Tiga hari setelah kejadian itu Vanya masih menjauhi Mevan, Vanya masih tidak mau berbicara pada Mevan dan bahkan setiap Mevan sengaja duduk di samping Vanya saat belajar, Vanya memilih berpindah duduk menjadi di depan.
Menghilangkan trauma yang sudah lama tidak Vanya rasakan lagi ternyata begitu sulit, apalagi bertemu setiap hari dengan orang yang membuat trauma itu kembali hadir semakin membuat Vanya tambah sulit.
Tiga hari ini Vanya maupun Mevan seperti kehilangan separuh hidup mereka, tiga hari saling berdiam diri membuat mereka seperti kehilangan sesuatu yang selama ini ia rasakan.
Dan selama tiga hari ini Mevan benar-benar merasa kehilangan sosok Vanya yang begitu aneh, manja, lebay, dan yang lainnya.
Mevan benar-benar merasa kehilangan Vanya yang selalu menggangunya, kehilangan Vanya yang tidak pernah bisa diam dengan tingkah idiotnya, kehilangan Vanya dengan pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal yang keluar dari mulut Vanya.
Mevan rindu Vanya, namun ia tidak tau harus melakukan apa, ia sadar ia telah menghidupkan kembali trauma di diri Vanya yang dari dulu dengan mati-matian Vanya matikkan, dan bodohnya ia dengan sekejap ia kembali menghidupkan tarauma terbesar Vanya.
"Gua yakin gak sampe seminggu kok Vanya ngejauhin lo," kata Rega tiba-tiba yang duduk di hadapan Mevan.
Mevan menatap Rega dengan tatapan yang masih sama dengan tatapan yang selama tiga hari ini ia beri pada Rega, Dingin.
"Gua tau ini salah gua, tapi gua bisa bantuin lo kok," kata Rega yang tak pernah bisa menang melawan Mevan, apalagi jika Mevan tengah benar-benar penuh emosi.
"Kalo bukan gara-gara lo, Vanya sekarang ada di sini!" ucap Mevan dengan nada penuh kekesalan.
"Iya... iya gua tau Van, tapi tolong tahan emosi lo jangan emosi dulu, kalo Vanya tau dia bakal makin takut sama lo," ujar Rega yang sukses membuat raut wajah Mevan berubah menjadi biasa.
"Vanya udah makan istirahat?" tanya Mevan yang memang dari pelajaran pertama sampai sekarang ia memilih untuk bolos pelajaran, guna untuk membantu Vanya agar tidak takut padanya lagi.
"Udah, dia tadi istirahat sama Andra," jawab Rega sambil memakan kacang yang berada di meja.
"Sama Andra? Lo gak ikut," tanya Mevan dengan raut wajah tak suka.
"Gua kan ke sini, lagian Vanya juga keliatan seneng pas Andra bilang mau traktir dia," kata Rega dengan santainnya.
Namun tidak dengan Mevan, Mevan terlihat tidak suka jika Vanya dekat dengan Andra, cowok yang benar-benar pintar memainkan dua topeng.
"Andra playboy, dia sering nyari mangsa Ga dan gua yakin kalo sekarang Andra lagi berusaha buat jadiin Vanya mangsa berikutnya," jelas Mevan dengan raut wajah khawatir.
Rega yang mendengar ucapan Mevan pun ikut khawatir. Dan lebih sialnya lagi adalah setelah kejadian tiga hari lalu itu membuat seorang Rega selalu khawatir dengan Vanya, Rega yang bangsatnya mendadak berubah menjadi Rega yang baik pada Vanya.
"Dengan Vanya yang sering berubah jadi polos, gua yakin Vanya gak akan semudah itu buat luluh oleh cara kampungan Andra," ujar Mevan yang tengah meyakini dirinya sendiri.
"Tapi tetep aja gua kudu ganggu mereka," kata Rega yang langsung berlari pergi tanpa menunggu izin dari Mevan terlebih dahulu.
***
"Ngapain saih Ga? Mau minta gorengan gua? Beli sono lo sendiri!" Kesal Vanya pada Rega yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
"Yaelah gua cuman mau ikut gabung doang, pelit amat!" sindir Rega sambil menatap ke arah Andra yang ternyata tengah menatapnya dengan tatapan tak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.
Teen Fiction| T y p o B e r t e b a r a n. | •belum direvisi, mohon maaf kalo banyak kesalahan dalam penulisan• ᴡᴀʀɴɪɴɢ (𝟷𝟽+) ᴄᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ ᴍᴇɴɢᴀɴᴅᴜɴɢ ʙᴀʜᴀsᴀ ᴋᴀsᴀʀ , ᴊɪᴋᴀ ᴋᴜʀᴀɴɢ ɴʏᴀᴍᴀɴ ᴅᴀɴ ᴛɪᴅᴀᴋ sᴜᴋᴀ ᴍᴏʜᴏɴ ᴅɪ ᴛɪɴɢɢᴀʟᴋᴀɴ. ---🌸. Mevan dan Vanya, dua sejoli yang s...