aja es krimnya, gua gak mood buat makan es krim," kata Vanya sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Nya... gua minta maaf," ucap Mevan dengan di akhiri helaan nafas lelah.

"Iya gapapa," balas Vanya dengan nada acuh, ia tak mau banyak bicara atau pun menyuruh Mevan untuk introfeksi diri, ia memilih diam yang berakhir Mevan akan mengulanginya lagi.

Kata maaf hanya membuat seseorang kembali mengulang kesalahannya, bukan untuk menyadarkan tentang kesalahannya.

"Anya!" panggil Mevan.

"Ke taman yuk, gua pengen cari angin," ajak Vanya sambil bangun dari kasurnya.

Vanya benar-benar malas untuk berdebat ataupun kembali berbicara banyak yang berakhir membuat bibirnya pegal, ia memilih untuk kembali masa bodo dan melupakan perdebatannya tadi siang dengan Mevan, seolah-olah perdebatan tadi siang tidak pernah tidak terjadi, dan ia tak pernah mendiami Mevan seperti menit yang lalu.

Mevan memperhatikan Vanya yang berjalan di sampingnya, ia sadar jika Vanya juga sangat amat takut seperti dirinya, bahkan Vanya terlihat sangat jauh merasa takut dari dirinya, tapi ia pun ingin meyakini Vanya jika ia dan Renata hanya sebatas teman tidak lebih.

"Nya lo percaya kan sama gua?" tanya Mevan, raut wajahnya kini terlihat takut.

Vanya yang tengah sibuk dengan pikirannya refleks menghentikan langkahnya, menatap Mevan dengan diam, kemudian mengganguk.

"Selalu percaya, bahkan lebih dari diri gua sendiri," ucap Vanya. Lalu kembali berjalan dengan langkah pelan.

"Maafin gua yah," ucap Mevan sambil kembali menggengam tangan Vanya.

"Untuk semuanya," tambah Mevan dengan nada yang terdengar sangat serius.

"Gak usah di permasalahkan, cukup infrofeksi diri dan cari tau apa yang harus di lakuin," balas Vanya dengan spontan.

"Tapi lo harus tau Van, setiap gua cemburu, gua akan memasa bodokan semuanya," kata Vanya, mendudukan bokongnya pada kursi taman.

"Iya Nya, gu ngerti," balas Mevan.

"Apa yang lo ngerti Van?" tanya Vanya dengan terkekeh pelan.

Mevan tak menjawab pertanyaan Vanya, ia malah meluruskan pandangannya ke depan.

Vanya terkekeh pelan, bahkan sangat pelan. Ia benar-benar tidak di perbolehkan egois oleh Mevan.

***

Tbc💜

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.


𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang